Ramayana – XI. Parwo Sabranga
Cincin yang Pulang
” Yang pertama adalah kesulitan moral yang dihadapi Wibisono karena ia akan berkorban kerabatnya. Kita perlu memprovokasi agar beliau tidak merasa ambisinya sebagai ambisi pribadi tetapi aspirasi politik. Ini yang akan kita pakai untuk membenarkan tindakannya mengorbankan kerabatnya. Dengan memberinya kedok bahwa ini adalah persoalan partai2 politik, ia mungkin bisa mengatasi masalah pribadinya “
” Yang kedua, … pembagian harta sebaiknya dinego supaya beliau dijauhkan dari keraguan. Misalnya pembagian menjadi 30-25-45 utuk Poncowati – Ayudyo – Alengko.
” Yang ketiga, sekarang sedang ada konflik antara partai Fasis dengan Wibisono. Lebih baik kita pasang provokator disana yang bisa membuat konflik ini makin membara. Dengan sendirinya Wibisono akan terdorong kesini. Kita serahkan ketiga tugas itu kepada orang2 di Alengko “
” Siapa yang akan kau andalkan Dityo Kolo Kembar ? “
” Dityo Kolo Mulyono HP ” Hampir bersamaan raksasa kembar itu menjawab. ” Sekaligus ia nego dengan Radèn Wibisono mengenai pembagian harta “
” Itu skenario pertama ” Romo mengambil keputusan ” Skenario kedua adalah tidak menyerang Alengko tetapi langsung ke Ayudyo. Sementara itu dulu yang kita pikirkan. Anoman, ikuti aku ke Senopaten ” Romo kemudian meninggalkan paseban dengan diikuti Anoman.
” Ada apa Anoman, kok hendak menyampaikan hal pribadi ? “
” Di Alengko saya menemukan Dewi Sinto “
” Sinto …. ? ” Romo kaget, sama sekali tidak memikirkan bininya yang hilang. ” Dimana kau temukan dia ? “
” Di Taman Asoka. Beliau sekarang adalah garwo Prabu Rahwonorojo dan telah punya putra, Dityo Kolo Rahmuko “
” Lho, bukankah ia diculik ? “
” Bukan Gusti, menurut keterangan Dewi Sinto, beliau tidak diculik tetapi secara sukarela mengikuti Prabu Rahwono “
” Apakah belia dipaksa ? “
” Tidak, menurut keterangan beliau telah meninggalkan surat di Rimba Dandoko, minta cerai. “
” Surat ? … Cerai ? … ” Romo kebingangan dan tak habis mengerti. Selama dihutan Dandoko Sinto tidak pernah bicara mengenai minta cerai. . “
” Surat ? … Cerai ? … ” Romo kebingangan dan tak habis mengerti. Selama dihutan Dandoko Sinto tidak pernah bicara mengenai minta cerai. Pernah ia minta tetapi ketika Lesmono sudah ditundhung, ia tak ada alasan lagi minta cerai. ” Surat apa, Anoman ? ” Romo sudah mengaduk-aduk seluruh hutan dan tidak pernah menemukan surat apapun. Ia tidak menyadari bahwa seekor lutung atau kewan lain telah memakan surat dari daun itu.
” Kurang jelas Gusti. Tetapi Dewi Sinto mengirimkan cincin pernikahan kepada Gusti. ” Anoman menyerahkan cincin titipan Sinto. Romo terhenyak tidak percaya dengan apa yang sedang terjadi.
” Sik, sik, sik … ini ceritanya tidak nyambung. Pertama, Sinto tidak ada tanda2 minta cerai. Kedua, ia juga punya keyakinan bahwa aku bisa mengatasi masalah. Sejauh ini aku tidak pernah menerima surat apapun ” Romo mengerenyitkan dahi berpikir keras. ” Sesudah itu ada denowo menyamar jadi kijang mati ditanganku. Dhimas Lesmono juga diganggu rakseksi. Lantas ada lagi Kiai Jatayu yang menyebut Sinto di wono …. wono … apa begitu ?
