Jati Diri Kepemimpinan Kresna (6) Kresna Gugah (2)
Suatu ketika datanglah Cantrik meminta permasuri Baladewa. Baladewa marah, Cantrik dilempar Nanggala. Cantrik menghindar dan berubah menjadi Arjuna. Nanggala masuk ke bumi. Baladewa terhimpit bumi sejak berusaha mencabut Nanggalanya. Kresna datang menolong namun dengan perjanjian bahwa Baladewa diminta bertapa di Grojogan Sewu. Sebelum dijemput, Baladewa tidak boleh meninggalkan tapanya. Baladewa menyanggupinya lalu dilepas dari himpitan bumi.
Baladewa pergi bertapa di Grojogan Sewu, Sancaka yang menjaganya. Kresna berpesan agar menjaga uwaknya. Bila bangun supaya dadanya diusap dengan telapak tangan. Sebelum berangkat telapak tangan Sancaka diberi rajah Cakra, sewaktu-waktu untuk mengusap dada Baladewa bila akan bangun tidur, dan kembali ke Mandura.
Patih Pragota kebingungan ditinggal oleh Baladewa. Ia meninggalkan kerajaan, berkelana tidak tentu tujuan. Akhirnya Pragota tercebur dalam jurang. Patih Sakuni dan warga Korawa kembali ke Ngastina, menghadap raja Doryudana. Dilaporkannya, bahwa Kresna telah bangun, dan Baladewa meninggalkan istana. Mereka ingin menemui Kresna.
Raja Locanadewa berhasil menemukan Arjuna. Arjuna hendak dibunuh, sebab telah membunuh ayah Locanadewa. Arjuna bersiap-siap melawan Locanadewa. Panah sakti dilepaskan, Locanadewa pun musnah bersama prajuritnya.
Raja Duryodana berkeinginan memboyong Kresna ke Ngastina. Duryodana dan warga Korawa datang ke kerajaan Dwarawati. Kresna dengan senang menyambut kedatangan mereka. Duryodana minta agar hari itu Kresna mau diboyong ke Ngastina. Kresna tidak mau dan berkata, bahwa Duryodana nanti harus memilih dirinya atau prajuritnya. Duryodana bersikeras memboyong Kresna. Terjadilah pertikaian, prajurit Korawa mengamuk.
Para Pandhawa datang menyelamatkan kerajaan Dwarawati. Wrekodara berhasil menghalau prajurit Korawa. Duryodana dan warga Korawa kembali ke kerajaan Ngastina dengan kecewa.
Pandhawa ikut berpesta di Dwarawati.
Sumber bacaan : Kresna Gugah, Seri Barat Yuda Babak ke-2. Susunan Bagian Penerangan Panitia Baratyuda, 1958
Tidak ada komentar:
Posting Komentar