Jumat, 09 November 2012

Parwo Ranjapan

Ramayana – VII. Parwo Ranjapan


Surat Tantangan.
Apa yang diungkapkan para gerilyawan tidak sepenuhnya benar. Walaupun pas2an, Kapi Mendo mengurus negara dengan cukup baik. Tuduhan bahwa pejabat2 bawahan Mendo korup diragukan. Siapa yang berani kurang ajar dengan Resi Subali. demikian juga halnya Subali, ia menjalankan kewajibannya sebagai raja cukup baik.

Apa yang disampaikan para gerilyawan sebenanrnya adalah ‘pembenaran’ untuk kedok ambisi masing2. Sugriwo memang dari dulu berambisi menjadi raja. Walaupun ia lebih baik, tidak berarti Resi Subali tidak becus. Anilo berambisi duduk kembali menjadi Rekyono Patih. Kapi Jembawan sangat mencintai Sugriwo dan ia akan berbuat apapun agar gegayuhan momongannya tercapai. Seperti Haryo Suman (Sengkuni) yang berbuat apapun demi keponakan2nya, Kurowo.
Romo dengan kanggunannya sangat pandai mengkamlufase ambisinya se-olah apa yang akan dilakukan adalah ‘membela kebenaran’. Sebenarnya ia bersikap licik, pengecut dan tengik. Namun karena paindainya, tidak kelihatan. Ia membungkus ambisinya dalam sutro dewonggo sehingga Kapi Senggono Anomanpun yang masih beliapun terpesona. Ia berdalih menaikkan Sugriwo demi masyarakat Poncowati. Dalam penampilannya yang bersahaja, kini tampak sosok Romo yang sejati. Ia adalah gladiator. Lahir untuk bertarung. Ia akan menyabung nyawa mengusik wanoro digdoyo, Resi Subali.
Sebenarnya apa tujuan koalisi ini ? Kehendak untuk berkuasa. Ada faktor Dewi Toro disini tetapi sebenarnya Dewi Toro adalah ‘negara’ atau ‘kuasa’. Ini adalah koalisi durjono. Yang hendak melakukan makar dengan rojopati.
Ada satu yang diungkapkan dengan benar. Yaitu Dewi Toro sebenarnya tidak menyukai Resi Subali yang dingin dan tidak banyak bicara. Dewi Toro (dan juga Anjani) lebih menyukai Sugriwo yang berpribadi lebih hangat. Pasangan ini terjebak dalam peranan masing2. Dewi Toro adalah simbol negara dan ia harus menepis pribadinya demi negara. Subali mempertahankan Toro se-mata2 karena tidak rela istrinya diminta orang yang didendaminya. Orang yang sampai hati menguburnya hidup2 di gua Kiskendo.
Sugriwo mencak2 membaca ancangan surat tantangan yang ditujukan kepada Resi Subali. “ Ini surat tantangan bunyinya men-dayu2 seperti lagu ndang ndut iki piyé ? Mustinya dibuat yang provokatip supaya kakang Subali ngamuk. “
“ Wo, nggih “ Kapi Jembawan menulis ulang nawolo dan kemudian surat singkat itu dibacanya.
Kakang Subali
Sudah berulang kali aku mohon maaf kepadamu tetapi tidak pernah ada hasilnya. Kini aku tidak lagi minta maaf lagi kepadamu. Ketahuilah kakang Subali bahwa sebenarnya kakang tidak becus jadi narendro. Aku yang bisa. Dewi Toro tidak mencintaimu, kakang. Aku yang selalu dihatinya.
Janganlah kakang menjadi kumalungkung dan jumowo. Kini hari pengapesanmu telah tiba, kakang. Lepaskan tahta dan diajeng Toro. Minggatlah dari Poncowati supaya tidak menjadi bangkai.
Jika ingin jadi bangkai, datanglah ke lapangan Minggiran. Terimalah hari pungkasanmu.
Tertanda
Prabu Sugriwo
“ Nah, begitu “ Sugriwo puas, ia kemudian memandang Anilo “ Lemparkan surat ini ke jidat Kakang Subali “ Anilo kaget dan meng-geleng2kan kepalanya sambil mengeluh mbotan mboten. Melempar jidat Resi Subali ? Siapa yang berani ? Edan opo ?
Romo bertanya “ Mengapa Anilo ? “
Anoman menjawab : “ Karena gaya tarungnya hit & run – tabrak lari. Pekerjaan itu paling pas dilaksanakan Anilo “
“ Apa nama prajurit menampik tugas, Anoman “
“ Desesrsi “
“ Apa hukumannya ? “
“ Pejah (mati) “ Suara Anoman terasa berat, tanda tidak mau kompromi. Tiba2 Lesmono merentang gendewa. Mata pemuda ayu itu tajam menatap leher Anilo. Tangannya kelihatan pengkuh dan mengancam. Tak ada keraguan setitikpun terbayang pada sikapnya. Anilo kaget dan dengan ter-bata2 ia berkata ‘ sendiko, …. sendiko, … “ Sambil menyambar nawolo dari tangan Jembawan ia lari pontang panting. Walau ia pendek dan perutnya mètèl2, kecepatan lari Anilo melebihi Lamborghini.
Militerisasi ! Lesmono mulai menerapkan disiplin jurit. Penampilan Lesmono memang menyesatkan. Dibalik penampilannya yang lembut tersembunyi sosok jurit yang sangat disiplin dan tidak mengenal kompromi.
Episode 39
Sugriwo Subali Tanding
Gerilyawan Reksomuko sudah runtuh moralnya menghadapi kesaktian Resi Subali. Mereka yang dirundung putus asa menjadi kehilangan disiplin seperti tercermin dari sikap Anilo. Kini, dibawah kepemimpinan Romo, sikap itu tidak ditolelir lagi.
Sambil berkeringat dingin, Anilo mengintai Resi Subali yang sedang membersihkan Pamujan Kiskendo. Hari itu sang Resi berpakaian kapanditan yang serba putih. Diluar Kapi Mendo sedang mempersiapkan berkas2 dokumen negara untuk ditandatangani. Hati Anilo berdegup kencang. Ia gentar tetapi ia harus melaksanakan tugasnya. Dengan sekuat tenaga dilemparkannya nawolo itu ke Resi Subali. Karena gugup, surat melenceng dan jatuh ditempat lain. Tanpa menoleh lagi Anilo kabur secepat angin.
Seorang cantrik yang menemukan surat tadi kemudian menyerahkannya ke Resi Subali. Sebenarnya tidak perlu membuat surat yang begitu provokatif. Cukup mengirim gambar Sugriwo pasti Subali akan naik pitam. Begitu selesai membaca surat Subali langsung murka. Sambil memaki bedhas bedhès Subali melekit menuju lapangan Minggiran. Selalu begitu, tiap kali marah ia lupa bahwa dirinya juga bedhès.
Kapi Mendo kaget momongannya tiba2 menghambur keluar dari pertapan. Dengan ter-saruk2 diikutinya momongannya. Alangkah kagetnya ketika ia memperhatikan bahwa dibelakang Subali ada bayang2 cahaya muram. Ia mengenali sosok bayangan itu, Sang Hyang Yomodipati. Dewa kematian. “ Ketiwasan Gus Subali ….. “ Kapi Mendo meraung tetapi Subali sudah tidak mampu mendengar apa2 lagi. Dibenaknya hanya ada satu, membunuh Sugriwo.
Sementara itu dilapangan Minggiran para gerilyawan telah memasang jebakan. Semua bersembunyi dibalik geerumbul. Lesmono siap dengan ratusan anak panahnya dan Romo dengan panah Guwowijoyonya. Dijalan menuju lapangan Minggiran, seorang narpati telah disiapkan untuk menjegal Kapi Mendo supaya tidak menggagalkan rencana.
Hari ini Prabu Sugriwo berpakaian keprabon lengkap. Pakaiannya ketika ia masih narendro di Poncowati. Biasanya jika berhadapan dengan kakangnya ia selalu merasa kalah sebelum bertarung. Hari ini ia sama sekali tidak gentar. Semangatnya me-nyala2. Ini hari besarnya dimana orang yang dibencinya akan lenyap dari bumi. Sugriwo beringas :“ Modiar kowe, kakang Subali. “
Seperti telah diramalkan, Subali benar2 leno. Ia tidak memperhatikan kiri kanannya. Ketika dilihatnya Sugriwo, tanpa banyak bicara ia langsung melabrak Sugriwo. Terjadilah perang tanding antara kakak-beradik sekandung. Sejak lahir mereka tidak pernah akur, selalu rebutan. Apapun mereka perebutkan. hari ini mereka berdua sama2 lelah. Subali lelah karena tiap kali akan mengakiri selalu di-halang2 anak mbakyu Anjani. Yang menghambatnya bukan karena mbakyunya saja tetapi ia enggan bertarung dengan seseorang yang mungkin anaknya sendiri. Se-galak2nya macan, ia tidak akan memangsa anaknya sendiri. Tetapi, hari ini Subali bukan hanya seekor macan. Ia menjadi kanibal. Kini ia tidak peduli lagi. Surat itu benar2 membuatnya mata gelap. Jika perlu dua2nya akan dibunuhnya. Subali lupa bahwa ia adalah seorang Resi yang tidak pantas berbuat demikian. Kealpaan yang fatal.
Sugriwopun lelah tiap kali dihajar. Iapun sudah dibutakan oleh mélik, ambisi untuk berkuasa dan menyanding wanita yang dicintainya. Ia sudah tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Ia sudah tidak peduli lagi dengan saudara kandungnya. Ia tidak peduli lagi bahwa ia adalah raja pengecut yang berlindung diketiak mbakyunya. Mengandalkan orang yang mungkin anaknya, yang seharusnya dilindungi. Ia berkolusi dengan orang asing, satria tiban dari antah berantah. Ia menggadaikan negara demi ambisi pribadinya. Ia membiarkan dirinya diperalat Romo. Ia memang berbakat mengatur negara tetapi ia tak lebih dari raja tengik. Ia ingin melihat kakangnya yang menghantui hidupnya mati. Hari ini adalah hari penentuan, salah satu akan mati.
Beberapa saat pertandingan Sugriwo-Subali berlangsung alot. Subali sempat heran, biasanya dalam beberapa gebrakan Sugriwo akan me-lolong2 kesakitan tetapi sampai detik itu Sugriwo kelihatannya menjadi lebih perkasa dari biasanya. Ada apa ? Tetapi Subali sudah dibuta tulikan oleh dendam kesumatnya. Ia sudah tidak mampu lagi melihat kejanggalan ini.
Episode 40
Subali Leno
Dari selatan Lesmono makin mendekat. Ia serba salah, jika terlalu jauh, akan ada terlalu banyak panah yang mengenai Sugriwo. Jika mendekat, ia kawatir Subali bisa merebut gendewanya.
Dengan ragu2 ia mendekat. Pada saat yang dirasanya tepat, ia memberondongkan anak2 panah ketubuh Subali. Banyak yang mengenai Subali tetapi tidak mempan ! Beberapa berhasil ditangkis Resi Subali. Kini Lesmono sudah tidak ada pilihan lain lagi, ia makin mendekat agar panah2nya bisa menghunjam badan Subali. Setelah mendekat, anak2 panah itu mampu melukai. Subali menoleh keselatan dan dilihatnya Lesmono dibawah pohon menembakinya dengan panah2. Walaupun kebal, anak2 panah itu menyakiti Subali. Tiap kali Subali berusaha melabrak Lesmono, Sugriwo memanfaatkan kesempatan itu untuk menghantam kakangnya.
Bukan Resi Subali jika ia tidak bisa mengatasi keadaan. Karena kesakitan Subali makin mengganas. Ia mengabaikan Lesmono dan memusatkan kembali perhatiannya kepada Sugriwo. Tubuh Sugriwo, seperti biasanya, menjadi babak belur. Beberapa anak panah Lesmono yang mengenai tubuh Subali sudah tidak dipedulikan lagi.
Subali mengendus kehadiran orang ketiga, Romo. Dengan murka Subali menantang : “ Hey, satria2 pengecut jangan curang ! Hadapi Resi Subali dengan jantan ! “ Kedua satria itu tidak menghiraukan penghinaan Subali. Lesmono makin gencar memanah Subali dan Romo makin mendekat. Mengetahui dirinya dikeroyok, Subali matak aji mengerahkan senjata pamungkasnya. Dengan sekuat tenaga ditendangnya kaki Sugriwo dan preg ! kaki Sugriwo patah. Sugriwo berdebum tumbang ketanah.
Anoman terkesiap melihat keadaan itu. Segera dikalungkannya kain jarik ibunya dipundaknya. Anoman tiarap dan seperti cecak mendekat ke palagan. Ber-jaga2 jika skenario tidak berjalan seperti rencana. Ia akan melarikan oom Sugriwo.
Subali bersiap melambungkan badannya untuk menggejros tubuh Sugriwo yang terkapar ditanah. Gejrosan terakir. Kali ini ia akan meremukkan tubuh Sugriwo. Selamanya.
Pada saat bersamaan, tiga orang bergerak hampir serempak. Anoman melejit lari menuju tubuh oom Sugriwo untuk diselamatkan. Lesmono sekaligus merentang beberapa anak panah untuk mencegah Subali melambung. Dari utara Romo melepaskan panah Guwowijoyo. Desing Guwowijoyo yang lain dari panah biasa menyadarkan Subali bahwa ini bukan panah sembarangan. Dalam waktu yang hanya sepersekian detik, Subali punya 3 pilihan. Meremukkan Sugriwo sebelum disambar Anoman, menepis panah2 Lesmono atau menghadapi panah sakti. Dengan cepat Subali memutuskan untuk menghadapi panah sakti dulu. Dengan trengginas ditangkapnya Guwowijoyo. Tetapi waktu yang hanya sepersekian detik telah membuatnya terlambat.
Pada detik itu Anoman berhasil meyerobot, menyambar tubuh oomnya dan dilarikan ketempat yang aman. Seluruh panah Lesmono menancap ditubuh Subali sehingga ia seperti landak.
Anak panah berhasil ditangkap Subali tetapi hulu ledak panah terlanjur melesak ditubuhnya. Terdengar suara blug ! Seperti suara kelapa jatuh dari pohon. Raut muka Resi Subali menampakkan kesakitan yang luar biasa. Tetapi tubuhnya tetap utuh, tidak hancur ber-keping2 seperti yang direncanakan. Subali masih berdiri tegak dengan gagahnya. Lesmono ternganga melihat Resi Subali tidak bergeming. Brondongan panahnya terhenti.
Semua yang dibalik gerumbul bercelingukan. Subali tidak mempan kena panah nuklir ? Semua yang disitu menjadi giris. Ah, satria2 tiban itu satria gombal semua. Mana, Resi Subali kok tidak meledak ? Semua tiba2 menjadi kecut dan siap2 melarikan diri, seperti biasa, menghindari amukan Resi Subali. Satria gembus ! Demikian yang menonton misuh2 kepada Romo. Sambil mengempit gendewa, pelan2 Romo mendekati Resi Subali yang masih memegangi anak panah.
Sebenarnya Guwowijoyo telah menunaikan tugasnya dengan baik. Panah itu meledak di dalam tubuh Resi Subali. Namun, atas kesaktiannya, ledakan panah teredam. Raga Subali masih utuh tetapi jerohan (bagian dalam) tubuhnya telah luluh lantak menjadi bubur. Dengan sikap masih gagah, Resi Subali menyongsong Romo yang mendekatinya.
Semakin mendekat, jalan Resi Subali makin tidak lurus lagi. Subali ter-seok2 dan muntah darah. Darah keluar dari hidung dan telinganya. Dengan sempoyongan ia menyongsong musuh barunya. Akirnya Subali terjatuh. Ia meneruskan langkahnya dengan jèngkèng, lututnya tertekuk. Nafasnya ter-sengal2.
Episode 41
Tragedi Subali
Ketika sudah makin dekat Subali sudah tidak mampu jèngkèng lagi. Ia merangkak dan nafasnya makin kembang kempis. Baju putihnya sudah menjadi merah darah.
Ketika Romo sudah didepannya Subali rubuh. Namun kera sakti itu tidak mengenal kata menyerah. Berulangkali ia berusaha tegak tetapi senantiasa jatuh kembali. Tiba2 ia mampu berdiri tegak. Tangannya berusaha mencekik Romo. Mukanya berhadapan dengan muka Romo. Dengan suara terputus dan megap2 Resi Subali berkata “ Satria tengik pengecut …. “ Subali menghina Romo dengan meludahinya. Yang keluar bukan ludah tetapi darah yang menyembur muka Romo. Wajah Romo menjadi sangat mengerikan karena berlumuran darah.
Wajah Romo dingin tanpa expresi. Tangannya menekan panah Guwowijoyo yang menancap ditubuh Subali. Sembari berkata nyaris berbisik “ It is nothing personal …. strictly business “ dan, … bless ! panah makin melesak kedalam. Subali melotot menahan sakit, darah kembali meleleh dari mulut, hidung dan telinganya. Kehabisan tenaga, Subali makin sempoyongan dan merangkul Romo untuk berpegangan. Tidak lama kemudian Subali melorot dan rubuh terkapar ditanah. Resi yang kesaktiannya nyaris tak tertandingi ini telah gugur.
Romo membersihkan darah yang berlumuran diwajahnya dan kemudian ia duduk bersimpuh dalam sikap berdoa. Mukanya tengadah kelangit dan telapak tangannya menadah langit. Bibirnya mengidungkan ayat2 kematian, mengantarkan Resi Subali pulang ke asrono pungkasan.
Satu demi satu gerilyawan Reksomuko berdatangan dan meniru Romo, berdoa. Kapi Mendo yang sudah dilepaskan melolong menangisi kepergian momongannya yang dicintainya. Anoman yang telah kembali kepalagan menyelimutkan jarik biyungnya ke zenasah oomnya. rahangnya terkatup menahan haru. Ia berkata dalam hati “ sugeng tindak, oom … “ air mata meleleh disudut prajurit tangguh ini. Mata Jembawanpun ber-kaca2. ia ingat masa itu, ketika ia dan kapi Mendo mengasuh Radèn Guwarso & Guwarsi.
Banjaran (kisah) Subali adalah sebuah tragedi. Ketika kecil ia kurang mendapat kasih sayang. Remaja kena kutukan sehingga menjadi kera. Ketika dewasa, ia dikubur hidup2 disebuah gua. Dikianati oleh saudara kandungnya sendiri. Kemudian ia terlempar kekedudukan yang tak diingininya. Ia juga juga harus menikah dengan wanita yang tidak dicintai. Sepanjang hidupnya ia tersiksa oleh dendam kesumat. Bahkan sampai matinya, Subali tidak pernah bisa memaafkan. Sekarang Subali telah menerima nasib yang pungkasan : dibantai oleh suatu gerombolan dengan cara tengik.
Menurut pakem, Subali dibunuh karena mengajarkan aji Pancasona kepada Prabu Rahwono. Ini adalah alasan yang terlalu di-cari2. Men-cari2 pembenaran untuk menggulingkan pemerintahan yang sah. Lebih masuk akal versi ini – motivasi politis. Dalam versi ini, kisah diplintir seolah Subali membunuh dirinya sendiri karena terbalut dendam kesumat. Mungkin benar, tetapi siapa pembunuh Subali ? Romowijoyo !
[Kisah pembantaian Subali mirip kisah Haryo Penangsang van Jipang Panolan. Silahkan simak posting Aryo Penangsang.]
Gua Kiskendo berubah fungsi berulang kali. Semula gua itu tempat bersemayam Prabu Maesosuro, menjadi tempat Subali terkubur hidup2, menjadi kasatrian Sugriwo, dan menjadi sanggar pamujan. Sekarang swargi Resi Subali disemayamkan digua Kiskendo.
Sepeninggal Resi Subali Sugriwo jumeneng noto kembali menjadi raja di Poncowati bergelar Prabu Sugriwo. Sugriwo bagaikan terlepas dari tindihan gunung didadanya. Kini gunung yang menindih jiwanya telah swargi. Betapa besar rasa terimakasihnya kepada Romo yang telah membantunya jumeneng noto dan mempertemukan kembali dengan wanita yang dicintainya. Ia ‘menggadaikan’ negara Poncowati kepada ‘pasukan asing’, Romo. Beruntung ada Kapi Jembawan yang cerdik yang melindungi Poncowati supaya tidak diperalat habis2an.
[ Persis seperti kisah Sunan Pakubuwono II yang menggadaikan negara kepada Kumpeni karena tidak rela negaranya dikuasai saudara2nya, Hamengku Buwono dan Mangku Negoro.]
Dewi Toro kembali dinikahi. Dewi Toro menikah dengan swargi Subali ketika Sugriwo dikalahkan. Sekarang Subali telah swargi dan ia kembali menjadi istri sang pemenang, Prabu Sugriwo.
De juro raja Poncowati adalah Prabu Sugriwo tetapi sebenarnya de facto rajanya adalah Prabu Romowijoyo. Secara fungsional jabatan Romo adalah Senopati ing Alogo atau Panglima Besar Poncowati dalam proyek expansi Militer. Sejak peristiwa palagan Minggiran Romo naik daun bak meteor. Ia menjadi junjungan warga Poncowati.
Posting iki ana emperé karo tragedi Subali
Kriteria suksesi jaman kesultanan Demak ora cetho. Embuh opo jalarané
Sultan Trenggono njumenengaké Joko Tinggkir, mantuné. Dudu Aryo Penangsang soko Jipang Panolan. Mbokmenowo margo Joko Tingkir luwih ngawaki dadi narendro opo nggegayuh supoyo keturunané biso langgeng dadi Sultan Demak. Anaké Joko Tingkir utowo Sultan Hadiwijoyo, rak yo putuné. Utowo, Sultan Trenggono prikso yèn Aryo Penangsang duwé pengapesan sing ndrawasi – neson. Sing sopo baé madheg naréndro ora keno duwe sifat iki. Embuh, ahli sejarah mbokmanowo biso paring prikso.
Aryo Penangsang antuk dukungan Sunan Kudus. Kanjeng Sunan ugo mangerti yèn pengapesané Penangsang dumunung ono ing wataké sing neson iku. Sawijining wektu kanjeng Sunan dhawuh Aryo Jipang supoyo poso 40 dino 40 wengi, antarané ora pareng nesu. Dhawuhé dilakoni kanthi disiplin nganti 39 dino, kalis ing sambékolo. Ora nesu babar pisan. Kanjeng Sunan Kudus karenan penggalihe dhéné sing di-gadhang2 jumeneng noto ing kasultanan Demak biso nglumaksanakké dhawuhé kanthi becik.
Sultan Hadiwijoyo dhawuh trio (miturut de Graf) preman2 Mentaok asal soko déso Sélo : Ki Gdé Pemanahan, Ki Penjawi, lan Ki Juru Martani supoyo merjoyo Aryo Penangsang. Trio iki ngejokké Danang Sutowijoyo, atmajané Ki Gdé Pemanahan, sing isih bocah dadi agul2ing yudo. Ki Juru Martani ngerti pengapesane Aryo Penangsang ngréko doyo supoyo Penangsang nesu. Kupingé Pekathik, abdi kinasih Aryo Penangsang sing ngopeni jaran Gagak Rimang diperung nganti gudras ludiro. Kupingé sing siji dikalungi nawolo provokatif.
Pekathik mlayu nggenjring karo sambat2 ngaruoro sowan gustiné. Wektu iku Adipati Jipang lagi suko parisuko bujono ondrowino puputan anggoné poso ora olèh nesu. Weruh abdine kinasih kaing2 karo nyaoske nawolo provokatif, Aryo Penangsang muntab nesu. Lali karo wewaleré Kanjeng Sunan lan marakké pasané batal. Mongko wis diparingi prikso kanjeng Sunan, yèn nganti pasané batal, Aryo Jipang bakal nemahi bilahi.
Margo nesu Arya Penangsang leno, dijagal trio soko déso Sélo iku. Dijojoh tumbaké Danang Sutowijoyo nganti ususé mbrojol. Nanging, dhasar sekti mondroguno, ususé disampiraké ono kerisé. Wektu arep merjoyo Sutowijoyo, kerisé malah medhot ususé lan Aryo Penangsang adipati Jipang Panolan nemahi praloyo.
Yèn ora nesu, mbokmanawa Ki Gedhe Pemanahan sakonco ora bisa merjoyo Aryo Penangsang. Koyo swargi Resi Subali, sakjané sing matèni Aryo Penangsang yo howo nesuné dhéwé. Ora margo kurang digdoyo.
Penguripan awaké dhéwé kadyo crito Resi Subali lan Aryo Penangsang. Awaké dhéwé asring keno sambekolo ora margo faktor2 external nanging faktor2 pengapesan sajroning dhiri. Margo nesu, nemahi bilahi.
Episode 42
Ronin Dityo Kolo Kembar
Karena kepiawaiannya dalam berdakwah, Romo yang karismatik didaulat menjadi ‘titisan’ dewa. Terjadilah kultus individu. Prajurit2 Poncowati bukan hanya prigel dalam olah kaprajuritan tetapi mereka adalah prajurit2 militan. Berkat indoktrinasi Romo bahwa mereka adalah ‘membela kebenaran’ dan ‘memerangi angkara murka’.
Lesmono diangkat menjadi Gubernur Akademi Militer Poncowati untuk menggembleng prajurit2 Poncowati. Semua Gerilyawan kembali mendapatkan posisinya. Anilo kembali menjadi Patih dan Jembawan menjadi ketua DPA. Kapi Mendo yang sahabat karib Jembawan mendapat jabatan yang tidak penting. Anoman mendapatkan posisi swargi Subali sebelum menjadi raja, sebagai Senopati pasukan elite. Anoman adalah salah satu agul2 Poncowati yang sangat fanatik terhadap Romo.
Kapi Joyo Anggodo yang masih sangat belia dikembalikan kekraton Poncowati. Walau tidak jelas siapa bapaknya, Sugriwo atau Subali, Kapi Joyo Anggodo adalah pewaris Poncowati karena ia ketrurunan swargi Prabu Iswardono Permono. Secara resmi Kapi Joyo Anggodo adalah anak Subali karena kelahirannya terjadi pada saat ibunya menjadi istri Resi Subali. Untuk menghindari konflik suksesi, pada saat jumenengan Prabu Sugriwo Kapi Joyo Anggodo dinaubatkan sebagai putra Mahkota.
Wanoro merah membara ini masih sangat muda tetapi semangatnya bukan main. Ia nyaris tidak mengenal rasa takut. Ia pemuda yang kemlinthi, sangat percaya diri dan suka memukul. Ia mewarisi sifat bapak(2nya), suka iri. Ada persaingan terselubung antara Anoman dan Anggodo walau tak separah Sugriwo Subali. mengingat kedudukannya sebagai putra mahkota, Kapi Joyo Anggodo menjabat sebagai manggolo Yudho, posisi yang dulu dijabat ‘oom’ Sugriwo.
Kini Poncowati telah menjadi kekuatan militer yang tangguh. Memiliki personel2 pilihan. Ada Anoman, Anilo dan Anggodo yang sakti2. Ada kapi Jembawan yang cerdik dan menggenggam senjata pamungkas, panah Guwowijoyo. Mulai dengan menaklukkan negara2 kecil disekitarnya Poncowati berderap melaksanakan expansi militernya.
Suatu hari paseban heboh karena Joyo Anggodo menggelandang denowo kembar. Sambil men-dorong2 dan sesekali memukul kedua raksasa itu dihadapkan ke Senopati ing Alogo. Jembawan mulai menginterogasi :
“ Hey, yakso siapa namamu dan dari mana sangkan paranmu “
“ mereka telik sandi pakdhé “ Anggodo menyela sambil memukul kepala salah satu Yakso itu.
“ Hèh, bocah ora genah ! “ Jembawan membentak “ Sana menjauh, sana “
“ Saya dityo kolo Wasamatra dan ini kembaran saya Wisamitra. Kami ronin “
“ Ronin ? makanan apa itu ? Sejenis Soba Sabu Yakin nika, Yakin niku dan Doba Dabu ? “
“ Bukan, ronin itu satria tanpa gusti “
“ Lho, apakah gustimu ketlingsut ? “
“ Bukan, kami dulu adjudan Radèn Wibisono dari Alengko …. “
“ Alengko ? Yang pernah keok lawan swargi Resi Subali ? “
“ Betul, …. “
“ Apakah Radèn Wibisono sudah meninggal ? “
“ Belum, tetapi beliau sudah digeser dari palungguhnya oleh jendral2 Prabu rahwono sehingga kamipun tergusur. Kami melarikan diri …. “
“ Sik, sik, sik …. critamu kok muter2 ndak karu2an …. “
“ Sudah, sini saya tempilingi telik2 sandi nyolowadi (misterius) ini “ Tanpa menunggu ijin, Anggodo langsung memukuli yakso kembar itu.
“ Wèh, wèh, … sana pergi menjauh sana. Kamu disini malah membuat kisruh “ Jembawan mengusir Anggodo. Nge-bakso, nge-disko nge-bacot atau nge-den di wc baé, sana ! “ Anggodo menjauh.
“ Coba, ceritakan yang jelas “
“ Baik … “ Kedua ronin kembar itu menjawab nyaris serempak. “ Sesudah Alengko kalah oleh Poncowati yang dipimpin Resi Subali expansi militer Alengko terhenti. Gusti Prabu Rahwono baru meguru Resi Subali. Ketika kuliah sudah lulus Alengko melanjutkan petualangannya ke barat dan menggempur ke utara. Daerah2 hegemoni wangsa Arya terancam. Akirnya kami memasuki laladan negara Maespati”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar