Bhagawad Gita (IV) Doktrin Ajaran Rahasia
Berkatalah Yang Maha Pengasih:1. Ilmu pengetahuan yang tak dapat habis ini Kusabdakan pada Vivasvan; Vivasvan menyabdakannya kepada Manu; dan Manu menyabdakannya kepada Ikshvaku.
2. Begitulah pada masa yang silam para guru (resi) agung mengenal ilmu pengetahuan ini, dari satu ke yang lainnya, tetapi dalam kurun waktu yang lama kemudian, ilmu pengetahuan ini hilang (dilupakan) dari dunia, oh Arjuna.
Sri Kreshna menyatakan di sini, bahwa Beliaulah Adiguru yang Pertama yang mengajarkan ilmu pengetahuan sejati ini kepada mereka-mereka yang pantas menerimanya di masa-masa yang lampau. Yang pantas menerima disebut adhikari, dan adhikari yang pertama adalah Vivasvan (Batara Surya), Dewa Cahaya. Dari Vivasvan ajaran ini turun ke Manu (manusia yang pertama) yang dianggap menjadi cikal-bakal bangsa Aryan. Manu kemudian menurunkan ajaran ini kepada Ikshvaku, seorang raja Hindu di India pada masa yang amat silam. Ajaran sejati ini amat kuno sifatnya, tetapi amat relevan sampai masa kini, dan hanya diajarkan kepada para adhikari yang terpilih. Itu sudah suatu ketentuan spiritual Ilahi. Para guru atau resi-resi yang agung dan suci, para pemikir atau filsuf dan raja-raja di masa silam menjadikan ajaran ini sebagai pegangan hidup mereka, sampai suatu saat dimana manusia melupakan ajaran ini.
3. Dan yoga (ilmu pengetahuan) yang sama ini Kubukakan kepadamu hari ini, karena dikau adalah pemujaKu dan sahabatKu. Inilah rahasia yang amat agung sifatnya.
Berkatalah Arjuna:
4. Kelahiran Dikau berlangsung kemudian, sedangkan Vivasvan terlahir lebih awal. Lalu bagaimana mungkin daku dapat memahami bahwa Dikaulah yang pertama kali menyabdakan yoga ini pada masa awal dunia ini dibentuk?
Tentu saja Arjuna kebingungan, karena menurut pengetahuan duniawinya Sang Kreshna yang sebenarnya adalah pamannya sendiri berasal atau lahir pada kurun waktu yang sama dengannya, sedangkan Vivasvan atau Batara Surya lahir berjuta-juta tahun yang silam. Lalu bagaimana mungkin Sang Kreshna mengajarkan ilmu pengetahuan sejati ini kepada Vivasvan pada awal mula terbentuknya sistim tata-surya itu. Sebagai balasan atas pertanyaan ini, Sang Kreshna pun mengajarkan mengenai inkarnasi (avatarvad) dalam ajaranNya yang agung di bawah ini.
Bersabdalah Yang Maha Pengasih:
5. Banyak kelahiran yang telah Kualami dan juga olehmu, oh Arjuna! Aku mengetahui semua itu, tetapi engkau tak pernah tahu akan kelahiran-kelahiran itu.
Kelahiran Sang Kreshna tidak seperti kelahiran manusia biasa, kelahiranNya bebas dari segala nafsu dan keinginan duniawi, dari segala karma dan selalu dimaksudkan untuk suatu tujuan yang agung dan suci, yaitu penyelamatan makhluk-makhluk dan dunia ciptaanNya. Sebaliknya jiwa manusia selalu dibatasi oleh hadirnya ketiga guna (sifat prakriti), dan akibatnya tak pernah bisa ingat akan masa atau kehidupannya yang lampau. Dilain sisi, raga kita ini harus menjalani karmanya. Tetapi bagi Yang Maha Esa, tak ada masa lampau, masa sekarang atau masa yang akan datang. Baginya semua adalah sekarang, karena Ia hadir sepanjang waktu, dan kelahiranNya sebagai manusia atau makhluk di bumi ini selalu karena terdorong faktor KasihNya pada makhluk-makhluk yang harus dilindungiNya.
6. Walaupun Aku tak pernah dilahirkan dan DiriKu tak terbinasakan, dan walaupun Akulah Pencipta (Penguasa) semua makhluk; menghadirkan DiriKu kedalam SifatKu, Aku lahir melalui kekuatanKu.
Ia tak pernah lahir dan tak dapat dibinasakan. la juga Pencipta semua makhluk dan alam semesta ini, dan la juga yang mengendalikan Sang Maya dan bereinkarnasi sesuai dengan kehendakNya yang bebas, dengan kekuatanNya semata. Yang Maha Pencipta ini sempurna dalam segala hal, tetapi mau juga Ia bereinkarnasi sebagai manusia yang sifat-sifatnya tidak sempurna dan penuh dengan keinginan-keinginan duniawi. Sebenarnya tidak pantas ditinjau dari sudut duniawi untukNya menjadi manusia tetapi Ia melakukannya juga demi makhluk-makhluk dan manusia yang dikasihNya. Inilah kebesaranNya.
Di dalam salah satu pustaka kuno Hindu yang disebut Bhagavatta dapat kita baca kelahiran Sang Kreshna sebagai manusia itu ibarat terbitnya bulan purnama di ufuk timur. Jadi seperti sesuatu episode yang sudah direncanakan secara khusus dan indah, dan bukan karena suatu efek karma.
7. Pada saat-saat dharma (kebenaran) turun ke titik yang rendah, dan kezaliman (tindakan adharma) menanjak mencapai puncaknya, maka Kuproyeksikanlah DiriKu.
Di kala adharma mengalahkan dharma, dan suatu saat manusia mencapai puncak dari kejahatannya, dan dunia penuh dengan kezaliman dan rasa keangkara-murkaan, maka Yang Maha Pengasih pun lalu memanifestasikan DiriNya, dalam bentuk manusia atau makhluk lainnya untuk kemudian meluruskan lagi jalannya Sang Dharma dengan ajaran-ajaran atau tindakan-tindakannya. Contoh-contoh ini banyak terdapat dalam pustaka-pustaka Hindu Kuno, seperti Sang Rama yang menghancurkan keangkara-murkaan sang Rahwana, dan lain sebagainya. Semua ini dilakukan oleh Yang Maha Kuasa untuk menyelamatkan manusia dari kehancuran moral secara total.
Dalam sloka ini Sang Kreshna mengucapkan kata, “Kuproyeksikan DiriKu . . . ,” ini berarti Sang Kreshna atau Yang Maha Esa turun ke bumi ini, yang lebih rendah derajatnya dibandingkan dengan tempat la bersemayam. Karena kasihNya kepada kita agar dapat bangkit lagi ke jalan yang benar, jalan dharma yang lurus dan suci. la turun sebagai titisan dari Sang Hyang Vishnu dari masa ke masa. Inilah Kasih-Ilahi yang selalu tulus untuk manusia dan segala makhluk-makhlukNya di alam semesta ciptaanNya ini. Om Tat Sat.
8. Demi membela kebaikan, demi hancurnya yang zalim, dan demi teguhnya kebenaran, Aku selalu lahir dari masa ke masa.
Ia selalu menghukum yang jahat dan yang zalim dari masa ke masa, tetapi hukumanNya ini pun penuh dengan hikmah, penuh dengan kasih-sayangNya, karena sebenarnya dengan menghukum ini Ia menginginkan agar mereka-mereka yang tersesat ini kembali ke jalan dharma yang lurus dan suci. Hukuman dariNya sebenarnya dapat disiratkan sebagai suatu karunia yang terselubung bagi yang berdosa. Karena seyogyanyalah setelah selesai menjalani masa-hukumannya maka seseorang seharusnya sadar dan kembali ke jalan yang benar. Bayangkan kalau seseorang tidak dihukum untuk mempertanggung-jawabkan kesalahan-kesalahannya, atau dihukum secara abadi tanpa ampun, maka habislah harapan orang tersebut untuk bertobat atau kembali ke jalan yang benar.
Berbeda mungkin dengan ajaran-ajaran yang lain, maka dalam agama Hindu, Yang Maha Esa selalu hadir dari masa ke masa untuk menyelamatkan evolusi manusia ini dan mengarahkan lagi umat manusia ke jalan yang benar, baik itu dalam skala kecil maupun dalam skala besar. Bhagavat Gita sebenarnya kalau ditelaah dengan baik adalah suatu ajaran yang penuh dengan harapan untuk mereka-mereka yang salah jalan; penuh dengan pengampunan dan Kasih-Ilahi yang tak terbatas. Om Tat Sat.
9. Barangsiapa mengetahui hal ini (Maksud Sang Kreshna: Kelahiran dan PekerjaanNya yang Suci ini) secara benar, maka ia tak akan lahir kembali setelah meninggalkan raganya, tetapi ia datang kepadaKu, oh Arjuna!
10. Bebas dari nafsu, ketakutkan dan kemarahan; penuh dengan DiriKu, berserah total kepadaKu, bersih oleh kebijaksanaan yang penuh disiplin dan dedikasi… maka banyak orang-orang semacam ini yang telah mendapat DiriKu.
Setiap menitis (atau reinkarnasi) misiNya sudah jelas, yaitu mengajak kita manusia untuk bersatu lagi dengan Yang Maha Esa, agar lepas dari beban lahir dan mati di dunia ini. Seseorang yang sudah lepas dari nafsu dan rasa amarah adalah yang jiwanya sudah penuh dengan Kenikmatan Ilahi. Orang semacam ini kalau melepaskan raganya akan lepas dari perputaran karma, dan langsung menyatu dengan PenciptaNya (madbhava magatah).
Sang Kreshna tidak saja lahir sebagai manusia, sering sekali Ia pun datang kepada kita pada saat-saat tertentu dalam hidup setiap individu yang membutuhkanNya, yang memujaNya secara tulus dan tanpa pamrih. Ia datang dan berbisik, menuntun ke arah yang benar, sering sekali jalan dan cara menuntunNya ini terasa aneh, misterius dan tak masuk akal, tetapi dibalik itu semua selalu tersembunyi hikmah dan akhir yang baik untuk sang pemuja ini. Bagi yang menyayangiNya dan yang disayangiNya maka bersihlah jiwa orang ini lambat laun dan akhirnya bersatu dengan DiriNya. Om Tat Sat.
11. Jalan apapun yang diambil seseorang untuk mencapaiKu, Kusambut mereka sesuai dengan jalannya, karena jalan yang diambil setiap orang di setiap sisi adalah jalanKu juga, oh Arjuna!
Jalan kepercayaan atau agama apapun juga yang diambil seseorang untuk mencapai Yang Maha Esa adalah jalanNya juga. Jadi setiap manusia menurut Bhagavat Gita berhak untuk menentukan jalan apa saja yang diinginkannya untuk mencapai Yang Maha Esa, dan di ujung jalan itu berdiri Yang Maha Esa menyambutnya, karena bagiNya semua jalan itu akan berakhir pada suatu ujung. Jadi tidak ada agama yang dibeda-bedakan oleh Sang Kreshna atau Yang Maha Esa, karena tujuannya baik, yaitu ke arahNya semata, walaupun dalam pengertiannya manusia sering salah mengartikannya.
Bagi seorang Hindu yang sejati semua kepercayaan terhadap Yang Maha Esa dan agama adalah sama, yaitu jalan ke Yang Maha Esa semata, dan tidak ada alasan lain untuk merubah atau mempengaruhi orang yang beragama atau berkepercayaan lain untuk masuk ke agama Hindu. Seorang Hindu yang baik akan selalu tunduk dan hormat melihat tempat-tempat pemujaan agama lain, karena baginya yang ia lihat adalah jalan dan tujuan yang Satu, yaitu jalannya Yang Maha Esa.
12. Mereka yang mengingini sukses di muka bumi ini memberikan pengorbanan kepada para dewa (dan merekapun mendapatkan imbalan dari para dewa), karena di dunia ini sesuatu tindakan itu cepat mendapatkan tanggapan (hasil).
Tidak semua orang mau maju ke arah Yang Maha Esa, banyak yang memuja para dewa agar dipenuhi keinginan duniawi mereka, dan para dewa ini pun segera memberikan tanggapan atau respons kepada para pemuja-pemuja mereka ini dan memenuhi permintaan mereka. Sebenarnya para pemuja ini secara tidak langsung dan tidak sadar memujaNya juga melalui proses yang panjang. Suatu waktu kemudian di dalam hati mereka nanti akan timbul suatu kesadaran akan perlunya Yang Maha Esa dan mereka pun mencari dan memujaNya secara tulus dan penuh kesadaran. Yang Maha Esa dalam Bhagavat Gita tidak melarang seseorang untuk memuja para dewa, karena para dewa juga datang dan berasal dariNya. Semua ini hanya merupakan suatu proses panjang dalam tahap-tahap evolusi kehidupan manusia itu sendiri, bermula pada pemujaan kepada para dewa untuk maksud-maksud tertentu dan setelah itu berakhir dengan kesadaran penuh dan tulus bahwa seharusnya yang dipuja adalah Yang Maha Esa itu sendiri tanpa perlu melalui jalan yang panjang. Seharusnyalah Bhagavat Gita menyadarkan kita semua agar tidak lagi melalui dedikasi yang tulus, sesuai dengan ajaran-ajaran Sang Kreshna ini kita bisa langsung menuju ke arahNya.
13. Kuciptakan keempat sistim kehidupan (chaturvarnyam), sesuai dengan pembagian guna (sifat-sifat prakriti) dan karma (aksi dan kerja). Walaupun Aku yang mencipta keempat sistim kehidupan ini, tetapi ketahuilah bahwa Aku tidak bekerja dan tak pernah berganti-ganti (sifat).
Keempat varna adalah empat tipe kehidupan, masing-masing merupakan produk asli dari pikiran dan tindakan manusia itu sendiri yang sudah ada semenjak ia dilahirkan. Ada manusia yang ingin menjadi seorang brahmin, ada yang ingin menjadi tentara (keshatria), dan ada yang ingin menjadi pedagang dan ada yang memilih menjadi seorang buruh. Semua ini sebenarnya adalah manifestasi dari karma, pikiran dan bakat masing-masing sesuai dengan keinginan sejatinya. Harus dicamkan secara serius oleh kita semua bahwa di dalam masing-masing individu ini bersemayam Satu Tuhan dan adalah bebas bila seseorang memilih menjadi brahmin, kshatria, vaishya atau sudra, dan semua ini bukanlah seperti anggapan atau tradisi yang salah yang berlaku selama ini, yaitu seorang ditentukan kastanya karena status atau garis keturunnya, tetapi kastanya ditentukan kemudian setelah ia menentukan dengan sadar garis dan tujuan hidupnya dan sebagai apa ia akan bekerja sesuai dengan bakat dan kemauannya yang sejati.
Sistim varna atau kasta ini sebenarnya adalah pembagian kerja dengan konsep yang modern yang disebut kelas di negara-negara Barat. Tetapi banyak masyarakat Hindu malahan menyalah-gunakan ini demi kepentingan pribadi yang akibatnya menimbulkan diskriminasi sosial yang serius yang mengacaukan agama Hindu itu sendiri, dan menjadi bahan tertawaan orang-orang luar. Di satu pihak orang-orang Hindu menjunjung tinggi nilai-nilai Sang Atman dan yakin terdapat satu Atman yang sama di dalam semua makhluk, di lain sisi banyak orang Hindu yang memutar-balikkan fakta-fakta tentang kasta ini dan menimbulkan diskriminasi sosial yang rawan. Sistim yang sebenarnya diciptakan untuk fungsi-fungsi sosial masyarakat ini seharusnya dijalankan secara sejati dengan membiarkan seseorang untuk memilih profesi kesukaannya secara sama derajatnya dengan profesi-profesi lainnya. Konsep Sang Kreshna bukanlah meninggi atau merendahkan derajat seseorang tetapi secara demokratis membiarkan setiap individu berkehendak masing-masing. Karena bisa saja seseorang yang lahir dengan kasta Brahmana secara duniawi ini mempunyai jiwa patriotik dan ingin mengabdi sebagai seorang keshatria dan begitu pun sebaliknya. Semua manusia didasarkan pada karma, sifat-sifat prakriti dan jalan hidupnya, bukan berdasarkan pada sistim kasta yang diskriminatif, atau jenis kelamin yang berbeda. Yang Maha Esa sendiri di sloka ini menegaskan bahwa la sendiri walaupun sebagai pencipta sistim kasta ini tidak terlibat pada sistim ini maupun pada sifat-sifat prakriti.
14. Tidak ada tindakan yang dapat mengotoriKu; dan tidak pula Aku mengingini suatu imbalan dari suatu tindakan. Barangsiapa yang mengenalKu seperti itu tak akan terikat oleh karma (aksi).
Sang Kreshna menerangkan sebuah paradox di sloka ini, yaitu tanpa bekerja pun Ia tetap saja mampu menciptakan karma dan guna. Tetapi setiap tindakanNya tidak seperti tindakan manusia yang selalu mengharapkan sesuatu pamrih untuk setiap tindakannya. Bagi Sang Kreshna setiap tindakan adalah cetusan dari rasa Kasih-SayangNya terhadap manusia atau makhluk-makhluk lainnya. Dan tidak ada satu pun dari tindakanNya ini yang dapat mengikatnya ke jalur karma karena Ia memang tidak terikat oleh karma yang diperuntukkan untuk manusia dan makhluk-makhluk di dunia ini. Dan barangsiapa menyadari akan status Sang Kreshna yang unik ini, maka orang yang sadar ini akan lepas juga dari lingkaran karma (hidup dan mati) ini. Sebenarnya Yang Maha Kuasa adalah dasar dari setiap tindakan kita, tetapi di mata manusia Ia tak pernah terlihat bahkan sukar untuk disadari kehadiranNya di dalam diri kita karena kegelapan yang menyelubungi diri dan jiwa kita. Walaupun Ia bertindak melalui diri kita, Ia sendiri sebenarnya tidak terlibat atau terpengaruh oleh tindakan-tindakan ini, yang merupakan tindakanNya Sendiri.
15. Mengetahui akan hal ini maka orang-orang dahulu kala telah bertindak sesuai dengan hal tersebut. Maka seyogyayalah dikau pun bertindak seperti orang-orang di masa silam ini.
16. Apakah aksi (tindakan) itu? Dan apakan tidak bertindak (akarma)? Kaum yang bijaksana pun kalut memikirkannya. Dengan ini akan Kuberitahukan kepadamu apakah aksi itu; dengan mengetahuinya engkau dapat terhindar dari dosa (kesalahan).
17. Seseorang seharusnya tahu apakah aksi itu (perbedaan antara satu aksi dengan yang lainnya), dan aksi apakah yang salah sifatnya (vikarma) dan apakah non-aksi (akarma) yang sebenamya.
Ketiga bentuk hal tersebut di atas harus diketahui secara benar agar tidak terjadi penyalahgunaan tindakan oleh yang tidak mengerti atau yang tidak mau mengerti dan memutar-balikkan ajaran-ajaran Sang Kreshna ini. Pekerjaan atau aksi apa saja yang benar dan harus dilakukan seseorang dalam hidupnya, dan apa saja yang harus dihindarkannya, dan bagaimanakah seseorang harus bertindak agar mencapai suatu bentuk aksi dalam non-aksi misalnya?
18. Seseorang yang melihat non-aksi di dalam aksi, dan aksi di dalam non-aksi, maka diantara manusia orang ini disebut bijaksana (buddhiman). Hidupnya penuh dengan keharmonisan (yutkah), walaupun ia selalu penuh dengan berbagai aksi (atau perbuatan dan tindakan).
Seseorang yang tenang ditengah-tengah aktivitasnya, dan aktif dalam ketenangannya adalah seorang yang bijaksana. Dalam setiap tindakannya ia selalu secara stabil dan tenang bersandar pada Sang Atman yang bersemayam di dalam dirinya, dan untuk setiap pekerjaan atau tindakannya ia tak pernah mengharapkan sesuatu pamrih, jadi walaupun bekerja ia sebenarnya “tidak bekerja.” Karena setiap tindakan atau perbuatannya sekecil apapun juga selalu menjadi sembahan bagi Yang Maha Esa, ia selalu melakukan pengorbanan atau pekerjaan demi dan untukNya semata (ini disebut yagna atau aksi yang sebenarnya).
Acapkali kalau kita naik kereta-api atau kendaraan lain, maka pepohonan di kiri dan kanan kita seakan-akan bergerak padahal yang bergerak adalah kendaraan yang kita tumpangi. Jadi yang nampak adalah ilusi. Sebaiknya kita pun dalam setiap tindakan kita berprinsip bahwa pekerjaan yang kita lakukan itu sebenarnya adalah ilusi, dan kita sendiri sebenarnya tidak bekerja.
Dalam aksi marilah kita lihat non-aksi, dan dalam non-aksi kita praktekkan aksi. Non-aksi (akarma) sejati tidak berarti tidak bekerja sama-sekali. Misalnya kalau ada tetangga yang amat miskin sedang membutuhkan sesuatu bantuan, dan walaupun ia tidak memintanya, seharusnya kita tidak diam-diam saja tidak berbuat sesuatu kalau memang kita mampu melakukan sesuatu untuknya; berdiam-diam saja tak mau tahu itu bukan non-aksi tetapi adalah vikarma (aksi yang salah). Akarma atau non-aksi yang sejati itu penuh dengan keharmonisan jiwa sang pelaku, orang semacam ini selalu nampak tenang dan tidak tergesa-gesa dalam setiap tindakannya. Akarma yang sejati selalu penuh dengan kepasrahan total yang tulus kepadaNya, dan ciri-ciri khas dari tindakan akarma yang sejati ini selalu merupakan tindakan yang positif bagi sesamanya, walaupun secara duniawi bisa saja ia disalahkan. Tetapi secara moral tindakan manusia semacam ini selalu bermotifkan kemanusiaan yang agung sifatnya.
Raja Janaka dan Suka adalah contoh dari dua orang manusia agung di masa yang silam, yang betul-betul mempraktekkan ajaran ini, dan selalu melihat aksi dalam non-aksi dan non-aksi dalam aksi. Non-aksi yang sejati akan melepaskan diri seseorang dari semua nafsu-nafsu dan cinta duniawinya, juga dari rasa egoisme pribadi tanpa kehilangan tanggung-jawab untuk setiap kewajiban dan pekerjaannya. Inilah yang disebut pasrah total kepadaNya secara spiritual.
19. Seseorang yang bertindak bebas dari segala bentuk nafsu (kama sankalpa), seseorang yang setiap tindakannya terbakar bersih oleh api kebijaksanaan (gnana-agni) — orang semacam inilah oleh orang-orang yang bijaksana, disebut seorang pandita (seorang yang suci, yang sadar akan pengetahuan yang sebenarnya).
Sankalpa adalah rasa egoisme, dan merupakan dasar dari kama dan nafsu. Pandit atau pandita adalah seorang yang bekerja demi dunia dan sesamanya (loka-sangraho) di dunia ini, dan hanya merasa cukup dengan apa yang didapatkannya untuk dirinya, sekedar untuk pakai dan makan saja, itu pun sebagai kelangsungan hidupnya demi Yang Maha Esa.
Gnana-agni adalah api ilmu pengetahuan.
Ilmu pengetahuan apakah itu ? Ilmu pengetahuan yang mengatakan bahwa setiap tindakan sebaiknya dikerjakan tanpa suatu nafsu atau keinginan pribadi dan berdasarkan pada penerangan Sang Atman yang ada dalam diri kita sendiri. Api dari ilmu pengetahuan ini akan membersihkan semua tindakan kita dan membunuh nafsu-nafsu duniawi kita yang selalu butuh imbalan atau pamrih. Pandita semacam ini amat bijaksana, karena ia melihat aksi dalam non-aksi. Raga dan pikirannya selalu bekerja demi Yang Maha Esa dan sesamanya, tetapi untuk dirinya sendiri ia tak pernah bekerja.
20. Seseorang yang telah menanggalkan rasa-keterikatannya pada setiap tindakannya, selalu merasa cukup dengan apa adanya, tidak bersandar pada orang lain, orang semacam ini tidak melakukan apa-apa walaupun ia selalu aktif bekerja.
21. Tidak mengharapkan apapun juga, hati dan dirinya terkendali, menanggalkan semua keserakahannya, dan bekerja dengan raganya saja – orang semacam ini tidak bertindak dosa.
22. Selalu merasa cukup dengan yang didapatkannya, bebas dari rasa dualisme yang bertentangan (dvandas), tanpa rasa iri atau cemburu, bersikap sama (balans) untuk setiap sukses atau kegagalan – walaupun ia bekerja ia tak terikat.
Orang semacam ini menerima apa saja dalam hidupnya dengan rasa tentram, tenang, damai dan selalu merasa cukup dengan apa adanya. Suka dan duka, sukses dan kegagalan, rugi dan untung, lahir dan mati, dianggap sama saja olehnya. Tak pernah ia merasa iri, dengki atau cemburu melihat kesuksesan atau kekayaan atau pun kejayaan orang lain. Baginya apa saja yang diberikan oleh Yang Maha Esa terasa cukup dan selalu ia haturkan terima-kasih kepadaNya untuk segala-galanya baik suka maupun duka. Semua tindakan orang semacam ini tak akan mengikatnya lagi ke dunia yang fana ini, karena orang semacam ini telah mendapatkan Karunia Ilahi yang tak terhingga dalam bentuk ketentraman batin dan spiritual.
23. Seorang yang keterikatannya telah mati, yang telah bebas dari duniawi (mukta), pikirannya telah teguh berdiri dalam kebijaksanaan, yang mengerjakan pekerjaannya sebagai persembahan — maka mencairlah semua tindakan orang semacam ini.
Sang Kreshna berulang-ulang menekankan di Bhagavat Gita bagaimana seseorang dapat lepas dari kegelapan duniawi ini, yaitu dengan melakukan suatu atau setiap tindakannya berdasarkan rasa tanpa pamrih. Atau dengan kata lain semua pekerjaan yang kita lakukan haruslah berbentuk persembahan bagiNya. Rasa ego kita selalu mengatakan ini punyaku dan itu pekerjaan hasil kerjaku, sehingga yang tercipta selalu adalah suatu keterikatan duniawi, dimana kita sendiri terikat dengan ke-aku-an ciptaan kita sendiri. Padahal semua ini bukan milik kita, karena dari mana kita datang dan kemana kita akan pergi pun sebenarnya tidak ada manusia yang mengetahuinya secara pasti. Yang hadir hanyalah ilusi, dan tanpa kehendakNya tak ada yang mungkin bisa terjadi. Jadi sebaiknya secara sadar bekerjalah selalu secara aktif, tetapi jadikanlah pekerjaan itu sebagai suatu yagna (persembahan atau ibadah pengorbanan) baginya.
24. Seseorang yang terpikir bahwa tindakan pengorbanan itu Tuhan adanya. Yang dikorbankannya juga Tuhan. Dan oleh Tuhan pengorbanan itu dikorbankan ke Api Tuhan. Maka ke Tuhan jugalah pergi orang yang sadar akan Ketuhanan dalam pekerjaannya.
Sloka di atas ini merupakan suatu pesan yang amat dalam artinya. Secara amat sederhana dapat diartikan bahwa apa yang kita kerjakan, yang kita lihat, yang kita korbankan adalah Ia juga. Jadi semuanya di dunia ini berasal dari Ia, untuk Ia, dan oleh Ia. Jadi dalam segala hal sebenarnya hadir Yang Maha Esa, dan tanpa la tak ada apapun di dunia ini. Secara langsung menurut Bhagavat Gita, semua itu Ia juga adanya. Seorang yang secara sejati bekerja demi Yang Maha Esa akan dapat melihat fakta ini dalam setiap tindakannya. (Biasanya sloka di atas ini dipakai oleh orang-orang Hindu sebelum menyantap makanan mereka).
25. Sementara yogin (para pemuja) mempersembahkan sesajen kepada para dewa, (tetapi) ada juga sementara yogin yang mempersembahkan “diri” mereka ke Api nan Agung.
Ada pemuja-pemuja yang membakar sesajen di bara-api, menaikkan puja-puji bagi para dewa agar diberikan kepada mereka imbalan-imbalan tertentu. Tetapi ada juga pemuja-pemuja yang mempersembahkan ego diri mereka sendiri ke Api Abadi Sang Maha Kuasa (Sang Brahman). Para pemuja ini mempersembahkan semua tindakan mereka kepada Yang Maha Esa dengan tulus dan tanpa mengharapkan sesuatu imbalan. Mereka berkata terjadilah kehendakNya sesuai dengan kehendakNya.
26. Ada pemuja yang mempersembahkan pendengaran dan indra-indra lainnya ke api pengorbanan (menjauhi kontak-kontak sensual indra-indra mereka dari obyek-obyek indra-indra ini). Ada yang mempersembahkan suara dan obyek-obyek sensual mereka ke api indra-indra mereka.
Banyak pemuja yang mengorbankan pendengaran mereka dan juga indra-indra lainnya dari kontak-kontak sensual indra-indra ini dengan obyek-obyek kontaknya. Usaha ini sebagai disiplin pribadi mereka dalam mengekang atau mengendalikan kegiatan-kegiatan indra-indra mereka seperti mulut, hidung, kuping, dan organ-organ seksual mereka. Disiplin ini dimaksud untuk pemujaan kepada Sang Atman yang bersemayam di dalam diri mereka masing-masing.
27. Ada juga pemuja yang mempersembahkan semua tindakan-tindakan indra-indra mereka dan semua fungsi tenaga vital (prana) mereka ke api yoga pengendalian yang diterangi oleh ilmu pengetahuan (gnana).
28. Tetapi ada juga yang mepersembahkan harta-benda mereka atau, dengan menyakiti diri mereka sendiri, atau dengan disiplin yoga; sedangkan mereka yang mempunyai tekad (atau iman) yang kuat mempersembahkan pengetahuan dan ajaran mereka sebagai pengorbanan mereka.
29. Ada lagi mereka yang penuh dedikasi dalam pengendalian nafas (pranayama), yang mengendalikan jalan prana (nafas) yang dikeluarkan dan jalan apana (nafas yang dimasukkan), dan mengalirkan prana ke apana dan apana ke prana, sebagai persembahan mereka.
30. Ada lagi yang sangat membatasi makanan mereka dan mengalirkan nafas kehidupan (prana) mereka ke dalam prana mereka sebagai persembahan. Mereka semua ini tahu apa arti dari pengorbanan, dan dengan pengorbanan mereka menghapus dosa-dosa mereka.
31. Mereka-mereka yang memakan sisa-sisa makanan suci yang tersisa dari suatu persembahan (atau pengorbanan) akan mencapai Sang Brahman Yang Abadi (Tuhan). Dunia ini bukan untuk orang yang tak mau mempersembahkan suatu pengorbanan, apa lagi dunia yang lainnya, oh Arjuna.
32. Begitulah banyak ragam cara pengorbanan yang dipersembahkan dihadapan Yang Maha Abadi (cara-cara untuk mencapai Tuhan Yang Maha Esa). Dan ketahuilah dikau bahwa semua itu lahir dari tindakan (atau perbuatan). Dengan mengetahui hal ini dikau akan bebas.
33. Lebih baik dari pengorbanan materi adalah gnana-yagna, yaitu pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan, oh Arjuna! Karena semua tindakan, tanpa kecuali memuncak dalam kebijaksanaan (pengetahuan).
Sang Kreshna menyebut berbagai cara persembahan atau pengorbanan yang dilakukan manusia kepadaNya. Semua yagna ini timbul berdasarkan tingkat kesadaran manusia-manusia itu sendiri berdasarkan evolusi manusia itu sendiri dalam hidup ini. Setiap manusia berdasarkan sifat-sifat prakritinya membentuk varna (tujuan hidupnya sendiri) secara pribadi masing-masing dan kemudian mempersembahkan pengorbanan kepada Yang Maha Esa sesuai dengan kondisi-kondisi yang disandangnya ini.
Ada yang mengendalikan pendengaran mereka dengan tapasya (displin diri berupa tapa atau meditasi) yang ketat. Ada yang melepaskan semua selera-selera indra mereka dan menjauhi obyek-obyek duniawi ini. Ada yang mempersembahkan harta-benda mereka, ada juga yang mempersembahkan berbagai tindakan atau kegiatan spiritual seperti meditasi, swadhaya (membaca secara hening), ilmu, prananyama (pengendalian nafas), dan ada yang mengendalikan cara makan mereka dengan berpuasa atau berpantang sesuatu seperti daging atau benda hidup, dan lain sebagainya. Semua pengorbanan ini kalau dilaksanakan secara tulus akan mengantar seseorang ke arah jalan yang benar, dan semua pengorbanan ini merupakan tangga-tangga ke arah kebebasan karma-karma kita. Semua tindakan pengorbanan ini lahir dari karma (aksi) dan oleh orang-orang sadar banyak dilakukan untuk upaya pembersihan diri guna mencapai Yang Maha Esa. Dan barangsiapa dengan jujur, tulus dan tanpa pamrih bekerja demi Yang Esa maka lambat laun seluruh upaya-upayanya akan terpusat kepadaNya semata. Seluruh tindak-tanduk maupun perbuatannya kemudian akan dikerjakannya secara otomatis dan tanpa sadar demi Yang Maha Esa, dan sesudah itu secara sadar.
Tetapi pengorbanan dalam bentuk kebijaksanaan (gnana-yoga) adalah dianggap sebagai pengorbanan yang suci untuk Yang Maha Esa, dan pengorbanan ini nilainya lebih tinggi dan luhur dibandingkan dengan pengorbanan-pengorbanan bentuk lainnya. Tetapi jangan menganggap remeh atau rendah bentuk-bentuk pengorbanan yang lainnya, karena semua itu hanya merupakan tangga-tangga dalam evolusi seorang pemuja ke arah spiritual yang lebih tinggi sifatnya. Secara otomatis, bagi seorang pemuja yang tulus semuanya akan diatur olehNya.
Lalu pasti ada yang bertanya mengapa gnana lebih tinggi dari karma? Karena karma selalu menghasilkan imbalan atau pamrih, sedangkan gnana (pengetahuan atau kebijaksanaan) sekali tercapai akan menuju ke Yang Maha Esa, karena gnana yang lulus itu berdasarkan tanpa pamrih. Dalam kebijaksanaan terdapat kebaikan atau kebebasan dari duniawi ini untuk kita semuanya. Orang-orang bijaksana tak akan mcnyimpan ilmu pengetahuannya untuk dirinya saja, tetapi akan membagi-bagikannya kepada yang lain-lain agar tercapai kesentosaan untuk semuanya, dan semua itu dilakukannya tanpa pamrih. Karena sudah merupakan kewajiban orang-orang bijaksana ini untuk membantu sesamanya untuk menyeberangi lautan luas duniawi ini ke ujung pantainya Yang Maha Esa. Inilah gnana-yagna, yaitu pengorbanan agung dan suci ilmu pengetahuan sejati mereka demi Yang Maha Esa.
34. Pelajarilah kebijaksanaan dengan merendahkan-diri, dengan bertanya (studi) dan dengan bekerja demi seorang guru yang bijaksana). Orang-orang yang bijaksana yang telah melihat Kebenaran – akan mengajarimu dengan penuh kebijaksanaan.
Kebijaksanaan akan diajarkan oleh mereka-mereka yang telah mencapai kebijaksanaan ini, yang penting bagi seorang yang ingin mempelajarinya adalah dengan mengikuti tiga faktor berikut ini: pertama, harus memiliki rasa rendah-diri (pranipaia) dalam segala hal, dan ia akan dapat banyak belajar dari seorang guru yang bijaksana. Kedua disebut pariprashna, yaitu dengan studi atau penyelidikan yang seksama. la harus mencari sendiri kebijaksanaan ini dengan aktif dan dengan rajin mempelajari ajaran-ajaran para gurunya. Untuk mengerti sendiri arti dari kebijaksanaan ini haruslah menghayatinya secara pribadi. Ketiga, Seva, yaitu bekerja demi sang guru spiritual ini, yaitu sifatnya melayani segala kebutuhan hidup sang guru dengan bekerja untuknya tanpa pamrih, dan menganggap sang guru ini sebagai orang-tuanya sendiri yang harus diperhatikan segala bentuk kehidupannya. Seorang guru yang baik dan tulus sebaliknya akan selalu menolak bakti dari muridnya secara halus, tetapi sang murid harus sadar akan kewajibannya, karena inilah salah satu tangga dari bakti kepada Yang Maha Esa dan sesamanya di dunia ini.
Sebenarnya Guru yang sejati yang disebut Adhi Guru ada dan bersemayam di dalam diri kita masing-masing, tetapi sebagai manusia kita lebih condong kepada bentuk duniawi daripada mendengar suara hati nurani kita sendiri, sehingga selalu diperlukan seorang guru spiritual pada awalnya untuk kita semua agar kita dapat lebih memahami apa yang sedang kita pelajari. Pada tahap lanjut nanti seorang guru spiritual hanya berfungsi sebagai jembatan, dan mengantarkan kita ke Sang Adhi Guru yang sebenarnya tidak jauh berada dari kita semua.
Sebenarnya dalam kepercayaan agama Hindu, seorang yang tulus dan ingin menuju ke jalan Yang Maha Esa, tidak perlu kesana-kemari secara mati-matian untuk mencari seorang guru spiritual baginya. Yang penting adalah menyiapkan diri dan batinnya secara tulus dan memohon kepada Yang Maha Esa agar dituntun jalannya, maka pada bentuk seorang guru dan membimbingnya kearah Yang Maha Esa. Percaya atau tidak, tetapi seorang guru spiritual pasti akan datang atau bertemu sendiri dengan murid pilihannya sendiri pada suatu waktu yang tepat. Seorang pemuja yang tulus dengan ini bukan berarti lalu diam-diam saja; tidak, ia harus berusaha dengan tulus untuk menemukan guru ini, tetapi semuanya akan terjadi pada saatnya yang tepat. Kemudian kalau ini terjadi belajarlah sang murid dengan tulus dan penuh dengan kerendahan hatinya, dan pada suatu waktu yang tepat sang guru ini akan menurunkan kebijaksanaannya kepada sang murid ini. Ada guru-guru yang begitu luar biasa kharismanya sehingga dalam sekejap dapat membuka pintu hati sang murid dengan satu sentuhan spiritual saja. Semua ini tentunya berdasarkan persiapan mental yang tulus dari sang murid dan atas berkah Yang Maha Esa semata. Sebenarnya semuanya sudah diatur olehNya juga, tidak lebih dan tidak kurang. Om Tat Sat.
35. Dan setelah mengenal kebijaksanaan ini (gnana) dikau, oh Arjuna, tak akan jatuh lagi kedalam kekalutan. Karena dalam kebijaksanaan ini, dikau akan melihat semua makhluk, tanpa kecuali, berintikan pada Sang Atman, dan lalu dalam DiriKu.
Kebijaksanaan ini sebenarnya adalah ilmu pengetahuan spiritual, ilmu pengetahuan yang sejati yang membuka kenyataan tentang kesatuan antara kita dengan Yang Maha Esa. Kesatuan antara semua makhluk dengan Sang Atman, dengan jiwa kita, dengan Yang Maha Esa. Dan kalau suatu waktu kita betul-betul sadar sendiri akan kesatuan ini, maka tercapailah kesadaran-diri atau kesadaran akan hadirNya dan kesatuanNya Yang Maha Esa dengan diri kita.
Kebijaksanaan ini adalah melihat atau mengerti dalam arti yang sebenarnya, bahwa semua di dunia ini jatuh dalam satu garis atau suatu kesatuan, yaitu Yang Maha Esa. Kita tidak hanya harus percaya atau merasa atau mengerti, tetapi setelah mencapai kebijaksanaan ini seseorang akan melihat bahwa semua makhluk, benda, susunan kosmos atau alam semesta ini beserta seluruh isinya berada dalam suatu kesatuan yang Esa, yaitu kesatuan Sang Atman. Para ilmuwan mengatakan bahwa setiap benda ada dan bergerak di alam semesta ini. Seseorang yang sadar melihat bahwa setiap benda ada dan bergerak dalam suatu kesatuan Ilahi.
36. Walaupun dikau ini adalah seorang yang paling berdosa di antara mereka-mereka yang berdosa, tetapi dikau dapat menyeberangi semua dosa-dosa ini hanya dengan berperahu kebijaksanaan saja.
Kata-kata atau sabda Sang Kreshna ini penuh dengan pesan-pesan harapan bagi kita, manusia, coba bayangkan bahkan seorang yang paling berdosapun dapat langsung mencapai Yang Maha Kuasa dengan dedikasi yang tinggi. Kalau dipikir-pikir siapa di dunia ini yang tak pernah berdosa atau pernah sesat dalam hidupnya, dan tak seorangpun ini harus kehilangan harapannya, selama ia mau mengoreksi kehidupannya dan berjalan penuh dedikasi dan kesadaran kepadaNya. Ia akan mengangkat kita semua dari lembah dosa dan menuntun tangan kita kearahNya selalu. Semua rasa keterikatan duniawi adalah dosa, dan bukan saja keterikatan pada hal-hal yang tidak baik, tetapi keterikatan pada hal-hal yang dianggap baik seperti dharma itu sendiri, atau pada rasa egoisme yang dianggap positif. Seseorang yang merasa dirinya adalah orang berdosa. Jadi sebelum meneliti seseorang lain, sebaiknya hilangkan dulu rasa egoisme pribadi kita.
37. Ibarat api yang membara membakar kayu-kayu menjadi abu, oh Arjuna, begitu pun api kebijaksanaan membakar semua aksi (tindakan) menjadi abu.
Gnana (kebijaksanaan) membakar semua karma kita yang telah terkumpul maupun yang akan datang menjadi abu, maksudnya gnana itu begitu tinggi nilainya sehingga semua karma kita termasuk yang akan datang dapat tumpas karenanya. Dan hanya karma yang telah membuahkan hasil saja yang harus dilewati.
38. Sebenarnya tidak ada yang lebih menyucikan diri selain kebijaksanaan. Seseorang yang telah sempurna dalam yoga (ilmu pengetahuan)nya, akan menemukan kebijaksanaan ini di dalam dirinya sendiri — Sang Atmannya, sesuai dengan waktunya.
39. Seseorang yang mempunyai iman dan telah bersatu dalam kebijaksanaan dan telah menguasai indra-indranya – ia akan mendapatkan kebijaksanaan ini. Dan setelah mencapai kebijaksanaan ini maka segera ia menuju ke Kedamaian Yang Abadi (Ketenangan Ilahi, dimana tidak ada kematian lagi.)
40. Tetapi barangsiapa yang tidak tahu, tidak memiliki kepercayaan, yang selalu ragu-ragu sifatnya, akan pergi ke kehancuran. Untuk seseorang yang ragu-ragu tak akan ada dunia ini atau dunia yang lebih tinggi iagi, bahkan baginya tidak ada kebahagiaan.
Kepercayaan yang sifatnya penuh dengan keragu-raguan pada yang akan menyesalkan seseorang dalam perjalanannya mencari kebenaran. Rasa ragu-ragu mengisi jiwa seseorang dengan keputus-asaan, dan terhambatlah sinar yang menerangi orang ini.
41. Seseorang yang telah menyerahkan semua aksi atau tindakan-tindakannya dalam yoga (bekerja tanpa pamrih), yang telah menebas keragu-raguannya dengan kebijaksanaannya, dan selalu memiliki Sang Atman (yang selalu dibawah raungan atau perintah Sang Atman) – maka untuk orang semacam ini tidak ada aksi yang mengikatnya, o Arjuna!
Seseorang yang sesuai dengan karma-yoga bekerja tanpa pamrih walau apapun statusnya dalam masyarakat, dan telah bulat tekadnya ke arah Yang Maha Esa, dan telah hilang sama sekali keragu-raguannya, maka orang semacam ini hanya bekerja demi Yang Maha Esa sesuai dengan bisikan Sang Atman; untuk yang telah mencapai status ini tak ada karma atau aksi yang mengikatnya. Orang semacam ini dikatakan telah mempersembahkan karmanya kepada Yang Maha Esa sebagai persembahan kasih-sayangnya pada Ilahi. Dan ia pun akan memiliki Sang Atman dalam dirinya secara sadar. Ia akan dituntun dalam segala aksinya, dijauhkan dari kegelapan duniawi. Secara benar dan sadar ia akan merasakan semua bisikan dan tuntunan Sang Atman di dalam dirinya, dan ini merupakan suatu tahap yang sangat tinggi dalam kehidupan spiritual seseorang. Dan tidak ada lagi tahap yang lebih tinggi dalam kehidupannya sebagai manusia, karena ia telah mencapai status yang terpilih olehNya.
42. Dengan demikian, tebas dan buanglah jauh-jauh keragu-raguan dalam hatimu, yang timbul dari kekurang-pengetahuanmu, teguhkan dirimu dalam yoga (ilmu pengetahuan sejati) dan berdirilah, oh Arjuna!
Seseorang yang penuh dengan kebijaksanaan adalah seorang manusia yang bebas dan tak ada aksi atau tindakan yang dapat mengikatnya lagi, karena setiap ia bertindak ia selalu menyerahkannya kepada Yang Maha Esa secara sadar dan tulus; orang semacam ini telah menebas habis keragu-raguannya dengan imannya yang tebal terhadap Yang Maha Esa.
Pesan Sang Kreshna untuk Arjuna di atas ini sebenarnya berlaku untuk kita semua dan bermakna bangkitlah dan maju berperang, dikau prajurit-prajurit Yang Maha Esa, bangkitlah dan bekerja demi kewajibanmu sebagai seorang karma-yogi, bekerjalah tanpa pamrih. Adalah kewajibanmu (dharma) untuk berperang melawan angkara-murka, nafsu dan keinginan duniawi yang sebenarnya adalah kegelapan yang melilitmu dari jalan kembali ke Yang Maha Pencipta.
Demikianlah dalam Upanishad Bhagavat Gita, Ilmu pengetahuan yang abadi, Karya Sastra Yoga, dialog antara Sang Kreshna dan Arjuna, maka karya ini adalah bab keempat yang disebut Gnana Yoga atau Ilmu Pengetahuan tentang Kebijaksanaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar