Ramayana – V. Parwo Kiskendo
Guwarso Guwarsi
Disebuah lereng gunung yang sangat terpencil jauh dari permukiman manusia, terdapatlah sebuah Padepokan Grasino. Padepokan itu milik dan tempat tinggal Resi Gutomo yang termashyur sakti dan waskito, mampu melihat yang sedang dan sudah winarah (terjadi). Tetapi beliau belum mampu melihat yang belum winarah. Saking genturnya bertapa, tanpa disadarinya Sang Wiku menjadi kelewat sakti, apa yang diucapkan akan winarah.
Dewi Windardi adalah istri yang setia tetapi ditelantarkan oleh suaminya yang terlalu gentur tapanya. Kalau sedang memuja semedi, Resi Gutomo bisa ber-hari2 bahkan ber-minggu2 di sanggar pamujan, lupa makan lupa minum. Lupa bahwa ia adalah ayah dan suami sebuah kel;uarga. Untuk mengusir sepi, Dewi Windardi suka meninggalkan padepokan dan bepergian jauh sampai ber-hari2 bahkan ber-minggu2. Dalam pakem pedalangan dikabarkan ia berselingkuh dengan dewa. Dalam kisah ini, tidak tertutup kemungkinan ia kelonan bukan dengan Dewa tetapi dengan pria lain. Dewi Windardi masih muda, belum menop(ause) tetapi ditinggal suaminya ber-zikir sepanjang bulan.
Anak yang paling sulung adalah Retno Anjani, kemudian Guwarsi dan sibungsu Guwarso. Guwarso & Guwarsi secara fisik nyaris kembar, bahkan nada bicaranyapun sama. Tetapi sifat mereka berbeda jauh. Guwarsi penyendiri dan pendiam. Ia seorang spesialis, tahu banyak tentang sedikit hal. Sebaliknya, Guwarso berpembawan hangat, ramah, dan suka bersosialisasi. Ia generalis, tahu sedikit2 tentang banyak hal. Sejak usia dini, Guwarsi menunjukkan ketertarikannya akan kependetaan. Ia suka menyimak ayahandanya dalam memuja semedi sampai ber-hari2. Sebaliknya, Guwarso menunjukkan bakatnya sebagai pemimpin kelompok.
Resi Gutomo adalah guru joyo kawijayan yang tersohor. Kedua putra2nya digembleng oleh bapaknya dan kelak mereka akan menjadi satria pinilih. Retno Anjani adalah gadis dusun yang lugu. Ia dekat dengan ibunya tetapi sayangnya ibunya plesiran terus. Anjani mencintai dan gemati terhadap kedua adik2 lelakinya dan sering bertindak sebagai pengganti ibu bagi kedua adik2nya. Sayang, iapun belum cukup dewasa untuk menjalankan peran itu. Ketiga anak2 ini tidak dekat dengan ayahnya. Padepokan Grasino adalah permukiman sebuah keluarga yang terlantar.
Sebagaimana layaknya kakak beradik, Guwarso & Guwarsi hidup rukun, sebagaimana lumrahnya kakak beradik. Namun, selain hubungan kerukunan itu, ada juga hubungan persaingan yang kerap disebut sibling rivalry. Pada kasus Guwarso Guwarsi, rivalitas saudara sekandung ini demikian parahnya sampai akut. Banyak contoh sejarah menunjukkan bagaimana saudara sekandung saling berbunuhan. Bahkan Nabi Sulaimanpun mengalami oposisi keras dari abang kandungmya, Atila membunuh Breda, abangnya. Juga kaisar2 Romawi.
Apapun bisa menjadi rebutan, mulai dari pensil, mainan, sepeda, sampai hal2 yang penting sifatnya. Jika mereka satu tim, misalnya badminton dobel, mereka menjadi tim yang sangat sulit dikalahkan. Jika mereka berburu bersama, sulit bagi mangsanya untuk lolos dari team yang sangat kompak ini. Tetapi, jika sampai pada pembagian hasil buruan, pasti berujung dengan rebutan. Jika mereka bertarung main badminton Guwarso vs Guwarsi, maka pertarungan bisa dipastikan berakhir dengan raket2 yang dipakai untuk menggebug kepala.
Selain keluarga Resi Gutomo, disitu tinggal cantrik Jembawan sebagai pengasuh Guwarso dan cantrik Mendo yang mengasuh Guwarsi. Ada juga cantrik anak kawan Resi Gutomo yang berguru disitu, namanya Anilo. Juga banyak cantrik2 lain seperi Srobo, dll.
Setelah kehabisan bahan untuk bersengketa, akirnya Anjani menjadi objek rebutan Guwarso & Guwarsi. Jika Guwarso membelikan lotek mbakyunya, maka Guwarsi pasti akan membelikan pecel. Kalau yang satu bepergian ngedisko, satunya pasti ngajak karaokean, dan seterusnya. Disatu sisi Retno Anjani mumet melihat tingkah laku adik2nya tersayang yang tak kunjung rukun. Disisi lain Anjani berbahagia dijadikan rebutan. Gadis dusun yang haus perhatian dari kedua orangtuanya mendapatkanperhatian dari kedua adik2 kinasih. Retno Anjani makin gemati terhadap adik2nya dan tumbuh rasa kasih yang makin mendalam. Begitupun Guwarso/i, mereka mendapatkan kasih yang tidak diperolehnya dari ibunya. Anjani memberikan yang mereka cari.
Anehnya, seolah ada semacam kode etik diantara Guwarso/i. Jika Anjani sedang dengan Guwarso, maka Guwarsi akan menyendiri. Kadang naik pohon tinggi sambil menghafal mantra2 mengusir hatinya yang galau.
Episode 26
Supoto Mondroguno.
Begitu juga ketika Guwarsi sedang dengan mbakyunya, Guwarso akan menyingkir, mencari keramaian. Gaple, main skatebopard, dll. Juga menghilangkan galau dihati.
Begitulah keanehan keluarga Gutomo. Ketiga putra putri itu nyaris tanpa pengawasan kedua orang tuanya. Mereka bermain, bercanda, dan saling berukar perasaan satu sama lain.
Pada suatu masa, tampak Dewi Windardi sedang gundah gulana. Seolah sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Ber-kali2 beliau melirik sanggar pamujan, berharap Sang Wiku berhenti dari semadinya agar ia bisa menumpahkan persoalan yang membebani pikirannya. Hari demi hari ditunggunya sang Pertapa dengan resahnya namun sayang, Sang Begawan tak kunjung selesai. Dewi Windardi makin gelisah. Raut mukanya pucat pasi dan tampak sangat ketakutan, tidak bisa tidur dan tidak berselera untuk makan dan minum. Anjanipun tidak seperti biasanya, lebih pendiam. Se-hari2 ia hanya main dakon sendirian. Pada suatu hari, seperti biasanya Guwarso dan Guwarsi bertengkar memperebutkan sesuatu, entah apa. Sang Ibu sampai capai ber-teriak2 menegur kedua putranya. Suasana padepokan jadi gaduh.
Tiba2, … blak ! Pintu sanggar pamujan terbuka dan Resi Gutomo keluar dari dalam dengan muka merah padam menahan marah. Dengan nyalang dipandangnya sisihannya. Suasana tiba2 menjadi sunyi senyap. Anjani menghentikan main dakon dan Guwarso/I berhenti bertengkar. Resi waskito ini mengendus bau wanita anggarbini (buntiing) ! Dengan suara mengguntur Resi Gutomo bersabda kepada Dewi Windardi :
“ Ada apa ini … ? “
Semua yang ada dipadepokan menundukkan mukanya dan tidak ada yang berani berkata sepatah katapun. Mereka tahu, bahwa Sang Pertapa sakti mengendus apa yang sedang winarah. Raut muka Sang Wiku makin merah membara. Dengan di-sabar2kannya ia mengulangi pertanyaannya kepada istrinya :
“ Ada apa ini … hah ? “
Semua yang ada disitu, terutama Dewi Windardi tidak berani berkutik. Sang Brahmana bertambah marah, darah sudah sampai di – ubun2nya. Beliau sudah hampir memastikan bahwa bininya kelonan dengan bangsat lain. Dengan sepenuh kemarahan sang Wiku mengutuk
“ Kok diam saja, …. seperti tugu ! “
Ucapannya mengandung Supoto Mondroguno. Seketika itu juga Dewi Windardi berubah ujud menjadi tugu. Dengan penuh kemarahan diangkatnya tugu itu dan dilemparkannya dengan sekuat tenaga sehingga tugu tersebut jatuh ke tlatah Alengko. [ Dikemudian hari tugu inilah yang menyelamatkan Anilo dari gempuran oom Prahasto. ]. Bukan alang kepalang marahnya Sang Wiku ditinggal bininya kelonan dengan bangsat lain. Dalam kemarahannya, Sang Wiku ber-tanya2 dalam hati, siapa bangsat ini ? Sambil menahan marah, Sang Wiku bersiap matak aji untuk melihat apa yang sudah winarah. Jika ia bisa mengetahui siapa laki2 laknat itu, ia akan disupoto jadi bekicot. Brahmana itu sudah tidak perduli lagi, apakah laki2 itu tukang pulung, satria, raja, bahkan dewapun akan disupotonya jadi bekicot. Jadi bekicot ! Dengan bergegas Resi Gutomo mau ke sanggar pamujan untuk matak aji. Namun, tiba2 langkahnya terhenti. Bau wanita anggarbini itu masih terasa. Bukankah tadi Dewi Windardi sudah dibuangnya jauh2 ? Lho, siapa yang anggarbini ? Ketika sang Wiku sedang kebingungan me-nebak2 apa yang sedang winarah, tiba2 Anjani mencolot dan merangkul kaki sang Wiku dengan menangis sesenggrukan. Anjani ? Sang Wiku kaget bukan alang kepalang. Dengan ter-bata2 ditanyainya si pembayun kinasih
“ Kowe nggarbini, ndhuk … ? “ Sang Resi kaget, tidak mempercayai apa yang sedang winarah.
“ Inggih, bopo wiku …. “ dengan menangis ter-sedu2 Anjani memeluk kaki ayahandanya kuat2. Sang wiku serasa makin meledak amarahnya dan dengan suara menggelegar ditanyainya anak sulungnya “ Siapa duratmokonya (biang kerok) ?! “
Bukannya menjawab, Anjani bahkan makin mempererat pelukannya kekaki ayahandanya. Ia takut, takut mendapat supoto mondroguno seperti ibunya sehingga mulutnya seolah terkunci. Tubuhnya gemetaran dan peluh mengalir deras diseluruh tubuhnya. Mukanya pucat pasi. Namun, se-galak2nya macan tidak akan ia memangsa anaknya sendiri.
Episode 27
Bebendu di Grasino
Melihat keadaan anaknya yang demikian justru kemarahan sang wiku menjadi surut. Padepokan ini jauh dari manapun, Sang Wiku heran, siapa yang menghamili anaknya ? Lah, tadi sisihannya sudah terlanjur kena supoto mondroguno. Dengan penuh kesabaran anaknya ditanyai lagi :
“ Nak, apakah biyungmu tahu kalau kamu sedang nggarbini ? “ Dengan tersedu Anjani mengangguk. Terasa ada godam menghantam hati sang Wiku, sisihannya yang tak bersalah telah jadi tumbal.
“ Baiklah ndhuk, jika pria itu satria, satria mana. Jika raja, keratonnya dimana ? “
Ditanya begitu Anjani malahan menangis me-raung2 sampai kamisosolen, megap2 tidak bisa bernafas. konsentrasi Resi Gutomo makin buyar. Beliau kasihan melihat pembayun kinasih megap2 sampai basah kuyup begitu, menyesal telah mengutuk istrinya dan marah bukan alang kepalang kepada duratmoko yang menimbulkan bencana pada keluarga ini. Sang pendeta tidak memperhatikan bahwa kedua putranya keadaannya tidak jauh berbeda dengan Anjani. Keduanya pucat pasi dan bermandikan keringat karena ketakutan yang amat sangat. Rasanya mau lari tetapi kaki mereka tindihen seolah terpasung. Bukan main girisnya kedua pemuda itu menyaksikan kedahsyatan supoto mondroguno ayahandanya.
Pelan2 anaknya yang disayangnginya dibaringkan ke bale. Sang Resi mengambil air dan diminumkannya ke Anjani. Tetapi batin Sang Wiku serasa mau pecah karena marahnya kepada sang Duratmoko yang menjadi biang kerok kekeliruan yang fatal. Sekali lagi dengan sabar Anjani ditanya. Akan tetapi setiap kali ditanya, Anjani menjadi seperti orang ayan, badannya kejang2. begitu ber-ulang2 lama kelamaan Sang Brahmana kehilangan kesabaran. Anjani makin ketakutan sehingga ia pingsan. Sambil merawat anaknya Resi Gutomo matak aji, mengenakan kaca mata x-ray untuk melihat apa yang sudah winarah. Selama Sang Wiku matak aji, Guwarso dan Guwarsi makin gemetaran. Tetapi, kaki mereka seolah tertindih pasung.
Setelah beberapa saat sang Wiku matak aji, beliau kaget bukan alang kepalang ketika mengetahui apa yang sudah winarah. Dengan gemetar menahan marah, sang Wiku menunjuk kedua putranya sambil membentak dengan lantangnya :
“ Munyuk kabeh kowe ! “
Untuk kedua kalinya kutukan sang Gutomo mengandung Supoto Mondroguno. Seketika itu juga, Guwarso 7 Guwarsi malih rupa menjadi kera ! Begitu hebatnya Supoto Mondroguno sehingga menimbulkan radiasi. Anjani yang sedang pingsanpun kena tuah, muka dan tangannya berujud kera. Jembawan, Mendo, Anilo, Srobo, dan semua yang berada di padepokan Grasino kena radiasi Supoto Mondroguno, menjadi kera semua.
Jadi, siapakah duratmoko yang menghamili Anjani ? Salah satu, jika bukan Guwarso pasti Guwarsi. Karena keduanya secara fisik kembar, bahkan sang wikupun tidak tahu, yang mana yang membuat Anjani bunting. Yang pasti anak2nya melakukan incest, kelonan dengan saudara sekandung !
Bumi gonjang ganjing, langit ….. blah, …. blah, …. blah ….
Èèèèèèng … ing …. èèèèèèèèèèèng …..
Wiku Gutomo sama sekali tidak menduga demikian. Waktu mencium adanya wanita hamil, pikirannya hanya satu, pasti bininya. Sesudah melihat yang sudah winarah, bukan main kagetnya sang Wiku ketika mengetahui bahwa anak2nya bergiliran ngeloni mbakyunya. Itu bukan perilaku manusia, itu sato kewan ! Itu polah kethèk ! Dan terjadilah supoto mondroguno.
Cerita tadi adalah sanepo atau simbol. Dewi Windardi disupoto menjadi tugu dan dibuang jauh bukanlah benar2 menjadi tugu. Tetapi hanya tamsil bahwa ia telah dipegat dan diusir dari padhepokan karena dituduh berselingkuh dengan pria lain. Padahal, mungkin Dewi Windardi tidak berbuat apa2, sebatas kirim2an SMS saru atau megal megol ikut kwis siapa berani. Dewi Windardi merasa sangat bersalah telah mentelantarkan anak2nya. Ketika Anjani menceritakan keadaannya, posisinya sulit. Apalagi ia tahu bahwa yang menghamili kalau bukan Guwarso ya Guwarsi. Itu sebabnya beliau tidak bisa berkata sepatah katapun. Diam bagaikan tugu.
Semula mbakyu dengan adik2nya sebatas main cublak2 suweng, ijet2an, kerokan, sebagaimana lumrahnya remaja2. namun, dengan tiadanya pengawasan, ewes, ewes, ewesssssssss …. bablas jaka dan prawannya.
Episode 28
Anoman takon Bopo.
Karena hamil tanpa suami, Resi Gutomo terpaksa menjelaskan kepada masyarakat bahwa Anjani dihamili Dewa. Jika bilang anaknya dibuntingi saudara kandungnya sendiri pasti menimbulkan heboh. Mengapa Dewa ? Karena Dewa tidak bisa protes dituduh menghamili orang !
Dalam kisah aslinya, Anjani yang berwajah kera bertapa wudo mblegendong di sungai. Ada Dewa lewat dan jadi nepsong. Akibatnya mengalami ejakulasi dini dan spermanya diemplok Retno Anjani sehingga bunting. Apakah tidak terbalik ? Jika Anjani belum jadi kera kemudian dikeloni, masih masuk akal. Sebab masih ayu. Lha, kalau wajahnya sudah jadi munyuk, bagaimana Dewanya bisa ejakulasi dini ? Itu Dewa kebangetan, lihat munyuk saja bisa ejakulasi dini ! Kalau kita dituduh menghamili Wulan Guritno, Sophia Latjuba, atawa yang cantik2, kita tidak protes. Malah bisa untuk umuk. Tetapi kalau kita diruduh menghamili wanita yang tampangnya mirip Tessi Srimulat, apakah tidak misuh2.
+ Ki Dalang, kalau dengan ejakulasi dini saja anaknya begitu sakti, bagaimana kalau ejakulasinya ‘penuh’ ?
- Ya, lebih sekti lagi !
+ Kalau ejakulasinya ‘telat’ ?
- Jadi mlicèt ! Malah perih ….
+ Kalau ejakulasinya cuma keluar angin doang, piyé ?
- mBuuuuuh ….. !
Kasus anak tanpa bapa banyak terjadi dalam pewayangan. Misalnya Adipati Karno yang diaku sebagai anak Dewo Suryo. Sebenarnya, waktu masih muda Dewi Kunthi mbeling. Kelonan dengan entah siapa sampai bunting. Karena anak raja, bilang saja dibuntingi Dewa. Gitu saja kok repot2. Anjani lebih beruntung karena hanya anak pendito yang sederhana. Ia melahirkan anak tidak perlu bilang bahwa masih perawan. Kunthi lebih rumit karena mau besanan dengan maharaja dari Astino. Akan sangat memalukan kalau ketahuan sudah tidak perawan. Apa akal ? Gampang, bilang saja anaknya lahir lewat kuping, habis perkara. Bathoro Suryo masih lebih beruntung dari pada Dewa yang dituduh membuntingi wanita berwajah munyuk.
+ Ki, kok tidak lahir lewat hidung saja, ya ?
- Mbuh ! Tak bandhem bathukmu sampai metoto, Jo !
+ Wo, nggih.
Dalam kisah aslinya, anak2 Gutomo menjadi kera karena rebutan Cupu Manik Astogino. Kalau jaman sekarang kira2 rebutan Hometheatre yang ada tv, vcd, & sound systemnya. Hanya karena rebutan elektronik kena bebendu menjadi kera ? Jika begitu Resi Gutomo sangat bengis. Atau, kesalahan yang dibuat anak2nya tentulah begitu fatalnya. Lagi2 kita bicara bahasa simbolis. Mereka bukan benar2 menjadi bedhès tetapi mengalami demosi (lawan kata promosi) dari ras Arya yang (dianggap) unggul menjadi ras lain yang digambarkan sebagai kera. Guwarso cs dikucilkan dari komunitas Arya dan harus menjadi warga etnis lain yang (dianggap) lebih asor yaitu Wanoro.
Sesudah mengalami bebendu, Guwarso & Guwarsi diiringi dengan Jembawan dan lainnya suwito ke negara Poncowati sebagai prajurit. Guwarsi yang kemudian berganti nama menjadi Subali dan Guwarso yang menjadi Sugriwo meniti karir dibidang kemiliteran di kerajaan Poncowati. Ke-dua2nya karirnya cemerlang. Subali dengan pembawaanya yang spesialistik menjadi prajurit profesional elite yang mumpuni. Semacam Kopasus. Sedangkan Sugriwo yang berpembawaan generalis menjalankan ‘dwifungsi’. Ikut cawe2 dibidang politik.
Retno Anjani tinggal di pertapan Grasino merawat Ayahandanya yang nelongso dirundung sesal. Anaknya yang diberi nama Senggono Anoman dikirim ke Akademi Militer Panglawung. Gubernur Militernya Bhatoro Bayu, Dewa angin. Ke-mana2 selalu membawa minyak angin. Hobinya karaoke nyanyi Angin Mamiri dan suka nonton DVD Gone with the Wind. Salah satu dosennya berasal dari RI. Namanya Dr. Peranginangin. Karena prestasinya yang ruar biasa, Anoman menjaadi salah satu alumni Panglawung terbaik. Alumni2 istimewa ini diberi atribut berupa kain poleng. Bermotifkan kotak catur dengan warna merah hitam dan putih.
Alumni lain yang berpredikat istimewa adalah Radèn Brotosumarto …. ééééé klèru …. Radèn Brotoseno. Ada lagi alumni yang tidak diberi kain poleng walau juga istimewa. Malahan kesana kemari selalu telanjang bulat. Kalau jalan anunya gondal gandul luar biasa besarnya. Apalagi kalau tegak. Wuah …. ! Alumni istimewa ini namanya Liman (gajah) Setubondo. Yang tlolar tlolor tadi namanya belalai.
Episode 29
Sapi Ngamuk.
Poncowati bukanlah kerajaan yang besar dan kaya raya. Rajanya Prabu Iswardono Permono sedang kuliah tingkat doktoral di bakultas Ekonomi UGM. Pemerintahan se-hari2 diserahkan kepada Kapi Sugriwo dan dibantu Kapi Jembawan. Kapi Subali mendalami profesinya sebagai senopati kerajaan dengan genturnya sehingga ia menjadi dhuk dheng, sakti mondroguno. Ke-dua2nya menikmati profesi masing2 dan karena peranan mereka terpisah, rivalitas antara keduanya tidak lagi separah dulu. Namun, tidak bisa dibilang hilang. Setelah sekian lama Sugriwo mulai menunjukkan bakatnya dibidang pemerintahan dan iapun merasakan nikmatnya menjadi sang penguasa. Lama kelamaan tumbuh ambisinya untuk menjadi raja disitu. Dipihak lain kecenderungan Subali untuk menjadi Pendeta makin subur.
Beberapa tahun kemudian ketenteraman Poncowati terganggu dengan datangnya invasi dari Gua Kiskendo yang terdiri dari (etnis lain yang digambarkan sebagai) Sapi2. Rajanya adalah Prabu Maesosuro dan patihnya Lembusuro. Sang prabu punya tunggangan berupa sapi berkepala raksasa namanya Kiai Jotosuro. Selain tokoh2 ini ada Haryo Kebosuro, Bantengsuro, Cowsuro dan Bullsuro. Yang muda2 ada Pedhètsuro dan Gudelsuro. PDIsuro tidak ada. Sapi2 ini berniat menaklukkan Poncowati dan menjadikannya jajahan.
Raja Poncowati menitahkan Subali, menumpas huru hara Sapi2 ngamuk. Kepada Subali, Prabu Iswardono menjanjikan akan mengangkat Subali menjadi menantunya jika berhasil memadamkan huru hara. Betapa kecewanya Sugriwo ketika tugas itu tidak diberikan kepadanya. Selain bisa menjadi jalur pintas memenuhi ambisinya madheg narendro di Poncowati, Sugriwo memang naksir anak Prabu Iswardono, Dewi Toro.
Subali berencana untuk menyusup ke Gua Kiskendo agar bisa membunuh langsung rajanya. Subali menghindari perang grudugan untuk mengurangi banjir darah. Ia minta bantuan adiknya untuk menyiagakan pasukan lainnya supaya ber-jaga2 jika tawuran tak terhindarkan. Walaupun kecewa, Sugriwo memenuhi permintaan kakaknya.
Pada suatu malam dengan diiringi pasukan elite yang jumlahnya hanya sedikit Subali me-ngendap2 bagaikan Ninja menyusup ke Gua Kiskendo. Satu demi satu pengawal2 raja Maesosuro terbunuh oleh pasukan Subali. Namun, pasukannya yang jumlahnya sedikit juga berguguran satu demi satu sehingga Subali tinggal sendirian berhadapan dengan tiga musuhnya. Diluar Gua masih berkeliaran pasukan Kiskendo dibawah pimpinan Kebosuro & Bantengsuro. Pasukan2 ini tidak menyadari apa yang terjadi di dalam gua. Mereka mempersiapkan diri menghadapi pasukan Sugriwo.
Sugriwo tampak gelisah berjalan mondar mandir kesana kemari seolah ada yang berat dipikirkan. Kapi Jembawan, perjaka tua yang sangat menyayangi momongannya berkata :
“ Gus, sampean ini kok mondar mandir ada apa ? Biarkan Gus Subali selesaikan pekerjaannya. Kalau kepala2 sapi itu telah praloyo, mudah bagi kita menaklukkan Sapisuro, Kebosuro, Bantengsuro, dll. Sudah pasti Gus Subali mampu membunuh sapi2 ngamuk itu. Kedigdayaan kakang sampean memang nggegirisi. “
“ Jika kakang Subali menang maka ia akan nikah dengan diajeng Toro dan madheg Narendro. Sedangkan aku cuma disuruh mrongos thok, jadi satpam begini piyé ? Bukan itu masalahnya Kapi Jembawan, seharusnya aku yang melaksanakan tugas ini sehingga aku bisa madheg narendro. Kakang Subali memang digdoyo keliwat liwat tetapi ia tidak bakalan bisa jadi raja. Ia tidak punya ambisi kesitu. Sukanya hidup menyendiri. Paling2 nanti negara ditelantarkan karena kebanyakan memuja semedi seperti romo Wiku dulu. Sedangkan aku sudah banyak mengecap pengalam toto nagoro. Poncowati maju karena buah tanganku. Sudah susah payah begini, yang jadi ratu malah orang lain. Prèk ! “
“ Perhitungannya memang begitu tetapi yang diberi purno waseso adalah Gus Subali. Bagaimana lagi ? “
“ Bukan begitu, amanatnya, siapa yang bisa mengatasi huru hara ini akan diambil menantu dan praktis akan menjadi narendro Poncowati. Aku lagi mikir2 bagaimana caranya supaya tampak aku yang berjasa menyelesaikan huru hara “
“ Kalau begitu lebih baik kita hantam saja pasukan Kiskendo. Tanpa Prabu Maesosuro, pasukan Kiskendo gampang dikalahkan. Anilo, Srobo, dll mampu mengalahkan Kebosuro cs. Saya sudah datangkan expatriate2 dari Texas, koboi untuk hadapi Cowsuro dan Rodeo2 untuk hadapi Bullsuro. Juga matador2 Spanyol untuk kalahkan Bantengsuro.
Episode 30
Monumen Subali Sakti.
Jembawan meneruskan :
Kita harus gerak cepat, begitu wadyobolo Kiskendo keteteran sampean bersama prajurit2 pilihan sak bergodo masuk kegua memberikan bantuan kepada Gus Subali. Sesudah huruhara sampean cepat2 ke Poncowati dan mengajukan klaim bahwa sampean yang paling berjasa. Secepat mungkin minta dinikahkan dengan Dewi Toro. Nanti saya akan bawa Gus Subali bertapa. Kalau semedi bisa ber-bulan2.“
“ Ah, seperti tidak tahu watak Kakang Subali. Apapun yang kuperoleh pasti akan direbut. Potlot saja bisa jadi rebutan. Apalagi ini rebutan negara dan wanita. Kalau diajak eyel2an pasti kakang Subali kalah melawan aku. Tetapi ujung2nya pasti bondoyudo. Kalau sampai disini pasti aku yang kalah dihajar Kakang Subali. Dulu waktu muda kita seimbang tetapi karena aku sibuk ngurusi negara, ketangkasan perangku tidak lagi dapat mengikuti kecepatan Kakang Subali. Idemu bagus tetapi hasilnya meragukan, Kapi Jembawan “
“ Lantas bagaimana ? “
“ Tidak perlu setengah2. Gua Kiskendo ditableg saja. Entah siapapun pemenangnya didalam gua, akan terkurung tidak bisa keluar. Lama2 akan praloyo. Aku bisa melenggang madheg narendro. Effisien “ Sugriwo berbicara ma-kantar2. ambisi telah membutakan matanya. Ia akan mendapatkan dua2nya, wanita dan kuasa. Kakang Subali musuh bebuyutannya akan lenyap dari muka bumi se-lama2nya.
“ Sendiko Gus, ma-gito2 lumaksono “ Kapi Jembawan bergegas melaksanakan siasat ini.
Didalam gua sedang terjadi pertarungan seru. Subali melawan Maesosuro, Lembusuro & Jotosuro. Subali memang benar2 digdoyo, namun dibutuhkan waktu ber-hari2 untuk membunuh ke-tiga2nya. Ketika ke-tiga2nya binasa, dengan gembira Subali me-nari2 Tari Tayungan. Tari kemenangan. Tetapi tidak menyadari bahwa ia terluka sangat parah. Perutnya terburai kena tanduk Prabu Maesosuro. Rusuknya patah kena srudug Patih Lembusuro dan pahanya dibrakot Kiai Jotosuro. Subali terkapar ambruk kehabisan tenaga tidak mampu bangun lagi. Di dalam gua ada Istana, taman, dan kebun tempat para selir2 dan cem2an Prabu Maesosuro bermukim termasuk para embok emban. Para wanita yang terjebak di dalam gua merawat Subali. Sampai beberapa minggu Subali dirawat Emban2 Kiskendo.
Diluar terjadi pertempuran antara pasukan Poncowati melawan pasukan Kiskendo dan dengan mudah Anilo dan kawan2nya menundukkan lawannya. Kapi Jembawan menyebarkan berita bahwa Kapi Subali telah terbunuh di dalam gua dan dikuatirkan Prabu Maesosuro dll masih hidup. Segera dikerahkan pasukan Poncowati untuk menutup mulut gua dengan batu. Sugriwo kemudian ber-pura2 menangisi kematian abangnya. Gua itu kemudian diabadikan menjadi monumen ‘Subali Sakti’. Untuk mengenang jasa2 swargi Subali.
Dengan upacara besar2an Sugriwo pulang ke Poncowati dan mendapat gelar sebagai pahlawan Serangan Oemoem Poncowati kembali. Swargi Subali dinaikkan pangkatnya menjadi Jendral anumerta dan namanya dipakai untuk jalan menuju gua Kiskendo. Namanya jalan Subali. Sugriwo langsung diangkat menantu. Ketika Prabu Iswardono Permono madheg pandhito, Prabu Sugriwo melenggang menjadi raja Poncowati. Semua yang membantunya mendapat kedudukan yang layak. Anilo menjadi rekyono patih. Jembawan menjadi ketua DPA. Namanya diganti menjadi Arnold Jembawan, biar keren.
Dalam kisah pakem, diceritakan bahwa Subali menitahkan adiknya untuk ber-jaga diluar. Jika darah yang keluar adalah darah putih maka ia gugur dan dia menyuruh adiknya menutup gua supaya Maesosuro cs terperangkap disitu. Jika Subali gugur dan masalah bisa diselesaikan dengan menutup gua, mengapa repot2 masuk gua ? Mbok wis, Subali nggak usah masuk. Gua ditableg bae habis perkara ! Ini sebenarnya kisah rebutan kekuasaan kakak beradik. Bahkan dalam kisah versi ‘sesat’ Nabi Sulaiman mencurangi abangnya agar bisa madheg narendro. Dalam pakem, kecurangan Sugriwo di-tutup2i dengan cerita darah putih itu. Supaya, nantinya Romo ‘dibenarkan’ berkolusi membunuh Subali yang ‘salah’ demi ‘keneran’.
Kapi Mendo pengasuh Subali sangat sedih karena momongannya gugur. Kapi yang agak dungu ini adalah perjaka tua. Seperti Jembawan, ke-dua2nya mencintai momongannya bagaikan anak sendiri. Kapi Mendo rajin mengunjungi monumen Kiskendo dan berdoa disana. Ada sedikit keraguan, rasanya tidak mungkin Subali gugur lawan sapi2 itu.
Episode 31
Subali Ngamuk.
Kapi Mendo tidak tahu bahwa Subali sedang dirawat para mbok emban dan cem2an swargi Prabu Maesosuro. Subali benar2 sakti. Sedikit demi sedikit ia makin sembuh. Ketika diberitahu bahwa gua ditableg, seketika itu ia tahu apa yang terjadi. Sugriwo buangsat ! Katanya dalam hati. Kobaran kemarahannya mempercepat kesembuhannya. Tetapi gua itu benar2 rapat dan tidak ada jalan keluar. Tidak ada jalan lain kecuali dengan menggangsir. Dengan tekunnya Subali menggangsir, membuat terowongan untuk keluar. Dibantu dengan mbok2 emban dan para selir. Berbulan lamanya ia menggangsir gua.
Suatu hari dipaseban Poncowati terjadi kehebohan. Ada kera sakti ngamuk diiringi oleh Kapi Mendo yang ter-saruk2 mengikuti lari momongannya. Subali merangsek masuk ke kraton. Matanya merah menyala dan mbekèr2 menakutkan. Mulutnya berbuih me-manggil2 Prabu Sugriwo. Apapun yang ada didekatnya dibanting sampai hancur luluh. Sembari me-maki2 bedhas bedhès. Lupa bahwa ia sendiri juga bedhès. Semua yang dipaseban melongo. Ada Jendral Anumerta hidup lagi ? Tetapi tak seorangpun ada yang berani menghalangi wanoro digdoyo ini. Kapi Jembawan yang mencoba menyabarkan malah ditendang perutnya sampai terjengkang. Anilo dipukul sampai matanya biru lebam.
Sugriwo ketakutan tetapi ia tidak bisa tinggal glanggang colong playu. Ia men-coba se-bisa2nya menghindari tarung dengan abangnya karena pasti kalah.
“ Sabar kakang Subali, saya sangat bersyukur bahwa kakang Subali masih jati waluyo. Sugeng rawuh kakang Subali. Semula kami kira telah gugur. Dari pada Maesosuro bisa keluar, gua kami tableg. “
“ Gombal ! Bedhès èlèk, … tak pateni kowe “
Sugriwo menjadi plintat plintut dan mlintar mlintir seperti orang tengik. Akirnya pertandingan tak terhindarkan dan Sugriwo dihajar sampai babak belur. Dulu mereka bertarung karena rebutan potlot sampai rebutan Anjani. Kini mereka bertarung rebutan kerajaan dan bini. Dulu mereka seimbang, sekarang Subali jauh lebih sakti. Sugriwo dibanting dan kepalanya di-bentur2kan ketembok sampai bersimbah darah. Kapi Mendo yang sudah mengantisipasi keadaan ini menjemput Anjani yang kebetulan sedang berada di Poncowati. Melihat keadaan kedua adiknya Anjani men-jerit2. Dulu mereka selalu berkelahi tetapi paling banter tubuh babak belur atau tulang2 yang patah. Kini keadaan sangat mengerikan karena Subali benar2 mata gelap. Ia tidak menerima dirinya dikubur hidup2 digua. Subali telah patah arang karena sakit hati yang sangat mendalam. Sugriwo sudah tidak karu2an keadaan raganya ketika Anjani datang. Kata2 Anjani tidak digubris. Anjanipun akirnya kehabisan akal. Dengan menangis ia mengatakan kepada Subali jika ia memang mau membunuh Sugriwo, Anjani akan belo pati dengan membakar diri. Akirnya Subali mereda. Dengan masih me-maki2 ia meninggalkan palagan. Sugriwo di dabyang2 untuk dirawat.
Setelah klarifikasi bahwa ia membunuh tetunggul2 sapi itu, oleh Prabu Iswardono, Subali kemudian diangkat menantu dan dinikahkan dengan Dewi Toro, janda Sugriwo. Dewi Toro adalah istri institusional. Ia tidak menikah dengan pribadi tetapi menikah dengan penguasa Poncowati. Ia menikah dengan pemenang, bukan pecundang. Karena Sugriwo kalah, ia dinikahkan dengan Subali. Prabu Iswardono mencoba membentuk monarki dengan rajanya Subali dan perdana menteri Sugriwo yang mengurus kerajaan.
Gua Kiskendo direnovasi yang semula Monumen Nasional menjadi kasatrian tempat Sugriwo dan staf2nya bermukim. Namun rencana Prabu Iswardono tidak berjalan sesuai dengan rencana. Tidak ada sinergi antara raja dengan perdana mentrinya. Kabinet selalu dalam keadaan tegang karena dua bersaudara itu saling membenci dan menjadikan urusan tatanegara sebagai obyek bersaing. Nyaris tiap sidang selalu ada perdebatan sengit antara keduanya dan karena Sugriwo lebih menguasai persoalan selalu menang. Ujung2nya adalah perkelahian dua sekandung itu.
Anjani yang kuatir keselamatan Sugriwo mengutus anaknya Kapi Senggono Anoman yang baru lulus dari Panglawung untuk suwito kepada oom Sugriwo. Supaya bisa mengawasi Subali agar tidak membunuh Sugriwo. Anjani memberikan kain jarik kepada Anoman. Jika Subali berlebihan menghajar adiknya, dengan berkalung jarik Anoman bisa menahan kemarahan oom Subali. [ Oom ? Oom atau babe ? ] Karena Subali segan dengan mbakyunya.
Episode 32
Subali Madheg Pandhito
Pendapat Sugriwo bahwa Subali sebenarnya tidak begitu berambisi madheg narendro benar. Namun Subali tidak mau negara diambil oleh adiknya. Ia benar2 sangat mendendam kepada adiknya karena dikubur di gua Kiskendo. Ia tidak bisa bisa memaafkan perbuatan Sugriwo. Sampai akir hayatnya. Ia menjadi raja se-mata2 karena tidak mau memberikannya kepada Sugriwo.
Jika Anoman yang memintanya misalnya, maka dengan senang hati Subali akan memberikan negara Poncowati. Ia akirnya madheg Pandhito dan bergelar Resi Subali. Dengan Dewi Toropun ia sebenarnya tidak begitu mencintai karena ia cenderung wadhat (selibat) sebagaimana halnya para Resi. Ia menikahi se-mata2 agar punya keturunan. memenuhi permintaan Prabu Iswardono yang anaknya hanya semata wayang itu.
Begitu menikah, Dewi Toro langsung mengandung dan melahirkan anak berupa wanoro merah membara yang diberi nama Kapi Joyo Anggodo. Tidak jelas apa alasannya tetapi Anggodo dibawa ke pretapan Grasino ikut budhé Retno Anjani sambil dididik eyangnya Resi Gutomo. Mungkin karena ayah Anggodopun rancu karena begitu nikah Dewi Toro langsung hamil. Bisa jadi ini anak Sugriwo. Mungkin itu alasannya : agar Anggodo tidak menjadi sasaran kemarahan Resi Subali.
Sugriwo tidak legowo melihat abangnya jadi raja. Apalagi ketika dilihatnya kakaknya bersanding dengan Dewi Toro yang dicintainya. Ia selalu men-cari2 jalan bagaimana menggusur kakaknya dengan beroposisi. Lama kelamaan Sugriwo tidak tahan tiap kali dihajar kakaknya dan memandang kekasihnya dikeloni abangnya. Akirnya Sugriwo mbalelo dan bergerilya digunung Reksomuko, berusaha untuk menumbangkan kakaknya. Tetapi upayanya sia2. Subali terlalu kuat untuk ditumbangkan. Ber-tahun2 hidupnya di-kejar2 pasukan Poncowati. Kadang2 Resi Subali memimpin sendiri pengejaran gerilyawan Reksomuko.
Sepeninggal Sugriwo keadaan pemerintahan jadi lebih tenteram. Gangguan gerilyawan tidak begitu terasa. Pemerintahan se-hari2 diserahkan kepada Kapi Mendo yang agak dungu. Subali lebih berkonsentrasi ke kependetaannya. Kasatrian Kiskendo dirombak lagi menjadi sanggar pamujan bagi Resi Subali.
Selama pemerintahan Resi Subali, Poncowati pernah diserang oleh pasukan Alengko. Resi Subali yang soliter tidak suka perang tawuran. Ia menantang duel dengan Prabu Rahwono. Waktu itu Rahwono sedang jumowo, merasa paling sakti didunia ini. Tantangan diterima dan terjadilah duel dahsyat antara keduanya. Kali ini Prabu Rahwono ketanggor. Resi Subali benar2 wanoro digdoyo. Rahwono dikalahkan dan seperti biasanya jika mengamuk Resi Subali menjadi sangat kejam. Rahwono di-banting2 dan nyaris dibunuhnya. Oom Prahasto sampai me-nangis2 mohon pengampunan agar keponakannya tidak dibunuh.
Pada dasarnya kecuali terhadap Sugriwo Subali adalah Resi yang pemaaf. Rahwono diampuni bahkan dijadikan murid. Sebenarnya jika ia mau, Poncowati bisa menjajah Alengko tetapi itu tidak dilakukannya. Ia se-mata2 mempertahankan Poncowati. Begitu juga dengan halnya Dewi Toro dan kerajaan Poncowati. Ia tidak ada niat untuk mengambil. Ia hanya mempertahankan apa yang menjadi haknya. Walau bukan itu yang ia mau. Amisinya sangat prasojo. Ia ingin menjadi Resi. Ia tidak butuh negara, kuasa dan wanita. tetapi garis hidupnya melenceng jauh dari keinginannya.
Ia pusing mengurus negara. Mana ada banjir, kelaparan, dll. Ia harus hidup dengan istri yang tidak dicintainya. Yang dicintainya tidak bisa dinikahinya karena ia mbakyunya.
“ Begitulah ceritanya “ Jembawan mengakiri kisah hidup momongannya. “ Beberapa hari berselang Gus Sugriwo baru saja dihajar lagi oleh Gus Subali. Lihat sampai babak belur begitu “ Jembawan menunjukkan Sugriwo yang terkapar diranjang di infus. “ Kalau tidak dilarikan Anoman, Gus Sugriwo sudah menjadi mumy “.
“ Sekarang Resi Gutomo dimana ? “
“ Sudah swargi. Prabu Iswardono Permono juga sudah swargi. Retno Anjani masih sugeng, mengasuh keponakannya, Kapi Joyo Anggodo di Grasino. Beliau takut Anggodo ternyata anak Gus Sugriwo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar