Ramayana – VIII. Parwo Maespati
Rahwono Koplo
[ Parwo ini tidak banyak menyimpang dari pakem dan akan diceritakan dengan singkat. ]
Syahdan, dikawasan India utara terdapatlah sebuah negara besar wangsa Arya : Maespati. Maharajanya adalah prabu Arjunososrobahu dengan agul2nya Patih Suwondo. Maespati adalah sebuah negara adidaya dengan banyak jajahan.
Prabu Arjunososrobahu adalah raja playboyo. Permaisurinya hanya satu tetapi selirnya seribu banyaknya. Jika beliau mampu ngeloni satu dalam satu malam, maka setiap selir hanya dikeloni sekali tiap tiga tahun ! Jika sang raja mampu ngeloni satu tiap dua hari, maka seorang selir hanya kelonan sekali tiap 5-6 tahun. Sehingga tiap selir dipersilahkan mrongos selama 3-6 tahun untuk bisa dikeloni.
Jika satu selir minta dikeloni sedikitnya sekali dalam sebulan, maka sang prabu harus ngeloni tiga wanita setiap hari. Terus menerus tanpa libur setahun. Lha, kalau minta dikeloni seminggu sekali, Prabu Arjunososrobahu harus ngeloni 19 selir per-hari. Belum jika ada yang minta imbuh. Sehingga ia tidak sempat mengurus negara. Dokumen2 negara ditandatangani diatas ranjang yang bergoyang.
Sesudah meguru ke Resi Subali, Rahwono bertambah digdoyo dan makin jumowo. Suatu saat berhasil mengepung kerajan Maespati.
Ketika itu Arjunososrobahu sedang berpoya2 dengan selir2nya dan tidak menyadari bahwa negaranya sedang dalam keadan genting. Patih Suwondopun tak berkehendak merepoti rajanya. Akirnya terjadilah pertarungan dahsyat antara Alongko lawan Maespati. Ke-dua2nya negara2 adidaya. Dalam pertarungan itu, patih Suwondo kalah dan gugur oleh Prabu Rahwono yang perkasa.
Kematian Patih Suwondo yang waktu mudanya bernama Radèn Sumantri diabadikan Kanjeng Sunan Sri Mangkunegoro IV dalam serat Tripomo dengan tembang Dhandhanggulo. Sebagai suri tauladan.
Yogyaniro kang poro prajurit
Lamun biso siro anulodo
Duk ing nguni critané
Andeliro Sang Prabu
Sosrobau ing Maespati
Aran patih Suwondo
Lelabuhanipun
Kang ginelung tri prakoro
Guno karyo purun ingkang dèn antepi
Nuhoni trah utomo
Artinya :
Wahai, para prajurit
Andai bisa, ambilah suri tauladan
Tentang kisah jaman dulu
Andalan Sang Prabu
Sosrobau di Maespati
Berjuluk Patih Suwondo
Dengan pengabdiannya
Yang terdiri dari tiga hal
Dst ….
Dst …
Mengetahui agul2nya terbunuh, Prabu Arjunososrobahu marah bukan alang kepalang. Akirnya beliau sendiri yang memimpin pasukan Maespati yang sudah terdesak. Keadan kini menjadi terbalik. Pasukan Alengko tercerai berai dipukul mundur pasukan Maespati. Apalagi ketika terjadi duel antara prabu Arjunososrobahu dengan prabu Rahwono. Untuk keduakalinya Rahwono ketanggor. Sesudah babak belur dihajar Resi Subali, kini Rahwono berhadapan dengan lawan yang lebih sakti. Dan lebih kejam. Rahwono tidak mampu meghadapi kesaktian sang Maharaja Maespati dan tertawan.
Untuk melampiaskan kemarahannya karena agul2nya patih Suwondo terbunuh, prabu Arjunososrobahu menyiksa Rahwono dengan bengisnya. Ia diikat dibelakang kereta dan diseret keseluruh palagan. Seterusnya diikat dibawah Ringin kurung di Alun2. Setiap hari Rahwono disiksa, digebugi, dicambuki, dikisas, dilempari batu, dll. Ia dijadikan pangéwan-éwan, diperlakukan sebagai binatang. Penduduk Maespati yang melewati alun2 diizinkan me-nyiksanya. Siang malam Rahwono menderita azab dan sengsara. Ia diperlakukan seperti anjing geladak.
Diteror seperti itu, sang megalomania runtuh mentalnya. Ia bukan lagi sang Jumowo tetapi sudah menjadi seperti orang gila yang meng-aduh2 sepanjang hari. Ia hilang ingatan karena tidak tahan menderita teror fisik dan mental yang demikian beratnya. Ia bukan lagi sang jenderal tetapi seorang kopral yang thingak thinguk tidak dihargai siapapun. Akirnya Rahwono kehilangan kesadaran dan menjadi seperti orang koplo.
Untung ada kerabatnya, bernama Resi Pulastoro yang punya koneksi dan dihormati prabu Arjunososrobau. Dengan oom Prahasto dan Radèn Wibisono mereka bertiga memohon pengampunan agar Rahwono dibebaskan. Inilah untuk pertamakalinya Wibisono muncul dalam jagad pewayangan. Ia belajar dari oom Prahasto dan mbah Pulastoro seni diplomasi. Kelak Wibisono bakal menjadi diplomat par excellence. Permohonan kebebasan Rahwono dikabulkan tetapi bukan tanpa syarat.
Mulai sat itu Alengko beserta seluruh sekutu2 dan jajahan2nya menjadi jajahan Maespati. Dulu Alengko pernah mengalami kekalahan waktu menginvasi Poncowati tetapi tidak ada konsekuensinya karena yang mengalahkan berpembawan Resi, tidak punya sifat expansif.
Episode 44
Wibisono Jumeneng Noto
Berbeda dengan Arjunososrobahu, yang wangsa Arya, yang sangat berkepentingan mengukuhkan hegemoninya dikawasan India.
Alengko jatuh. Semua kekayannya dirampas oleh Maespati. Beruntung, atas kecerdikan Wibisono, sebagian besar kekayan Alengko sempat diselamatkan. Hanya sebagian kecil yang terampas. Semua jajahan Alengko juga dirampas. Dulu Alengko menerima upeti dari banyak jajahannya sekarang terbalik, Alengko harus menyerahkan upeti ke Maespati.
Alengko dilucuti habis2an. Seluruh akademi militer di Alengko dilikuidasi. Empu2 dan pandhé2 besi pembuat senjata dipenjara. Anggaran militer dibabat habis2an. Jendral2 senior dipensiun dini. Yang muda2 diawasi secara ketat.
Maespati menempatkan seorang gubernur Adipati Matius Suharnanto di Alengko. Ia yang mengesahkan RAPBN, mengumpulkan upeti dan memberangus mantan jendral2 Alengko. Semua media masa dikontrol rezim Suharnanto. Alengko kini menjadi pitik trondhol. Tidak berdaya.
Prabu Rahwono mengidap penyakit jiwa menjadi koplo. Jika tidak mlongo ia ber-teriak2 ketakutan dengan histeris seolah sedang disiksa. Padahal tidak ada siapapun yang mengusiknya. Rahwono mengidap trauma psikologis yang parah. Keadannya sangat mengenaskan. Rahwono ditempatkan di kasatrian Pangleburgongso dirawat adiknya, Dityo Kolo Kumbokarno. Sosok Rahwono yang gagah perkasa tidak lagi bersisia. Yang ada adalah sosok koplo. Setiap hari ia dihibur yakso klentrang klentreng itu main dakon atau keplok setan. Keduanya sama2 koplo. Karena yang meruwat sama2 koplonya, Rahwono praktis sulit sembuh.
Si ragil bagus, Radèn Wibisono dengan bimbingan oom Prahasto mengendalikan pemerintahan Alengko. Si manja belajar dan karena kecerdasannya yang diatas rata2, ia belajar dengan cepat. Ia administrator yang andal. Karena sifatnya yang santun ia disukai Gubernur Suharnanto. Setelah sekian lama akirnya Gubernur Suharnanto praktis menyerahkan semua urusan tata negara kepada Wibisono.
Karir Wibisono berkibar. Dulu ia nobody karena perbawa kakangnya yang terlalu besar. Sebelumnya Wibisono tak lebih dari anak manja yang terlalu dilindungi abangnya. Dulu ia cukup berbahagia karena abang2nya gemati, juga mbakyunya dan mbah Somali. Minta apapun selalu dipenuhi. Waktu Alengko sedang jaya2nya ia pernah ditawari abangnya menjadi raja muda di salah satu negara taklukan tetapi ia menolak. Ia berbahagia hidup di kraton. Ketika muda, Wibisono bukanlah pemuda yang punya ambisi. Bahkan ia tidak memiliki kesaktian apapun. Untuk apa ? Siapa yang berani mengusik adik Prabu Rahwono ?
Kini Wibisono menemukan jati dirinya sebagai administrator dan diplomat ulung. Berkat kepiawaiannya membawakan diri diantara wangsa Arya, ia disetarakan dengan wangsa Arya. Berkat kepandaiannya Alengko tidak terlalu terpuruk dibawah jajahan Maespati. Prestasinya yang menonjol dan solah tingkahnya yang merak ati membuat Sang Prabu Arjunososrobahu kepranan (terpikat). Atas usulan Gubernur Suharnanto, Wibisono diangkat menjadi raja muda di Alengko. Suharnanto sendiri dipromosikan menjadi Gubernur BI. Menggantikan Sabirin.
Menjadi raja ? Tak pernah ada keinginan seperti itu dibenak Wibisono. Tetapi ia menerima anugerah itu dengan antusias. Dengan kecakapan manajerial yang dimilikinya pelan2 Alengko pulih dari keterpurukannya. Dengan kecakapannya berdiplomasi Wibisono berhasil mendapat banyak keringanan dari sang penguasa.
Kini Wibisono naik daun. Ia mendapatkan banyak dukungan. Ia diterima dengan baik di Maespati dan statusnya disamakan dengan wangsa Arya. Itu sebabnya dalam pewayangan ia tidak digambarkan sebagai raksasa karena ia dianggap setara dengan wangsa Arya. Dukungan dalam negri juga mengalir. Diantaranya, ia memiliki sepasang adjudan kembar, Dityo Kolo Wasa dan Wisamatra. Wibisono menggebrak. Ia mereformasi Kabinet Alengko yang semula militeristik menjadi kabinet teknokrasi. Jendral2 senior digusuri. Ada yang semula camat, bupati, sampai kepala daerah dibabat habis2an. TNA (Tentara Nasional Alengko) disubordinasi oleh pemerintahan sipil. Sipilisasi ini meninggalkan luka. Barisan tentara sakit hati. Tetapi tentara2 sakit hati ini tak kuasa berbuat apapun. Kedekatan Wibisono dengan superpower Maespati membuat mereka tidak bisa polah.
Wibisono benar2 berjasa bagi Alengko. Pertama ia berhasil menyembunyikan kekayan Alengko. Kedua, dengan kabinet teknokrasinya ia berhasil memulihkan keterpurukan Alengko. Ketiga kalinya, ia berhasil melepaskan subordinasi Maespati. Wibisono sangat bahagia dengan keberhasilannya. Harga dirinya naik. Ia kini menikmati posisinya menjadi raja. Ia kini mabok kekuasan.
Episode 45
Ronin Pembunuh Ksatria
Kekuasan, harta dan wanita memang bak candu yang memabokkan. Siapapun akan sulit melepaskan diri dari candu ini. demikian pula halnya dengan Wibisono. Dulu ia nobody – bukan siapa2. Sekarang ia somebody – yang menentukan abang birunya Alengko. Ia berang jika ada senior2 yang keliru menyebutnya dengan Radèn Wibisono. Ia lebih suka diundang sebagai Prabu Gunawan Wibisono.
Syahdan, di Maespati terjadilah huru hara. Seorang Ronin ngamuk. Ia bernama Romo Bargowo atau lebih dikenal dengan Romo Parasu. Dinamakan demikian karena ia bersenjatakan kapak yang besarnya sak hoh hah. Ia adalah manusia yang kastanya sebenarnya brahmana tetapi sangat sakti. Ia menantang sistim kasta di jagad pewayangan yang terlalu mengagungkan hegemoni kasta ksatria.
Mengapa Ronin ini punya obsesi membunuh ksatria ? Alkisah, Resi Yamadagni dari pretapan Jatrisono marah bukan alang kepalang karena istrinya, Dewi Renuko berselingkuh kelonan dengan Prabu Citroroto. Dititahkannya anak2nya agar membunuh biyungnya. Tak seorangpun ada yang sanggup melaksanakan titah Resi yang edan2an ini kecuali si ragil, Romo Parasu. Dengan bengisnya anak2nya yang menolak tugas disupoto sehingga mati semua. Romo Parasu dengan lugas memenggal leher ibunya sampai menggelinding ditanah. Sang Resi kemudian memberi kesempatan pada Romo Bargowo meminta apa saja. Kesempatan ini digunakan se-baik2nya. Ia mohon ibundanya dan saudara2nya kembali waluyo seperti semula.
Sejak itu ia mendendam kepada raja2 dan ksatria2. Ia berkelana dari satu palagan kepalagan lain hanya untuk membunuh ksatria. Ronin penjagal manusia ini kemanapun selalu mencari gara2 agar bisa membunuh ksatria. Salah satu korban adalah prabu Arjunososrobahu. Kepala sang prabu Arjunososrobahu dipenggal hinga binasa.
Kematian diktaktor selalu membawa masalah. Timbul anarki, perebutan kekuasaaan. Jajahan2 banyak yang melepaskan diri. Termasuk Alengko. Dengan sigap Wibisono mencoba menaklukkan kembali bekas2 jajahan kakangnya dulu. Tetapi ternyata tidak mudah. Alengko telah terlanjur menjadi pitik trondhol. Tidak ada lagi pembibitan kader2 militer. Pande2 besi telah banyak yang terbunuh. Jendral2 yang tergabung dalam Partai Sakit Hati tidak mendukung. Senopati ing Alogo masih sakit koplo dalam perawatan Kumbokarno.
Wibisono memang hebat dalam hal teknokrasi dan administrasi negara. Ia cocok sebagai raja dalam keadaan negara damai. Tetapi dalam keadaan anarki dan suasana penuh huru hara, ia tidak lagi cocok. Ia kesulitan menaklukkan kembali jajahan2annya. Pemerintahannya terlanjur menjadi pemerintahan sipil.
Barisan sakit hati mbalelo terhadap Wibisono. Tanpa dukungan dari Maespati yang sedang dirundung konflik intern, Wibisono tidak lagi ditakuti. Para jendral2 tua itu mendesak Kumbokarno agar mengupayakan kesembuhan Rahwono secepatnya.
Dibawah tekanan barisan sakit hati akirnya putra Begawan Wisrowo mengerahkan kesaktiannya. Ia matak aji dan penyembuhan Rahwono makin cepat. Pelahan kesadaran Rahwono makin pulih. Namun tidak cukup cepat bagi jendral2 tua itu. Mereka ramai2 mengusung anak Rahwono yang masih belum cukup umur, Radèn Indrajid.
Wibisono yang terlanjur mabok kuasa tidak mau menyerahkan tahta kepada Indrajid yang masih bocah. Nyaris terjadi perang saudara di Alengko. Pertarungan antara pendukung Wibisono melawan Jendral2 tua yang mengusung Indrajid. Sudah barang tentu jika penyelesaiannya adalah dengan adu kadigdayan, Wibisono keteteran. Untung mbah Soma dan oom Prahasto turun tangan.
Kumbokarno didesak agar mempercepat kesembuhan kakangnya. Dengan susah payah Rahwono dipulihkan. Walaupun masih setengah koplo, Rahwono diangkat menjadi raja kembali. Wibisono tidak bisa berbuat lain kecuali menerima pengangkatan kakaknya. Namun, ada sekam didadanya. Ia ingin berkuasa kembali.
Sekian tahun kemudian, Rahwono benar2 pulih. Ketika Rahwono bertemu dengan Sinto, ia sudah pulih. Sejak mengalami sakit koplo dan memiliki bini muda, Rahwono berubah sangat banyak. Ia bukan lagi penyamun. Ia mantan penyamun. Ia berbahagia dengan bini mudanya dan anaknya Rahmuko. Pemerintahan dikembalikan kepada Wibisono sebagai perdana mentri. Tetapi Wibisono selalu dipepet oleh Indrajid dan pendukung2nya. Pendukung2 Wibisono di-uber2 pendukung Indrajid.
Kolo Wasa & Wisamitra sampai terpaksa harus minggat demi keselamatan jiwanya. Raksasa kembar ini mengembara sebagai ronin. Ksatria tanpa raja dan kerajaan. Tersesat ke Poncowati dan digebugi Kapi Joyo Anggodo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar