Ramayana – I. Parwo Dandoko
1Sesaji Aswomedo
2Supoto Sharwono
3Bebendu di Ayudyo
4Sayembara Manthili
5Romogate
6Romo tundung
7Sinto Mutung
8Lesmono Mungkur
9Sinto Purik
Episode 1 :
Sesaji Aswomedo
Tidak biasanya beliau tinggal di paseban sendirian. Biasanya sang Prabu jengkar mendahului semua pejabat kerajaan. Kini Rekyono Patih, menteri2, nayoko2 projo, dan semua orang sudah meninggalkan balairung. Prabu Dosoroto terhenyak disinggasananya memandang lantai paseban yang gilar2 membentang luas. Matanya menerawang kedepan, melihat alun2 dengan sepasang pohon wringin kurungnya.
Prabu Dosoroto dan Permaisuri Dewi Susalyo atau Dewi Raghu menikah cukup lama tetapi belum juga punya keturunan. Hal ini merisaukan hatinya. Keturunan bukan hanya masalah pribadi tetapi sudah menjadi masalah negara karena pada waktu itu pewaris kerajaan adalah putra Raja. Apalagi Prabu Dosoroto adalah raja kawentar dari negara besar Ayudyo yang kaya raya, subur makmur gemah ripah loh jinawi. Toto titi tentrem dan kertoraharjo. Karena waktu itu belum ada bayi tabung, satu2nya jalan adalah dengan menikah lagi. Raja Ayudyo tidak tanggung2 menikahi 2 garwo ampéan yaitu Dewi Kekayi dan Dewi Sumitro. Namun setelah sekian lama menikah, ketiga istri2 itu tetap juga tidak juga kunjung hamil.
Atas saran seorang pendhito, sang Raja mengadakan sesaji Aswomedo. Semua istri2nya melakukan upacara ritual menari nari seolah melakukan hubungan badan dengan bangkai kuda. Tidak jelas mengapa bukan dengan kuda hidup. Juga tidak jelas mengapa dengan kuda. Mengapa bukan dengan ayam misalnya. Bukankah ayam lebih digdoyo ? Tanpa jago bisa beretelur dan punya anak. Karena kuda terkenal ‘jantan’ dengan ukurannya yang ‘king size’ ? Entahlah. Upacara seperti ini bukan aneh dijaman itu. Di Jepang ada upacara semacam itu. Wanita yang mandul melakukan upacara ritual dengan jalan menggosok gosokkan yoninya ke sebuah patung lingga yang dikeramatkan. Apalagi kalau digosokkan punya kita, wuah …
Versi lain mengatakan bahwa Raja Ayudyolah yang mungkin mandul. Ini masalah serius karena Prabu Dosoroto tidak punya saudara kandung. Siapa nanti yang akan meneruskan tahta Ayudyo ? Versi ini menyatakan bahwa Prabu Dosoroto datang ke sebuah asrama resi2 untuk mendapatkan ‘suwuk’. Suwuk disini bukan sebatas kata2, jompa jampi dan doa2 tetapi sang raja meminta ketiga garwo2nya dibuahi begawan2 di pertapaan itu. Tentunya pembuahaan dilakukan dengan cara alamiah karena waktu itu belum ada bank sperma dan inseminasi. Tidak jelas juga apakan hanya satu pendito yang membuahi ketiga istri2 itu, atau satu pendeta untuk satu istri, atau malah rame2 – jambore.
Apa yang dilakukan Prabu Dosoroto tidak jarang terjadi dimasa itu. Dalam kisah Mahabarata, pewaris Astino meninggal sebelum sempat punya keturunan. Supaya punya keturunan, dipanggilah begawan Abiyoso atau wiku Kresnodwipoyono dari pertapan Saptorenggo untuk membuahi menantu2 Hastinopuro. Karena sang begawan tampangnya sangat buruk, ada menantu itu yang memejamkan matanya ketika dibuahi sang pendeta. Akibatnya anak yang lahir, raden Destoroto buta. Menantu kedua kaget sampai pias dan memalingkan mukanya sehingga anaknya yang bernama Radèn Pandu berwajah pucat dan lehernya tèngèng. Menantu ketiga takut2 dan berjalan berjingkat jingkat. Kelak anaknya yang bernama Yomo Widuro berjalan pincang. Ada yang tanya, kalo pas dikeloni bopo begawan ia bersin2 bagaimana ? Ya, anaknya wohang wahing, to ? Kalau sedang glègèk-en coca cola ? Mbuh … !
Entahlah, mana dari versi2 tersebut yang benar tidaklah jelas. Yang jelas ketiga garwo raja hamil dan melahirkan hampir bersamaan. Yang pertama melahirkan adalah Dewi Kekayi dan anaknya diberi nama raden Bharoto. Berikutnya, permaisuri Dewi Susalyo melahirkan raden Romowijoyo. Dewi Sumitro melahirkan raden Lesmono. Beberapa bulan berselang Dewi Kekayi melahirkan lagi seorang putra bernama raden Satrugeno. Betapa bahagianya sang Prabu memiliki empat putra sekaligus.
Keempat putra tersebut dididik dikraton. Segala olah Joyo kawijayan, kesaktian, ilmu tata negara, militer, hukum, dll. Sejak kecil raden Romowijoyo telah menunjukkan bakatnya yang ruarbiasa. Tidak ada seorangpun yang meragukan bahwa beliaulah putra mahkota kerajaan Ayudyo. Prabu Dosoroto sangat berbahagia dengan putra2nya. Ia sangat bangga dan sangat sayang kepada putra sulungnya raden Romowijoyo yang diagul agulkannya menjadi penggantinya kelak jika telah dewasa.
Gambar : Prabu Dosoroto berdampingan dengan permaisuri Dewi Raghu berhadapan dengan Dewi Sumitro dan Dewi Kekayi dibelakangnya.
Episode 2 :
Supoto Sharwono
Walaupun berbeda ibu, sejak kecil Lesmono sangat dekat dengan Romo. Bharoto kompak dengan adik kandungnya Satrugeno. Pengasuh Bharoto dan Satrugeno adalah emban Mantoro. Hubungan emban ini dengan Dewi Kekayi sangat dekat. Walaupun kedudukannya hanya emban, pengaruhnya sangat besar. Emban Mantoro adalah emban yang ambisius. Cita2nya tinggi. Ia menginginkan kedudukan yang lebih tinggi. Ia kemaruk harta dan kuasa.
Adalah lumrah dalam kehidupan poligami, selain hubungan saling menyukai diantara istri2, sering terjadi kecemburuan, iri dan rivalitas diantara mereka. Dewi Kekayi memendam rasa iri ini. Iri kepada Dewi Susalyo yang menjadi permaisuri, iri karena anaknya tidak sehebat anak marunya. Terkadang terlintas dalam benaknya betapa bombong hatinya seandainya putranya jadi raja. Namun ia tidak bisa berbuat apapun. Romo terlalu sulit untuk ditandingi.
Pada suatu hari, sang Prabu menghibur diri dengan berburu sendirian. Biasanya belum tengah hari beliau telah mendapatkan buruan tetapi kali ini sudah lewat tengah hari tak seekorpun buruan nampak. Sang raja kelelahan dan mulai merasa kesal. Ketika sedang beristirahat, tiba2 diseberang danau tampak rumput2 dan ilalang ber-gerak2 menandakan adanya makhluk yang sedang disitu. Jaraknya cukup jauh dan sang Prabu tidak ingin kehilangan buruan. Jika didekati, harus memutar. Beliau takut buruan lari. Dengan mengerahkan kecakapannya dalam membidik, untung2an sang Prabu membidik dan srettt panah melesat dari busurnya.
Alangkah kagetnya ketika terdengar jeritan manusia. Ter-gopoh2 beliau mendekati semak2 tsb. Betapa terkejutnya Prabu Dosoroto mendapati seorang anak muda terkapar terkena anak panahnya. Melihat pakaian Prabu Dosoroto, anak muda itu tahu bhw ia sedang berhadapan dengan raja. Dengan ter-engah2 anak muda itu berkata
“ … mengapa baginda memanah saya … ? ”
“ aku … tidak sengaja, anak muda … “ Prabu Dosoroto mencoba menyelamatkan nyawa anak itu dengan menaburkan obat2an yang dibawanya.
“ … saya mohon bantuan … “
“ katakan apa yang bisa kulakukan. Siapa kamu ? ”
“ saya anak Sharwono … kedua orang tua saya buta … mereka sedang menantikan kedatangan saya membawa beras … “ Sharwono mulai sesak nafasnya.
“ mohon bawakan beras ini ke … “ Ia tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, nyawanya keburu meregang. Dengan masgul Prabu Dosoroto memanggul jasadnya mencari cari rumah orang tuanya.
Begawan Sharwono adalah pendito yang gentur tapanya sehingga beliau menjadi resi yang sakti mondroguno. Istri Resi Sharwono juga buta sehingga kedua orang tua itu sangat tergantung hidupnya pada putra tunggalnya. Prabu Dosoroto tertegun melihat kenyataan itu. Pelan2 jenasah diletakkan. Sang resi yang merasakan kedatangan sang Prabu bersabda
“ siapakah angger … ? “
Terbata2 sang raja berkata “ Aku Prabu Dosoroto dari Ayudyo … aku sedang kena sambekolo … tidak sengaja memanah anakmu hingga mati “ Alangkah terkejutnya kedua orang tua tadi. Dengan sedih bercampur marah, sang Wiku berkata : “ bagaimana mungkin raja besar seperti anda bisa berlaku ceroboh ! “ Prabu Dosoroto hanya bisa diam tanpa menjawab sepatah katapun. Dengan geramnya sang pandhito mengutuk Prabu Dosoroto dengan suara menggeletar.
“ wahai kulup raja Ayudyo, ketahuilah karmamu, … suatu saat nanti kulup akan mengalami hal yang membuatmu sangat berduka … anakmu akan ada yang kena bilahi … angger akan berpisah dengan anak yang paling kulup cintai … dan kulup akan mati merana dalam kesedihan … “
Sebagai raja yang berbudi mulia, Dosoroto sudah cukup tertekan dan merasa bersalah atas kecerobohannya. Kini beliau harus menerima kutukan yang tidak bisa ditampiknya. Setelah sekian lama, barulah beliau bisa melupakan supoto Sharwono. Namun, tanpa disadari Prabu Dosoroto Supoto Sharwono diam2 menunjukkan tuahnya.
Episode 3
Bebendu di Ayudyo.
Kini para putra kerajaan telah menanjak dewasa semua. Radèn Romo benar2 seorang pemuda santun dan bersahaja yang cemerlang. Ia tampan dengan tubuh atletis. Ia memiliki kharisma, mampu berbicara memukau, bahkan seolah memiliki kekuatan sihir terhadap massa. Ia dikaruniai aurora kewibawaan. Dimanapun ia melangkah, orang2 selalu bisa merasakan kehadiran sosoknya. Segala olah keprajuritan dikuasai terutama memanah. Ia menguasai taktik & strategi militer, ilmu tata negara, dll. Romo sudah menjalani uji fit & proper test sebagai calon raja dengan predikat summa cumlaude. Ia sangat pantas menjadi raja di Ayudyo.
Beberapa tahun setelah supoto Sharwono, kedigdayaan kutukan ini mulai merejam. Ada putra kerajaan yang pertumbuhannya menyimpang. Lesmono menjadi gay. Ia tampan, nyaris ayu. Tetapi dibalik penampilannya yang gemulai, Lesmono memiliki patrap 100% laki2. Ia sama sekali tidak tampak sebagai bencong. Kadang2 kabut feminin terbias dari auroranya. Ia militer tulen. Gerak geriknya sangat cekatan dan tegas, patuh, disiplin, dan sulit diajak kompromi. Radèn Lesmono yang pendiam sama sekali tidak tertarik dengan wanita. Ia pria perasa berhati lembut yang menyukai pria2 berwibawa. Radèn Bharoto dan Radèn Satrugeno tumbuh sebagai pemuda normal, mereka tertarik dengan lawan jenisnya. Kedua satrio ini selamat dari kutukan Sharwono. Sayangnya, kepribadiannya lemah. Mudah dipengaruhi dan ditunggangi pihak lain. Kedua atmojo dewi Kekayi menerima supremasi Romo selain sebagai putra permaisuri, Romo memang Jalmo Linuwih.
Ada penonton mbeler nylethuk :
+ Ki Dhalang, bahasanya kok ambur adhul ?
- Yo bèn …
+ Itu namanya Dhalang mbeler …
- Bèn aé …
Yang paling parah justru si bintang kejora yang rendah hati, Radèn Romowijoyo. Ia menjadi bisexual, tertarik dan bisa dengan laki2 maupun wanita. Namun ia lebih menyukai, nuwun sewu, silit pria. Romo & Lesmono, saudara seayah lain ibu saling menyukai. Makin tahun hubungan mereka makin erat sehingga terjalinlah hubungan kekasih. Lesmono adalah pribadi manis yang setia, ia menjalin hubungan kasih hanya dengan Radèn Romo.
+ Lho ki, … itu namanya incest, to ?
- Hè’ èh …
+ Kok begitu ?
- Bèn aé, critané ngono, kok …
Kesetiaannya bahkan bisa menjadi suri tauladan. Seumur hidupnya sampai matinya ia wadhat, tidak pernah menikah. Dalam tradisi waktu itu, laku wadat umum dikalangan pandito. Ksatria wadat tidak biasa. Dalam dunia pewayangan, hanya ada dua satrio yang selibat, yaitu Lesmono dan resi Bismo. Walaupun menyandang gelar resi, kasta Bismo adalah kasta satrio karena kedudukannya sebagai Senopati Astino. Sedangkan Lesmono wadhat karena ia memang tidak mau kawin dengan wanita.
Kewadhatan Lesmono adalah suatu misteri. Misteri kedua adalah kesetiaannya terhadap Romo yang mentakjubkan. kemanapun Romo berada, disitu selalu ada Lesmono. Berbeda dengan Lesmono yang cenderung monogamis, Romo adalah poligamis. Ini adalah sikap yang wajar waktu itu karena ia adalah calon raja. Semasa mudanya ia suka bertualang dari satu wanita ke wanita lainnya. Juga dari satu lelaki ke lelaki lainnya. Dalam hal ini ia gay aktif atau ngeloni. Lesmono adalah gay pasif atau dikeloni. Namun demikian, cinta kasihnya hanya untuk seorang – kakaknya, junjungannya, pujaan hatinya, Radèn Romo.
Penyimpangan kedua putra kerajaan itu tidak diketahui masyarakat luas. Hanya ada beberapa orang yang berhubungan dengan Romo yang tahu. Mengingat kedudukan Romo, mereka ini mendhem jero – bungkam, diam seribu bahasa. Prabu Dosoroto bukannya tidak tahu apa yang sedang terjadi. Beliau tahu tetapi tidak berdaya dan tidak tahu harus berbuat apa. Setiap kali memandang Romo dan Lesmono, setiapkali pula beliau harus mengenang jasad putra Begawan Sharwono. Prabu Dosoroto mengerti bahwa ia sedang menerima bebendu.
Prabu Dosoroto berpikir, jika Romo sudah menikah barangkali orientasi sexualnya akan bergeser. Oleh karenanya dititahkannya Romo mengikuti sayembara yang diadakan di Manthili. Sebuah negara yang terletak agak jauh dari Ayudyo. Sebenarnya Romo belum begitu berminat untuk menikah. Ia begitu menikmati kebebasannya sebagai pria lajang. Ia bisa hinggap dari satu bunga ke bunga lainnya dengan bebasnya. Tidak peduli bunganya jantan apa betina. Disamping itu, ia sudah berbahagia dengan adik kinasih Lesmono.
Episode 4 :
Sayembara Manthili.
Namun, Romo menyadari kedudukannya sebagai calon raja. Ia harus punya permaisuri. Disamping itu ia tertantang dengan sayembara itu. Dengan setengah hati berangkatlah Romo dengan adiknya dengan suatu tekad, memenangkan sayembara. Ia tidak begitu peduli dengan hadiahnya. Yang penting, menang.
Sayembara di negara Manthili untuk memperebutkan Dewi Sinto yang terkenal ayu moblong2 telah membuat dunia wayang gempar. Manthili bukanlah sebuah negara besar, bahkan tergolong miskin dan lemah dalam hal militer. Jika jaman sekarang barangkali seperti Kamboja atau Vietnam.
Selain cantik jelita, Sinto mewarisi bakat ayahnya sebagai negarawan. Ia mampu melakukan negosiasi2 dan cukup paham mengenai masalah2 negaranya. Sinto adalah pribadi yang tidak suka dipinggirkan, mudah mutung. Kalau sudah mutung menjadi kepati pati. Sulit disambung lagi. Ia perasa dan haus akan belaian kasih sayang dan perhatian. Ia mudah terluka.
Kiranya tidak perlu kita ceritakan bagaimana sayembara ini berlangsung. Kurang lebih seperti di pedhalangan. Romo memenangkan sayembara dan ia menjadi kawentar karenanya. Inilah debut Romo yang pertama. Sayembara ini memotivasi pemuda tampan ini. Dibalik penampilannya yang kalem, ada bara didadanya. Sebuah ambisi, sebuah visi dari sosok bermental juara.
Ketika ternyata pemenangnya adalah Radèn Romowijoyo, Prabu Janoko raja Manthili sangat bergembira. Beliau berharap kehadiran Radèn Romo bisa memberi dampak positip berupa bantuan dari negara kaya Ayudyo. Aliansi dua negara yang sebenarnya timpang. Sepertinya Manthili adalah protektorat Inggris … é klèru … Ayudyo.
Betapa bahagianya Sinto mendapatkan suami yang cemerlang dari negara kaya raya. Sinto diboyong dari negara miskin ke negara kaya ibarat kéré munggah balé. Sinto yang pada dasarnya matré agak kecewa karena Romo bersahaja, tidak gemebyar. Bahasa Jakarté, kurang ngejreng. Pada dasarnya pernikahannya bermuatan politis ekonomis. Prabu Janoko yang sangat prihatin dengan kemiskinan negaranya wanti2 kepada putri pembayunnya untuk menjalankan misi negara – meminta bantuan IMF.
Alangkah bahagianya prabu Dosoroto berbesan dengan prabu Janoko yang dikenalnya sejak kecil. Betapa bangganya sang prabu memiliki mantu yang moblong2. Segera ditandatanganinya persetujuan untuk mengimpor TKW & TKM(anthili). Namun, beliau kecewa. Romo tidak berubah.
Walaupun sudah memiliki garwo yang demikian jelita, Romo tidak menyadari pengaruh Supoto Sharwono. Romo masih sering melakukan hobbynya – sodom sana sodom sini. Tiada hari tanpa mencari **lit pria. Ia tetap saja berhubungan kasih dengan Lesmono. Sesungguhnya, Lesmonolah kekasihnya yang paling sejati dan dicintainya. Walau ia menyukai Sinto yang kinclong2, baginya Sinto adalah sebuah status simbol. Untuk menunjukkan kedigdayaannya dalam memenangkan sayembara. Baginya pernikahan ini lebih bersifat formal institusional.
Prabu Dosoroto tidak tinggal diam. Dikerahkannya pendhito2 sakti dari seluruh pelosok untuk menangkal Supoto Sharwono. Semua gagal, Romo terus saja ber-hura2 dengan bunga2 jantan. Pernah prabu Dosoroto menelpon menteri agama RI. Dimintanya dukun sakti (yang membisiki supaya menggali situs Batu Tulis) untuk menangkal Supoto Sharwono. Dipanggilnya Ki Gendheng Pamungkas. Gagal juga.
Mungkin karena pengaruh Supoto Sharwono, Romo menjadi makin lupa daratan. Ia mecoba menggoda Radèn Bharoto. Percobaannya gagal total, Bharoto menolak Romo. Bharoto sangat kaget ketika mengatahui bahwa Romo seorang bisex. Berbeda dengan orang2 lain yang tidak berani berbuat apapun atas perbuatan Romo, Radèn Bharoto mengadu kepada ibunya. Dewi Kekayi sebenarnya hanya sebatas kaget tetapi emban Mantoro dengan cepat memanfaatkan situasi ini.
“ Wah, Gusti Dewi … kalau Radèn Romo berkelakuan seperti itu, rasa2nya ia tidak pantas menjadi raja. Lebih baik gusti Dewi melaporkan peristiwa ini kepada baginda raja. Dengan begitu putra gusti Dewi bisa madheg Raja “
“ Aku rasa sulit karena baginda sangat mencintai Romo. Lagipula, ia putra permaisuri sedangkan aku ini hanya garwo ampéan“
“ Nanti dulu, gusti …
Episode 5 :
Romogate
“ Nanti dulu, gusti … sebenarnya dari ke-empat putra kerajaan tak ada seorangpun yang bisa disebut putra permaisuri. Lha, bagi pendeta atau pendeta2, mereka semuanya permaisuri. Ini bisa kita permasalahkan. Dengan mengexpose masalah ini, baginda akan takut menjadi aib karena rahasianya bahwa istri2nya dikeloni orang lain terbongkar. Yang lahir duluan adalah dèn Bharoto, ini juga satu kartu truff kita“
“ Terus, apa rencanamu ? “
“ Nanti saya yang akan mempolitisir kasus susila ini dengan memprovokasi para tokoh2 agama, poltisi2, dll. Saya bisa memanipulasi dewan agama supaya mengeluarkan fatwa bahwa gay adalah nista dan tidak diterima menjadi raja. Saya akan kerahkan politisi2 kita untuk koalisi dengan partai2 untuk membuat pansus Romogate“
Dewi Kekayi menghadap Prabu Dosoroto dan mengadukan perilaku Romo yang menyimpang. Seketika itu juga sang raja paham bahwa supoto Sharwono sedang menikam dirinya. Sebagai raja beliau memiliki kekuasaan absolut. Beliau bisa saja menutup kasus ini, bahkan menghukum yang melaporkan namun baginda raja pasrah kepada karmanya. Terbayang jenasah Sharwono dan kedukaan kedua orang tuanya. Dengan perasaan sedih beliau menyerahkan masalah ini kepada pemuka2 negara. Waktunya telah tiba – Supoto Sharwono telah datang menjemput karmanya, beliau akan terpisah dengan putra tercinta. Dan ajal sedang menghampiri. Prabu Dosoroto menarik nafas, dan tanpa disadarinya ia menyenandungkan doa2 kematian. Bagi dirinya. …
Pada saat yang bersamaan, manuver emban Mantoro bekerja dengan efektif. Sebuah pansus Romogate dibentuk untuk mengadili kasus penyimpangan Romowijoyo, yang sebenarnya sudah lulus uji proper & fit untuk menjadi raja Ayudya. Namun yang terjadi mirip dengan kasus Anwar Ibrahim von Malaysia. Dari segi manapun Anwar dianggap mampu untuk memimpin Malaysia. Karena nila setitik, karena nyodomi sopirnya, rusak susu sebelangga.
Begitu pula halnya dengan Romo. Tak ada seorangpun yang meragukan kapasitas istimewa yang dimiliki Romo. Sebenarnya kelemahan Romo bukan masalah besar dalam hal tata negara. Ini masalah pribadi. Namun perilaku bisexual saat itu dianggap perbuatan nista. Keadaan bertambah parah karena maneuver2 politik dan provokasi emban Mantoro yang gencar. Prabu Dosoroto benar2 pasrah atas karmanya dan sama sekali tidak mencampuri Pansus Romogate. Terjadi heboh di Ayudyo dan akirnya pansus Romogate berhasil menjatuhkan Romo. Raden Romowijoyo dipidana, ditundhung (diusir) dari Ayudyo 12 tahun lamanya.
Kita tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Itu adalah intrik2 politik sukseksi. Yang sering terjadi adalah ‘sibling rivalry’ atau rivalitas antar saudara yang bisa kita perluas menjadi rivalitas antar kerabat. Kasus ini mendominasi kisah ini. Mahabharata adalah perang saudara tunggal embah. Pecahnya Mataram menjadi Paku Buowno, Mangkunegoro, dan Hamengkubuwono tak lain adalah kasus sibling rivalry. Terkadang sebenarnya sibling rivalry tidak begitu keras namun (selalu) ada pihak ketiga yang menunggangi rivalitas saudara sekandung itu. Di RI, kita lihat ada partai yang mengusung Rahmawati sehingga timbul sibling rivalry antara kedua mbakyu-adi ini. Dalam kasus retaknya Mataram, Belandalah si pihak ketiga.
Dalam pakem, kasus Romogate adalah rivalitas istri2 prabu Dosoroto. Dalam versi ini, pihak ketiga adalah mbok emban Mantoro.
Jika Romo ditundhung, kemungkinannya ‘salah’ atau ‘kalah’. Jikapun salah, mungkin kesalahannya bukan kasus homosexual. Bisa saja misalnya ia korupsi atau mismanagement. Atau, emban Mantoro yang mengusung Bharoto punya pendukung kuat sehingga bisa menjatuhkan Romo. Bisa juga terjadi, prabu Dosoroto dikalungi clurit dipaksa mengusir Romo dan mengangkat Bharoto. Kita tidak tahu apa yang terjadi. Seolah kita melihat sebuah kotak hitam. Tahu2 Romo terpental.
+ Lho, ki Dhalang, sik, sik, sik …
- Opo ?
+ Ini wayang kok nggladrah soal2 politik ?
- Lho, kan sudah tak bilangi cerita ini didominasi soal2 politik & militer ?
+ O, enggih dhing … lali kulo …
- Sopo jenengmu ?
+ Paijo
- Kéné duduk dekat aku kéné, tak jadikan asisten Dhalang
+ Nggih …. tapi Ki …, dhagelannya maaana ?
- … mengko ….
+ Nggih ….
Episode 6
Romo Tundhung
Ketika semua orang sedang heboh, ada seorang wanita yang sangat terpukul – Dewi Sinto ! Ia benar2 tidak mengetahui penyimpangan yang diderita suaminya. Lebih parah lagi ketika ia mengetahui bahwa madunya laki2 ! Namun ia tidak sempat berpikir panjang. Kejadian berlangsung begitu cepat. Kemarin tidak terjadi apa2, tahu2 kini ia harus berkemas mengikuti suaminya jadi makhluk terbuang.
Akhirnya, nyaris tanpa persiapan berangkatlah Romowijoyo dengan istrinya, diikuti adik kinasih Lesmono. Dalam versi pedalangan ini kelihatan aneh. Lesmono ikut pasangan yang memadu kasih. Apa ia hanya disuruh mrongos melihat Romo-Sinto karonsih sepanjang jalan ?
Begitu Romo bertiga meninggalkan Ayudyo, emban Mantoro bergerak lebih jauh dengan mengirimkan pasukan untuk membunuh Romo. Namun Romo & Lesmono mampu mengalahkan pasukan itu. Bahkan dari peristiwa itu, kedua satrio ini tahu bahwa emban Mantorolah aktor intelektual dibelakang pansus Romogate. Setahu Romo, Radèn Bharoto sama sekali tidak menunjukkan ambisi madheg narendro. Begitupun tante Kekayi, walaupun memiliki sifat iri, Romo menampik kemungkinan bahwa tante yang berada dibelakang semua ini.
Bagi Romo sebagai manusia pinilih, ini bukan masalah berat. Dengan tenang diterimanya pengusiran ini bagaikan sebuah acara piknik. Namun, di dalam hatinya ia bersumpah akan merebut kembali tahtanya dari emban Mantoro.
Dalam versi pewayangan, perjalanan ke pembuangan dihutan belantara adalah kisah romantis. Namun tidak demikian halnya dengan Sinto. Ini adalah sebuah malapetaka. Tiap kali suaminya pamit cari makanan Sinto tahu bahwa Romo sedang memadu kasih dengan Lesmono. Didepan hidungnya ! Wanita mana yang tidak sakit hati ? Tiap kali ditinggal sendirian dihutan, cuma disuruh mrongos membayangkan Romo & Lesmono ambung2an yang pasti berujung dengan kelonan.
Dulu di Manthili ia terbiasa hidup sederhana karena memang negaranya miskin. Ketika menjadi menantu Ayudyo, tiba2 ia bagaikan kéré munggah balé. Shopping barang2 mewah, pesta2, makan enak, hura2, dll. Belum lama ia menikmati semua ini, tiba2 ia sekarang terbanting harus mudun balé. Malah lebih miskin dari dulu ! Ia harus kemekelen makan daun, rumput2an, tekèk, thok-érok, bandhempo, escargot. Escargot ? Ada masakan Perancis ? Bukan, escargot itu bahasa Jermannya bekicot. Jalannya becek, banyak nyamoek, kalau hujan trocoh. Pokoknya, hidup serba horotoyonoh.
Ia berharap bersuamikan raja tetapi sekarang Romo malah di-phk, jadi kéré unyik tur madesu – masa depan suram. Sinto sudah tidak tahu harus berbuat apa lagi dalam mengemban tugas negara, meminta bantuan IMF. Lha wong suaminya sudah di Romogate-kan. Sudah ditinggal sodoman, jadi kéré, masih harus makan tekèk ! Menghadapi masalah itu lama kelamaan Sinto jadi tidak tahan hidup ngeres seperti itu. Ketika seseorang lewat membawa HP, ia pinjam dan kirim SMS kepada ayahnya supaya dijemput.
Menerima SMS dari alas gung liwang liwung Dhandhoko, segera Prabu Janoko mengirimkan surat balasan.
Pamuji Rahayu
Kata pembukaan … blah … blah … blah …
Betapa sedih hati ayahanda menerima kabarmu. Jika menuruti kata hati, rasanya aku akan segera menjemput putri yang kusayangi. Namun, ngger anakku, pahamilah posisi ayahmu sebagai narendro yang harus memenuhi sabdo pandito ratu. Kamu sudah kuserahkan kepada Radèn Romowijoyo dan aku tidak bisa dan tidak mau menjilat kembali pocapanku kecuali jika kamu dikembalikan padaku.
Keduakalinya, ingatlah kedudukanmu sebagai garwo, sigaring nyowo atau belahan jiwa. Tidak sepantasnya kamu meninggalkan suami yang sedang dalam kesusahan. Janganlah Swargo katut Neroko tidak ikut. Menjadi sisihan artinya selalu berada disisinya, baik dalam suka maupun duka. Jika ada masalah diantara kalian berdua, selesaikanlah diantara kalian berdua. Mertua tidak selayaknya intervensi urusan dalam negri, malah membuat situasi makin kisruh kehidupan rumah tanggamu.
Akirnya, besarkan hatimu, Radèn Romo bukan manusia sembarangan. Ia jalmo pinunjul. Ia pasti mampu mrantasi gawé. Mengingat beratnya keadaanmu, untuk sementara ini kutarik kembali tugas2 negaramu. Biarlah ini menjadi masalah para pranoto negoro.
Blah … blah … blah … penutup dan doa restu
Ayah bunda tercinta
Prabu Janoko
Menerima surat dari ayahnya yang begitu, Sinto jadi nglokro. Jika ayahnya saja tidak bisa dan tidak mau mengulurkan bantuan, siapa yang bisa ?
Episode 7
Sinto Mutung
Sementara itu Romo sedang bermuram durja. Bukan, bukan karena kekalahan politiknya ia bermuram durja. Bagi manusia unggul ini, peristiwa politik itu tidak membuat nyalinya jadi ciut, sebaliknya semangatnya makin makantar kantar. Ia bahkan sudah mempunyai konsep bagaimana ia akan membuat perhitungan. Yang membuatnya sesak hati adalah penyimpangan sexual yang dialaminya. Bukan maunya ia menjadi begitu, tetapi ‘kodrat’ atau apalah namanya. Itu menyebabkannya ia menjadi jalmo kesampar, makhluk yang terpinggirkan, yang dinista. Ia merasa kurang dihargai dan tidak diperlakukan dengan adil.
Tuna netra, tuna wicara, dll, diterima dengan baik dalam masyarakat. Bahkan penyandang2 cacat itu ada yang mendapat perlakuan istimewa. Bagi Romo, apa yang diidapnya adalah sebuah cacat, yang mungkin sifatnya biologis, sama halnya dengan kusta, kelumpuhan, dll. Mengapa kaum homosexual tidak mendapatkan kedudukan yang layak ? Terkadang Romo menjadi geram dengan apa yang dideritanya
Radèn Romowijoyo terjepit antara marah dan nelongso. Jika ia menuruti kodratnya sebagai bisex, ia akan berhadapan dengan tatasusila yang sudah mapan ber-abad2 lamanya. Jika ia mengingkari kodratnya, ia seolah bersikap lamis. Mengingkari jati dirinya yang sejati. Jika ia persetankan tata susila, ia akan menimbulkan heboh. Tetapi semua sudah jadi bubur, ia harus membayar mahal dampaknya. Ia terjungkal dari posisinya sebagai calon raja.
Nandang susah, lama kelamaan Sinto makin tidak tahan. Sinto tidak lagi sudi diduakan dengan laki2 lain. Laki2 lain ! Dengan wanita lainpun sudah cukup menyakitkan, apalagi dengan pria lain ! Jika ia membayangkan Romo & Lesmono karonsih, nafasnya menjadi sesak, badannya menjadi gemetar, tulang2nya serasa dicopoti. Tiap kali ia tinggal sendirian Sinto selalu merasa nglangut dan keinginannya pulang makin kuat. Ia menginginkan kehidupan ngejreng, bukan jadi kéré. Ia berambisi jadi permaisuri, bukan bini orang dihutan. Ia mangemban tugas negara ! Akirnya Sinto tidak tahan, dengan tersedu sedan ia menghadap Radèn Romowijoyo.
“ Kangmas, saya sudah mencoba dengan segala cara untuk menerima kenyataan bahwa saya harus hidup berbagi dengan pria lain. Namun kangmas, hati saya jadi remuk redam. Saya jadi lemas tiapkali mengingat keadaan ini. Saya menyadari bahwa keberadaan saya disini malahan menjadi duri dalam kehidupan kakanda. Seperti kata lady Di, … there is not enough room for the three … salah satu harus mungkur. Biarlah saya yang mungkur, kangmas. Biarlah kangmas berbahagia. Saya rela … pulangkan saya ke Manthili … “
Romo kaget dan ia coba mengalihkan perhatian : “ Yayi Sinto, maafkan aku sehingga adinda harus terpuruk di hutan Dhandhoko ini … keadaan memang berat bagimu, tetapi yakinilah bahwa Radèn Romowijoyo tidak akan tinggal diam. Aku rasa yang kau keluhkan adalah karena kesulitan ekonomi. Jika aku telah bisa atasi semuanya yayi Dewi akan mukti wibowo kembali seperti semula. Jika kamuktèn telah kita capai, semua yang yayi keluhkan akan hilang dengan sendirinya “
Namun Dewi Sinto tetap puguh. Ia mendesak bahwa salah satu, dirinya atau Lesmono harus mungkur. Romo serba salah. Sebenarnya ia lebih mencintai Lesmono, tetapi memulangkan Sinto menjatuhkan kedudukannya sebagai satrio yang harus mempertahankan apa yang telah disanggupinya. Belum lagi jadi raja, ia sudah mengingkari kesanggupannya. Jika ini dilakukan, musuh2 politiknya bisa memlintir kasus ini (lagi).
Diantara 3 orang itu Lesmonolah yang paling sumèlèh hatinya. Ia menerima kodratnya sebagai gay. Ia tidak bersikap lamis. Ia tampil dalam jatinya sebagai gay. Cinta kasihnya kepada kangmasnya, yang juga junjungannya, adalah sebuah cinta suci. Baginya, mencintai adalah memberi. Menirukan Ebiet … cinta tidak mesti bersatu …. Sebagai pribadi perasa melihat Romo gundah ia tahu gelagat. Ia tanggap ing sasmito, paham dengan apa yang berkecamuk didada pujaan hatinya. Ia merasa sedih akan peristiwa yang sedang dialaminya tetapi ia iklas. Biarlah pujaan hatinya bisa melaksanakan dharmanya.
Episode 8
Lesmono Mungkur
“ kangmas Romowijoyo … telah sekian lama saya mengikuti pembuangan di alas Dhandhoko ini, … saya rasa sekarang waktu yang tepat bagi saya untuk menyendiri dalam sepi, … menyucikan jiwa saya dengan bertapa puja semedi ditempat yang jauh, kakanda. … Saya … tidak akan kembali lagi … “ Lesmono bicara dengan sikap tegar namun terlihat ada yang kontras, ia menggigit bibirnya. Seperti perempuan. Matanya kembeng2. Romo juga tanggap ing sasmito, ia paham bahwa adiknya yang dicintainya telah mungkur, mengorbankan dirinya. Romo serba salah, menahan salah, melepaskan juga keliru. Tetapi Lesmono sudah bulat tekadnya. Romo berusaha menahan namun ini tak lebih dari sikap sopan santun. Dari kejauhan, Sinto tertunduk menahan haru menyaksikan kakak beradik yang saling mencinta itu berpisah. Demi dirinya. Hati wanitanya yang lembut terasa tergores, menyesal telah mengusir Lesmono. Namun kembali badannya merasa lemas menyaksikan bagaimana kedua insan itu berangkulan menghilang di kerimbunan hutan. Kelonan … kelonan yang pungkasan.
Akhirnya, Lesmono pergi meninggalkan alas Dhandhoko. Untuk bertapa disuatu tempat yang tidak jauh dari situ. Setiap hari ia hanya sesaji, tabur bunga, dan bertapa menggumamkan puja puji kepada Dewata2 di kahyangan. Diiringi tangis pilu burung Kedhasih.
Untuk kesekian kalinya Romo terhimpit rasa salah, sedih, sekaligus marah. Marah kepada Bhatoro Komojoyo yang telah membuatnya ia mencintai sesama pria. Adiknya, lagi. Namun dengan cepat Romo menyadari bahwa memang cinta itu buta. Cinta tidak mengenal ras dan bangsa. Tidak perduli dengan umur dan tidak harus antara pria dengan wanita. Bisa saja kasih sayang antara binatang dan manusia, cinta ayah-bunda, cinta saudara kandung, dan pria dengan pria serta wanita dengan wanita. tidak perduli kedudukan, bisa saja si miskin jatuh cinta kepada yang kaya dan sebaliknya. Panah asmara Betoro Komojoyo memang sakti, siapapun tak akan berdaya menghadapinya. Cinta itu buta …
Sementara kita tinggalkan dulu kemelut cinta segitiga di hutan Dhandhoko. Sepeninggal Romo Prabu Dosoroto sangat berduka. Ia sangat sedih kehilangan Romo dan batinnya resah menyerahkan kekuasaan negara kepada Radèn Bharoto yang pribadinya lemah, mudah ditunggangi pihak lain. Begitu sedihnya Prabu Dosoroto sehingga beliau jatuh sakit sampai ber-bulan2 lamanya. Supoto Sharwono telah menjemput baginda raja. Beliau meninggal dalam kesedihan yang nestapa.
De Juro, raja Ayudyo adalah Prabu Bharoto tetapi de facto ratunya adalah emban Mantoro yang menjabat sebagai menteri sekretaris negara. Kekuasaannya begitu besarnya sehingga sekretaris negara seolah menjadi negara dalam negara. Semua pejabat2 penting diganti oleh orang2 mbok emban. Semua keputusan2 penting harus melalui sekneg. Orang2 yang setia kepada Romo dipinggirkan. Ada yang dipensiun, di phk, di dubeskan, sampai dipenjara. Banyak yang terbunuh tanpa ketahuan kuburnya. Kekuasaan Rekyono Patih, yang seharusnya lebih tinggi dari Sekneg dilucuti.
Radèn Bharoto dan biyungnya Dewi Kekayi tak lebih dari simbol negara. Ayudyo yang semula monarchi absolut menjadi semacam kerajaan di Timur Tengah dulu, dimana kekuasaan berada ditangan para wazir. Sultan tak lebih hanyalah symbol. Emban Mantoro sangat berkuasa dibidang keuangan. Semua pendapatan & belanja negara berada dibawah ketiaknya. Ia memperkaya diri mengejar mukti wibowo dengan korupsi.
Di Manthili keadaan jadi runyam. Sebelum Romo ditundhung banyak2 proyek2 yang didanai Ayudyo. Begitu Romo ditundung, bantuan keuangan dari Ayudyo tersendat, praktis terhenti. Proyek2 terbengkalai, pengangguran meruyak, dan mata uang njondhil2. Jatuh dari 2,500 ke 7,500 terus naik turun tidak jelas juntrungnya. Tiap kali Ayudyo minta bantuan selalu harus melalui emban Mantoro. Ketika Prabu Dosoroto sakit dan kemudian meninggal, Ayudyo seolah kepatèn obor. Ayudyo kehilangan koneksi dan terpaksa berurusan dengan emban Mantoro. Tiap kali mbok emban dimintai bantuan, jawannya selalu enggah enggih tetapi tidak pernah kepanggih. Seringkali bersikap seperti IMF, rewel. Harus begini, begitu, beginu. Pembesar2 Ayudyo sampai jengkel. Hubungan diplomatik jadi tegang. TKW & TKM(anthili) dipulangkan semua dari Ayudyo. Begitu jengkelnya sampai Manthili membuat stempel raksasa bertuliskan satu kata. Tiap kali emban Mantoro membuat syarat macam2, langsung dicap dengan stempel merah itu, yang sebesar kwarto – Prèk !
Gambar : Lesmono & Romo sedang karonsih.
Episode 9
Sinto Purik
Dihutan Dhandhoko, sepeninggal Lesmono, keadaan tidak menjadi lebih baik. Romo sering termenung menyendiri memandang bulan merah sambil menyenandungkan lagu2 putus kasih. Hatinya sedih membayangkan adik kinasih sendirian bertapa di gua yang sunyi sepi. Ia menyesal telah melepaskan orang yang paling dicintainya, demi laku satrio utomo, yang sebenarnya sikap lamis. Demi ambisi politiknya untuk kembali madheg narendro dengan mengorbankan orang yang ingin menyayanginya dan menyanding orang yang tidak begitu disayangi.
Melihat kenyataan seperti itu, Sinto menyadari bahwa ia sedang menghadapi kenyataan pait. Cinta Romo hanya untuk adi kinasih walau orangnya telah mungkur. Yang dimiliki Sinto hanyalah sosok Romo, bukan hati Romo. Yang dihadapnya hanyalah raga Romo, bukan sukmanya. Yang digenggam Sinto hanyalah secarik kertas nikah, bukan jati diri Romo. Sukma Romo tidak disisihnya, tetapi mengembara ke gua sunyi mendengarkan dengung kidung2 Lesmono. Melihat kenyataan itu, Sinto makin merana. Ia dinikahi bukan atas dasar cinta. Ia tak lebih dari sebuah vas bunga pajangan. Entahlah, untuk menunjukkan betapa saktinya Romo dalam memenangkan sayembara, dharma sebagai satrio utomo atau hanya sebagai padalan ambisi politik Romo.
Air mata Sinto sudah habis. Sinto sudah mutung, hatinya retak ber-keping2. Ia sudah tidak bisa lagi menangis. Harga dirinya sebagai wanita tertusuk “ Aku bukan vas bunga, aku wanita yang merindukan kasih sayang dan pelukan mesra. Aku sisihan yang seharusnya disisimu, bukan hanya status ” Disisi lain, Sinto terhimpit rasa bersalah telah mengusir Lesmono. Salah apa dia ? Selama ini, pemuda lembut ini sikapnya sangat baik kepada Sinto, nyaris sempurna. “ Mengapa aku tega kepadanya … ? “
Makin hari hati Sinto makin kalut. Ia serba salah. Sikap Romo kepadanya baik bahkan ia rela berpisah dengan yang tersayang. Sinto tidak punya alasan apapun untuk merajuk. Ia tidak bisa memaksa Romo mencintainya. Pada suatu hari ketika Romo sedang berburu mencari makanan, Sinto nekat minggat dengan meninggalkan surat singkat yang ditulisnya pada daun2 hutan.
Kangmas Romowijoyo
Sepeninggal dhimas Lesmono akhirnya saya menyadari bahwa cinta kasih kangmas hanya untuknya seorang. Bagi kangmas, saya tak lebih sebuah pelengkap untuk memenuhi statusmu. Kita tidak perlu berpura pura lagi bahwa kita bukan garwo, bukan sigaring nyowo. Oleh karenanya saya meninggalkan kangmas. Kita bercerai. Itulah yang terbaik bagi kita beriga, Saya akan mencari dhimas Lesmono untuk minta maaf dan memintanya kembali bersatu dengan kangmas. Kemudian, saya akan mengembara mengikuti jejak kaki. Semoga bahagia selalu.
Salam hormat
Sinto
Tersaruk saruk Sinto meninggalkan hutan Dhandhoko. Ia benar2 tidak tahu harus kemana pergi. Ia tidak tahu dimana Lesmono. Tidak mungkin ia pulang ke Manthili karena ayahnya telah wanti2 kepadanya untuk tidak purik. Ia jerih kembali ke Romo, hatinya sakit melihat Romo hanya menatap bulan merah membayangkan Lesmono. Sinto sudah mutung, tung. Belum lagi becek, digigit nyamuk, makan tekèk, dll. Ia melangkah dan melangkah terus mengikuti langkah kakinya. Dalam bayang2 rasa bersalah karena mengusir Lesmono ….
Tanpa disadarinya ia telah keluar dari hutan Dhandhoko dan masuk laladan lain. Hutan Jantoko yang gelap pekat, tempat yang gawat ke-liwat2. Jika ada sato kewan masuk, pasti mati. Apalagi jika itu bangsanya ayam, bebek, kambing, sapi. Pasti jadi ingkung, tong-sèng, empal atau steak. Jika ada manusia masuk kesitu, harusnya mati. Tetapi laladan ini lebih gawat. Yang masuk mesthi disiksa, dislomoti rokok, dan ditempilingi dulu. Banyak manusia hilang disini tanpa ketemu kuburannya. Wé lha dalah gawat nian …. , laladan apa ini ? DOM ! … daerah operasi militer. Wuaduh, lantas siapa komandan DOM-nya ? Dalam keremangan samar2 muncul sosok tubuh tinggi besar. Rahang bawahnya panjang dan taring tunggalnya mencuat keatas mingis2. … Kolonel Telik Sandi negara adidaya Alengko Dirojo ! … Dityo Kolo Marico !
Eèèèng … ing … èèèèèèèèèèèèng …..
+ Kiiiiiii… !
- Opo …. !
+ Gamelannya kok begitu ?
- Iki gamelan Londo, tau’ ?
+ Begini saja, Ki : mung, mung gung mung gung mung gung mung .., mung …
- Emoh ah, èlik
+ Kok jelek ?
- Suaramu pating gedhumbrèng koyo èmbèr di thuthuki !
+ Wo, nggih …
Tidak ada komentar:
Posting Komentar