Tiba2 Romo terhenyak kaget ” Rah … wono ! Rupanya penggalan kata yang disebut kiai Jatayu adalah penggalan kata Rahwono ! …. bukan wono hutan ! Ini Prabu Rahwono raja Alengko ! “
Romo me-nebak2. ” Ada yang tidak masuk akal, Anoman. Jika diajeng Sinto memang sukarela diperistri Prabu Rahwono, mengapa kiai Jatayu mesthi terbunuh dengan leher sampai hampir putus “
” Di-guna2 barangkali, Gusti ” Anoman menjawab sekenanya karena ia sendiri kebingungan dengan dua versi ini. Anoman mengenal Romo dengan baik, tidak mungkin ksatria berbudi ini bohong. Pertemuannya yang sekilas dengan Sinto juga menyimpulkan bahwa Sintopun bukan sejenis perempuan murahan. Putri kraton itupun mustahil berbohong. Apa yang terjadi ?
Episode 59
SANTET
Versi Romo dan versi Sinto yang tidak nyambung membuat Anomanpun kebingungan. Pertemuannya yang hanya sekilas dengan Rahwono menimbulkan kesan bahwa Rahwono adalah raja ngoboi yang biangane. Tak salah jika Anoman secara awur2an menebak begitu.
Dalam keheningan itu Romo membatin. Minta pegat ? Sulit baginya untuk menerima kenyataan itu. Ia tidak percaya. Rasanya tidak masuk akal Sinto minta pegat. Tiba2 objeknya bergeser dari memikirkan Sinto ke Rahwono. Berani2nya raja ini memperistri sisihan Romowijoyo ? Bagikan air yang sedang dipanaskan, sedikit demi sedikit darah Romo mulai menggelegak. Harga dirinya sebagai laki2, sebagai suami terinjak. Ia menepis kemungkinan Sinto minta cerai. Ia mempercayai kata2 Anoman bahwa raja penyamun itu telah menyantet istrinya. Raksasa edan ! Darah Romo makin mendidih. Mukanya serasa ditampar. Ia merasa dipermalukan raja penyamun itu.
Tubuhnya berkeringat dan darahnya mendidih. Romo mulai murka. Tangannya yang mencengkeram gelas menjadi gemetar. Tanpa disadarinya gelas diremas dan hancur ber-keping2. aurora kemarahan Romo memancar sampai jauh. Ruang Paseban yang semula riuh dalam rapat tiba2 terkena perbawa kemarahan Romo menjadi bagaikan orong2 terinjak. Semua bercelingukan … ada apa ? Seperti diperintahkan semua memandang ruang Senopatèn yang pintunya tertutup rapat.
Didalam ruang dengan suara menggeletar dan mendalam Romo berkata.
” Anoman, Prabu Rahwono dulu adalah murid swargi Resi Subali. Tentu sekarang kesaktiannya sudah makin tinggi “
” Betul Gusti, saya telah merasakannya. Jika tidak ditolong Radèn Wibisono, barangkali saya sekarang tidak bisa menghadap Gusti “
” Mengikuti kata hatiku, rasanya aku akan menantang Prabu rahwono sebagai lelaki terhadap lelaki. Ia raja kurang ajar yang menghina aku. Salah satu harus mati. Aku atau dia “
Dengan wajah membara, pelan2 sang satria memungut gendewa. Tanpa anak panah gendewanya direntangkannya seolah membidik sesuatu. Ketika tali gendewa lepas, terdengar kesiur angin mendesing. Suaranya terdengar sampai ke paseban.
Yang berada dipaseban bergegas mendekati ruang Senopaten yang tertutup. Hanya Lesmono yang berani mengetuk. Dengan sudut matanya Romo memerintahkan Anoman untuk membuka pintu. Romo berdiri tegak dengan tangan memeluk gendewa. Suaranya dalam dan bernafaskan kemarahan :
” Dhimas Lesmono, Sinto sudah ketemu. Ia di-guna2 dan diculik Prabu Rahwono. Yang di-sebut2 wono oleh Kiai Jatayu ternyata penggalan dari nama Rahwono. ” Semua yang mendengar bergumam. ” Sejak dari rimba Dandoko Sinto memang menunjukkan gejala2 rewel. Semula kukira karena pengaruh keangkeran rimba tetapi kini kita tahu. Diajeng Sinto kena Santet. “
” Ini persoalan pribadi antara dua laki2. aku akan secara ksatria menantang Prabu Rahwonorojo. “
Semua yang berada dipaseban kaget. Nantang Rahwono ? Ini sama dengan bunuh diri. Kapi Jembawan yang politisi senior paham bahwa masalah2 organisatoris jangan sampai menjadi masalah pribadi. Dengan cekatan ia mencoba mengalihkan perhatian Romo.
” Jika memang Rahwono menyantet dan menculik Dewi Sinto, ini sangat menguntungkan, Gusti “
” Menguntungkan bagaimana ? ” Upaya Jembawan berhasil, perhatian Romo beralih.
” Ini bisa kita pakai sebagai sebab menginvasi Alengko. “
” Jelasnya bagaimana ? “
” Sekarang ini kita sedang menggodog Plan, A, B, dan C. Plan-A adalah membebaskan beban moral Wibisono dengan jalan menggeser persoalan pribadi Radèn Wibisono menjadi masalah institusional. Plan-B adalah dengan melakukan nego dengan beliau supaya pembagian harta bisa lebih memuaskan Wibisono. Plan-C adalah dengan menyudutkan Wibisono melalui provokasi sehingga persoalan dengan partai fasis meruyak. Ini tidak cukup. Kita harus mempersiapkan contingency planning jika rencana2 tadi gagal, misalnya Wibisono masih tetap ragu.”
” Plan A s/d C saja teknis belum mapan kok sudah memikirkan plan D ini bagaimana ? ” Anggodo menyela
” Kita bisa mempolitisir persoalan pribadi dengan Prabu Rahwono. Kita bisa membangun citra buruk Rahwono. Dengan menculik Sinto kita bisa menumbuhkan semangat spiritual yaitu ‘membasmi angkara murka’. Sehingga kita berperang demi ‘membela kebenaran’.
Episode 60
MILITANSI
Dengan begitu tumbuh militansi dan radikalisme diantara para prajurit. Militansi ini akan melipatgandakan daya gempur para prajurit sehingga tanpa Wibisonopun kekuatan kita sudah berlipat ganda. Sejarah telah menunjukkan bahwa dengan jumlah pasukan yang lebih kecil mereka bisa menaklukkan pasukan yang lebih kuat. Karena militansinya lebih tinggi.”
” Cara menumbuhkan militansi piyé ” Anggodo bertanya
” Dengan rapat2 akbar, indoktrinasi, propaganda, brainwashing, dan sejenisnya. Sebaiknya, ke-empat2nya dijalankan sekaligus. Program bisa jalan, dengan atau tanpa Wibisono. Kemungkinan gagal kecil “
Semua yang ada dipaseban manggut2 mendengarkan penjelasan Jembawan. Demikian pula Romo. Untuk beberapa saat ia melupakan persoialan pribadinya. Sesungguhnya, Romo tak seberapa mencintai Sinto tetapi hanya karena ia laki2, ia sangat tersinggung harga dirinya. Tetapi penjelasan Jembawan sangat masuk akal dan mengusik darah negarawannya kembali. Tetapi kini pusat perhatiannya telah beralih dari semula ingin merebut kembali tahta Ayudyo menjadi menggempur Alengko.
” Jika begitu, dengan atau tanpa Wibisono kita lakukan invasi ke Alengko ” Romo membuat keputusan ” Jangan repot dengan pembagian harta. Katakan kepada Wibisono bahwa yang kuperlukan hanyalah pinjaman. Sesudah tahta Ayudyo bisa kita rebut, pinjaman akan kita kembalikan. “
Yang ada dipaseban lega, niat Romo untuk duel dengan rahwono terlupakan. Jika itu terjadi, semua tahu bahwa Romo hanya menyongsong maut.
Dityo Kolo Mulyono memang andal. Pertama ia menembak Wibisono dengan nego baru yang sangat menguntungkannya. Dengan cerdiknya Kolo Mulyono menyatakan bahwa Romo lebih berkepentingan mengangkat Wibisono menjadi Raja dari pada motif harta. Ia mendapatkan 70% dan 30% untuk pasukan Poncowati dirasanya sebagai wajar. Untuk meminjami ia sama sekali tidak keberatan. Pada saat bersamaan, Kolo Mulyono ‘membina’ Wibisono menjadi jamaah Poncowiyah dengan melepaskan beban pribadinya menjadi ‘aspirasi politik. Metode akal2an Jembawan ditangan Kolo Mulyono yang piawai menjadi efektip. Wibisono makin condong ke Poncowati.
Diisi lain Kolo Mulyono berhasil melakukan penyusupan ke partai Fasis dan bisa mengompori dedengkot2 partai sedemikian rupa sehingga konflik dengan Wibisono makin runcing. Suatu ketika dalam suatu sidang Pansus Wibisonogate, Indrajid demikian marahnya dengan debat2 yang tak berkesudahaan sehingga ia kehilangan kendali. Dengan penuh kemarahan ditamparnya oom Wibisono.
Radèn Wibisono adalah anak bungsu yang dulu manja. Selama hidupnya ia nyaris tak pernah berhadapan dengan kekerasan karena terlindungi kakaknya yang raja penyamun. Mendapat tamparan dari keponakannya Wibisono sangat terluka. Hatinya sangat sakit diperlulakukan demikian. Sejak detik itu, Wibisono telah membuat keputusan untuk bergabung dengan Poncowati.
Sementara itu di Poncowati sedang berlangsung proses militansi. Romo bersafari kesana kemari menghujat Rahwono. Dalam sebuah rapat akbar dengan makantar-kantar Romo menggunakan karismanya untuk membakar masa.
” Siapa Rahwono …. ! ” Romo mulai membakar masa.
” … durjana angkara murka … ! … durjana angkara murka …’ khalayak ramai memekik-mekik mengikuti aba2 provokator2 yang dipasang Jembawan diantara kerumunan masa.
” … pejah gesang ndherek gusti Rama … ! … pejah gesang ndherek gusti Rama … ! “
” … ganyang Rahwono … ! … ganyang Rahwono … ! “
” … obrak abrik Alengko … ! … obrak abrik Alengko … ! “
” … ini perang suci … ! … ini perang suci … ! “
” … obong Alengko … ! … obong Alengko … ! “
Entah siapa yang memulai tetapi beredar keyakinan bahwa Romo adal titisan Dewa dan siapa saja yang mati demi beliau akan masuk kaswargan. Jembawan adalah konseptor yang nyaris jenius. Semua rencana2nya berjalan nyaris sempurna. Pasukan Poncowati menjadi makin militan dan mereka dalam posisi siap tempur. Kapan saja.
Suatu hari paseban gempar ketika Dityo Kolo Mulyono HP datang dengan mengiringkan seorang pembesar dari Alengkodirojo. Radèn Gunawan Wibisono.
Episode 61
TRIUMVIRAT
Sebenarnya Wibisono belum sepenuhnya berpaling ke Poncowati. Tetapi ia benar2 sakit hati diperlakukan buruk oleh Indrajid. Pada perjumpaan pertama, kedua belah pihak sudah saling menyukai. Wibisono melihat sesuatu yang lain dalam diri Romo, yang mirip2 dengan Arjunososrobahu almarhum. Dengan pengalamannya bergaul dengan wangsa Arya semasa periode Maespati, Wibisono dengan mudah beradaptasi dengan Romo. Demikian pula dengan halnya Romo, ia melihat bangsawan santun ini sebagai manusia berbobot.
Perundingan berjalan lancar. Masing2 pihak merasa senasib sepenanggungan. Wibisono cukup bijak untuk melindungi harga diri Romo dengan mengiyakan bahwa bininya bukannya minta pegat tetapi ‘mungkin’ disantet. Begitupun, Romo melindungi Wibisono dengan mengatakan bahwa tindakannya menyeberang adalah ‘membela kebenaran’, demi aspirasi politiknya yang akan membawa ‘kemajuan’ bagi Alengko. Triumvirat Romo-Sugriwo-Wibisono menjadi suatu koalisi yang sangat kuat karena mereka adalah manusia2 senasib sepenanggungan. Dan, genderang perangpun ditabuh.
Alengko heboh dengan minggatnya Wibisono. Para sesepuh sempat murka karena adanya insiden pemukulan oleh Indrajid tetapi walaupun tidak bisa dibuktikan dengan fakta2 hukum, keterlibatan Wibisono dengan Jamaah Poncowiyah sulit dibantah. Para sesepuh sama sekali tidak habis mengerti mengapa Wibisono sampai berbuat begitu. Kini para senior yang kecewa dengan sikap Wibisono yang bergabung dengan negara asing. Dimana Nasionalisme negara ? Para pinisepuh me-nebak2 bahwa Wibisono hanya sedang ngambeg saja. Mereka hanya mengutus duta yang kurang kualified untuk membujuk Wibisono pulang.
Wibisono makin kecewa ketika ia tidak melihat adanya upaya2 serius dari Alengko untuk merebut hatinya. Ia merasa dikucilkan. Wibisono dulu adalah anak manja yang nyaris tidak pernah menerima penolakan, apalagi pemukulan fisik. Sikap Alengko yang setengah hati dalam menanggapi kepergiannya membuat Wibisono makin sakit hati. Alih2 minggat ia merasa terusir. Seandainya Alengko lebih bijak, mudah bagi mereka untuk menarik kembali Wibisono tetapi Alengko telah salah langkah dengan meremehkan kepergian Wibisono. Disisi Alengko, penolakan Wibisono untuk kembali membuat gusar para senior. Para penunggul Alengko akirnya, setelah melalui perdebatan panjang, menjatuhkan fatwa mati bagi Wibisono.
Bersamaan dengan itu, kedekatannya dengan Jamaah Poncowiyah semakin mengukuhkan ambisi Wibisono. Alengko bukannya tidak menyadari adanya gerakan Jamaah Poncowiyah tetapi mereka membuat kesalahan kedua dengan menganggap gerakan Poncowati sebagai gerakan yang tak berbahaya. Sejauh ini mereka tidak pernah mendengar kabar bahwa Poncowati adalah negara adidaya yang perlu dikuatiri. Mereka hanya mengerahkan pasukan anti huru hara yang dipimpin perwira2 Alengko yang masih hijau, kurang berpengalaman. Indrajid dengan jumawa meremehkan Jamaah Poncowiyah. Senior2 Alengko sibuk dengan dunia masing2. Prahasto dengan penyakit tuanya, Rahwono dengan keluarga dan rituil2 rutinnya.
Sebaliknya, Jamaah Poncowiyah sangat serius dengan gerakannya. Militansi berjalan sempurna. Mereka membangun ratusan kapal2 untuk menyeberang dipimpin oleh Kapi Srobo dan Kolo Wisamatra. Dengan dana rampogan dari Alengko, mobilisisasi berjalan lancar.
Dalam versi Pakem dikisahkan Wibisono yang juga diberi juluk Aryo Balik berkianat terhadap negaranya karena ‘membela kebenaran’, yaitu kakak kandungnya mencuri perempuan. Ini adalah alasan yang sulit diterima. Lebih masuk akal jika Wibisono punya ambisi menjadi raja di Alengko.
Pada hari yang telah ditetapkan, Romo mengutus Anoman sebagai duta untuk menjatuhkan ultimatum kepada Alengko tetapi seperti biasa Kapi Joyo Anggodo bersikeras ia yang melakukan. Kali ini ia benar2 ngotot sehingga terpaksa diijinkan. Semua orang2 Poncowati kebat kebit melepaskan Anggodo karena anak ini terlalu muda. Ditambah lagi dengan sikapnya yang kemlinthi mbagusi.
Selama hidupnya Anggodo senantiasa dalam keprihatinan. Bapaknya, Resi Subali adalah bapak yang cuek. Ia tidak diasuh ibu kandungnya melainkan hidup dengan budhé Anjani di padepokan sederhana di Grasino. Ibunya adalah negarawati, terlalu sibuk dengan upacara2 kenegaraan. Mbah Kakung sama saja, tidak begitu peduli dengan cucunya karena terlalu gentur semadinya. Jika tidak, sang Begawan hanya melatihnya olah kaprajuritan. Jadilah Anggodo anak yang kurang perhatian dan itu yang menyebabkannya menjadi psikopath, suka menyiksa orang.
Apa yang dikawatirkan Poncowati terjadi …
Episode 62
Anggodo Duto
Anggodo diterima dengan penuh penghormatan karena Dosomuko sangat menghormati Resi Subali sebagai gurunya. Bahkan patih Prahasto yang kebetulan sehat ikut menemuinya. Alengko sudah mempersiapkan diri dengan se-baik2nya. Mereka hendak membalas pembelotan Wibisono dengan merekrut Anggodo supaya berpihak ke Alengko. Mereka tahu kelemahan Anggodo – kurang kasih sayang dan hidup sangat bersahaja.
Karena kurang pengalaman Anggodo tidak siap dengan penyambutan besar2an oleh Alengko. Anggodo yang sangat militan jadi kebingungan ketika semua orang menyambutnya dengan hangat. Ia dipersilahkan tinggal di sebuah kasatrian yang mewah karena Rahwono sedang melakukan kegiatan ritual. Selama menunggu Anggodo hidup dalam kemewahan. Sesuatu yang tak pernah dikecapnya walaupun ia anak raja. Seperti Anoman, Anggodo kehilangan keperjakaannya di Alengko karena ia dijamu dengan gadis2 molek yang siap melakukan apa saja bagi Anggodo.
Selama tinggal disitu, patih Prahasto menjalankan tugasnya menggarap Anggodo supaya membelot terhadap Poncowati. Diperlakukan demikian Anggodo yang masih terlalu belia jadi lupa dengan tugasnya. Tiap hari ia poya2 dengan ABG2 Alengko.
” Tahukah kamu Kapi Joyo Anggodo, mengapa ayahmu dibunuh ? “
” Karena ayah telah mengajari ilmu Poncosona kepada Prabu Rahwono. “
” Mbèl gèdhès ! Swargi Resi Subali mendapatkan ilmu Pancasona dari Dewa. Kalau ayahmu dianggap salah karena mengajari ilmu, Dewanya juga salah karena memberi ilmu. Mengapa Dewanya tidak sekalian dibunuh ? “
Anggodo diam saja tidak berkutik.
” Tahukah kamu, mengapa Romo digusur dari calon raja “
” Karena dikudeta emban Mantoro “
” Mbèl gèdhès ! Seorang emban mustahil bisa menggusur putra mahkota. Kita tidak tahu apa yang terjadi, tetapi pasti terjadi sesuatu disana. Mungkin ia korupsi, mungkin punya sifat2 buruk. Kita tidak tahu. Yang jelas, mustahil seorang emban mampu menggusur calon raja. Itu hanya dalih meng-ada2 untuk menutupi aib. Romo bukanlah manusia baik seperti kau bayangkan. Ia licik.
” Tahu tidak kenapa ayahmu dikeroyok ? “
” Tidak “
” Karena Romo adalah pengecut ! Jika ia perang tanding satu lawan satu dengan Resi Subali, ayahmu, ia sekarang sudah jadi bangkai ! “
” Tahukah kamu mengapa Dewi Sinto ada disini ? “
” Karena disantet Prabu Rahwono “
” Mbèl gèdhès ! Kalau tidak percaya mari kita konfrontasikan dengan Dewi Sinto. Jika Sinto sampai melarikan diri minta pegat pasti ada sebabnya. Sayangnya Dewi Sinto mendhem jero, aib mantan suaminya tidak mau diutarakan kepada umum. “
” Romo itu manusia licik yang pandai memlintir peristiwa2. Jika ia memang jantan, persoalan Sinto bisa diselesaikan secara ksatria dengan menantang duel Prabu rahwono. Tetapi itu tidak dilakukannya. Ia memperalat semua pihak. Ayahmu dibunuh, oommu diperalat, keponakanku Wibisono dihasut pula. Sekarang kamu yang hendak dikerjain dengan mengutusmu kesini … “
” Tetapi saya kesini bukan atas suruhan siapa2. Saya sukarela menawarkan diri jadi duta “
” Mengapa ? “
” Karena ini adalah tugas suci membela kebenaran, menumpas angkara murka dan jika saya mati saya akan masuk sorga … “
” Mbèl gèdhès ” Prahasto menukas ” Kamu hanya diperalat manusia laknat itu agar kamu terbunuh sehingga ia bisa menyingkirkan kamu supaya ia bisa menguasai kerajaan Poncowati untuk kongsi2nya. “
Anggodo termenung mendengarkan provokasi patih Prahasto. Demikian proses brainwashing itu dilakukan sedikit demi sedikit sehingga lama kelamaan Anggodo terhasut. Kini ia berbalik melihat Romo sebagai sosok laknat, licik, dan suka memilintir situasi. Hasutan Alengko berhasil, Kapi Joyo Anggodo merasa tertipu dan ia menjadi marah bukan alang kepalang karena ayahnya telah diperlakukan dengan se-wenang2.
Sebenarnya Alengko berniat merekrut kapi Joyo Anggodo untuk bergabung dengan imbalan mendudukkan Anggodo sebagai raja Poncowati. Tetapi Anggodo yang berpembawaan srudag srudug tidak bisa menahan diri. Suatu hari ia minggat, meninggalkan Alengko tanpa pamit.
Episode 63
Anggodo Desersi
Peristiwa yang terjadi selanjutnya adalah seperti peristiwa Subali lepas dari Goa Kiskendo, mengamuk karena merasa dikianati. Anggodo yang terhasut merasa tertipu dan diperalat. Pemuda yang tak mengenal takut ini marah bukan alang kepalang. Ia mengamuk ke Poncowati untuk menyerang Romo.
Paseban geger, Anggodo pulang bukan melaporkan tugasnya sebagai duta tetapi malahan me-maki2 Romo dan oom Sugriwo. Kapi Mendo dan Jembawan lagi2 harus mengingat kenangan buruk masa itu, ketika Resi Subali dari gua Kiskendo mengamuk. Anoman dengan cekatan mencegat Anggodo. Kapi Mendo dan Jembawan nyaris serempak mengelus dada melihat Anoman-Anggodo bertarung. Mereka teringat pertarungan Sugriwo-Subali.
Kali ini Anoman kerepotan menanggulangi amukan Joyo Anggodo. Dalam kemarahannya, Anggodo sangat sulit ditundukkan. Tetapi akirnya Anoman mrantasi gawé. Anggodo pingsan babak belur dihajar Anoman.
Sesudah siuman, Anggodo kembali menerima proses brain washing. Diwejang semua pembesar2 dan senior2 Alengko. Ibarat hard disk, Anggodo diformat ulang. Bahkan ibu kandungnya, Dewi Tari turun tangan dengan membuka rahasia bahwa Anggodo adalah anak kandung Sugriwo. Ketika Dewi Tari ‘diambil alih’ oleh Resi Subali, kemungkinan besar sekali Dewi Tari sedang mengandung Kapi Joyo Anggodo, yang berarti ayah kandungnya adalah Sugriwo. Pernyataan Dewi Tari diperkuat dengan kesepakatan serta jaminan semua pembesar Poncowati bahwa Anggodo adalah putra mahkota Poncowati. Dengan jaminan ini, Anggodo sudah tidak lagi punya alasan untuk desersi.
Sejak itu perseteruan antara Alengko dengan Poncowati makin meruyak. Kisah pertarungan antara dua negara kita singkat saja agar tidak berkepanjangan. Tur, Dhalangé wis kesel.
Menghadapi ancaman Poncowati, pasukan tanpa reputasi dan dipimpin oleh satrio tiban tanpa proven track record, Alengko tidak membuat persiapan istimewa. Alengko sudah bertindak tepat dengan menyabotase Poncowati terlebih dahulu. Pasukan Sabotase Alengko dipimpin Dityo Kolo Yuyurumpung. Pasukan ini berhasil memporak porandakan armada kapal yang dibangun Kapi Srobo. Namun, Yuyurumpung disrimpung alumni Panglawung sehingga ia menjadi perwira Alengko yang gugur pertama kali.
Kemudian Indrajid mengerahkan pasukan buaya dari kerajaan Rowokumbolo dengan ratunya Dewi Bonggowati dan putranya Dityo Kolo Shorobuto sebagai senopati. Ini adalah bahasa2 simbol. Pasukan yuyu (kepiting) dan buaya adalah etnis yang menjadi sekutu Alengko. Untuk keduakalinya, pasukan Poncowati kocar kacir serta kehilangan banyak prajurit serta armadanya karena amukan Kolo Shorobuto. Namun, kali ini si Aryo Balik Wibisono menunjukkan efektifitasnya. Ia tahu kelemahan lawan. Akirnya kerajaan Rowokumbolo jatuh dan Kolo Shorobuto dan Dewi Bonggowatipun gugur. Untuk keduakalinya Poncowati menderita kerugian tetapi kemenangan ber-turut2 telah menaikkan semangat tempur pasukan Poncowati yang memang dari sononya sudah militan. Dengan jatuhnya Rowokumbolo, pasukan Poncowati bisa mendaratkan pasukannya ke Alengko.
Menyadari keadaan tersebut, Alengko mulai memobilisasi angkatan perangnya. Perwira2 senior mulai menaruh perhatian. Prabu Rahwono sedang memarahi Indrajid yang gagal menjalankan tugasnya menjaga negara karena terlalu meremehkan. Tante Sarpokenokopun berang karena kedua ratu Yuyu dan Buaya adalah sahabat2nya. Ia menawarkan diri untuk menjadi Senopati tetapi tidak diizinkan kakaknya. Tanpa sepengetahuan kakaknya, Sarpokenoko melakukan penyerangan sendiri ke pasukan Poncowati dan cukup menimbulkan banyak korban. Namun, rahasia kesaktiannya juga telah diketahui Aryo Balik. Sarpokenoko yang kini dalam posisi tempur nyaris bisa membalas dendam Lesmono tetapi keburu diselamatkan Anoman. Sarpokenoko akirnya gugur sebagai kusuma bangsa.
Kabar gugurnya Sarpokenoko mengguncangkan Alengko dan kini Alengko bersikap lebih serius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar