TAHUN JAWA
Tahun Jawa yang
berlaku sekarang ini menurut perhitungan tahun Saka, ialah tahun ketika raja
Saliwahana (Adji Saka) diHindustan naik tahta kerajaan. Tahun kenaikan raja itu
diperingati tahun 1. Ketika itu tahun masehi kebetulan tahun 78.
Ketika tahun masehi
1633, perhitungan tahun Saka disesuaikan dengan tahun Hidjrah (tahun Arab),
hanya angka tahun yang masih tetap, ialah tahun 1555.
Cara menyesuaikan itu
tidak seluruhnya, masih banyak hal-hal yang terus dipakai hingga sekarang. Nama
hari dan bulan meniru nama Arab hanya ucapannya yang berubah.
Tahun Jawa itu dibagi
menjadi kelompok-kelompok. Tiap-tiap kelompok umurnya 8 tahun. Tiap-tiap 8
tahun dinamakan : 1 windu.
Windu
Windu itu ada 4. Satu
windu dinamakan : tumbuk satu kali. Empat windu adalah tumbuk 4 kali (32
tahun). Demikian seterusnya.
Tumbuk ini biasanya
untuk memperingati umur orang. Umpamanya: lahir pada hari Sabtu Pahing tanggal
25 Rajab 1878. Delapan tahun kemudian ialah pada tahun 1886 pada bulan Rajab
tanggal 25 tepat pada hari Sabtu Pahing, ialah hari kelahirannya.
Windu empat itu
mempunyai arti dan watak sendiri-sendiri ialah :
1. Windu Adi = utama : banyak tingkah laku
baru.
2. Kunthara = kelakuan : banyak tingkah laku
baru
3. Sengara = banjir : banyak
air, sungai banjir
4. Sanjaya = kekumpulan : banyak
teman biasa menjadi teman karib
Nama tahun
Tahun Jawa dalam 1
windu itu ada namanya sendiri-sendiri ialah
1. Alip
2. Ehe
3. Jimawal
4. Je
5. Dal
6. Be
7. Wawu
8. Jimakir
Dalam 1 windu (8
tahun) ada tahunnya Kabisat 3 ialah pada tahun ke 2 (Ehe), ke $ (Je) dan ke 8
(Jimakir).
Oleh karena menurut
perhitungan tahun Jawa dalam 1 windu ada tahunya Kabisat 3, dalam 120 tahun (15
x 8 tahun), tahunnya Kabisat ada 15 x 3 = 45. Sedang menurut perhitungan tahun
Arab tiap-tiap 30 tahun, tahunnya Kabisat ada 11. Dalam 120 tahun, tahunnya
Kabisat ada 11 x 4 = 44. Jadi perhitungan tahun Jawa dalam 120 tahun, tahunnya
Kabisat lebih satu dari pada tahun Arab.
Agar perhitungan
tahun Jawa sama dengan perhitungan tahun Arab, tiap-tiap 15 windu (120 tahun),
ada tahunnya kabisat Jawa 1 yang dihilangkan. Hilangnya tahun kabisat 1 itu
menyebabkan gantinya huruf, ialah hari pertama pada windu. Jadi huruf itu
gantinya tiap-tiap 120 tahun.
Perhitungan tahun
Jawa 120 tahun itu rupa-rupanya tidak begitu ditaati. Buktinya dalam tahun 1674
(tahun masehi 1748/49) tahun Jawa telah disesuaikan lagi dengan tahun Arab,
ialah dengan membuang tahun kabisat 1. Pada tahun 1748 (tahun masehi 1820/210),
jadi belum 120 tahun, telah disesuaikan lagi dengan membuang satu hari lagi
(hari mulai windu-churup).
Pada waktu itu yang
berlaku ialah churup Jamngiah. Pada tanggal 11 Desember 1749 churup itu
dijadikan churup Kamsiah dan pada tanggal 28 September 1821 disesuaikan lagi
jadi churup Arbangiah.
Walaupun tahun Jawa
telah disesuaikan dengan tahun Arab tiap-tiap 120 tahun sekali, akan tetapi
tanggalnya tidak tentu berbarengan. Karena, kecuali beda kelompoknya, tahun
Kabisat Jawa itu jalannya tidak berbarengan dengan tahun Kabisat Arab.
Lain dari pada itu
ada pula yang harus kita ingatkan, ialah umur bulan dalam tahun Je dan Dal.
Mulai tahun 1547 (churup Jamngiah) hingga tahun 1674 (akan ganti churup
Kamsiah), tahun Je belim dijadikan tahun Kabisat, masih jadi tahun wastu.
Umurnya bulan tidak berganti-ganti 30 dengan 29 hari, akan tetapi : 30, 30, 29,
29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30 hari.
Sejak churup Kamsiah,
tahun Je baru dijadikan tahun Kabisat. Sebab demikian, agar tanggal 12 Mulud
dalam tahun Dal (grebeg Mulud) jatuh pada hari Senin Pon.
Adapun tahun Dal
dalam churup Jamngiah (1547-1674) dijadikan tahun Kabisat. Akan tetapi mulai
churup Kamsiah (1677-1748) tahun Dal lalu dijadikan tahun Wastu. Mulai churup
Arbangiah (1749) umur bulan dalam tahun itu dirobah lagi, tidak berganti-ganti
30 dengan 29 hari, akan tetapi : 30, 30, 29, 29, 29, 29, 30, 29, 30, 29, 30, 30
hari
Mulai churup Salasiah
(1867), menurut perhitungan, tanggal 12 Mulud dalam tahun Dal sudah tidak jatuh
pada hari Senin Pon.
Nama tahun Jawa itu
kecuali seperti yang tersebut di atas, masih ada namanya lain. Nama tahun
seperti yang tersebut dibawah ini adalah untuk mengetahui banyak sedikitnya
hujan dalam tahun itu.
Untuk mengetahui nama
tahun itu, ialah : jika tanggal 1 Sura jatuh pada hari:
Jumat, dinamakan
tahun : Sukraminangkara (tahun udang).
Wataknya : sedikit hujan.
Sabtu, dinamakan tahun : Tumpak-maenda (tahun kambing). Wataknya :
sedikit hujan.
Ahad, dinamakan tahun
: Ditekalaba (tahun kalabang). Wataknya : sedikit hujan.
Senin, dinamakan
tahun : Somawertija (tahun cacing). Wataknya : sedikit hujan.
Selasa,
dinamakan : Anggarawrestija (tahun
kodok). Wataknya : banyak hujan.
Rabu, dinamakan : Buda-wiseba (tahun kerbau). Wataknya :
banyak hujan.
Kamis, dinamakan : Respati-mituna (tahun mimi). Wataknya :
banyak hujan.
2. TAHUN MASEHI
Tahun Masehi dimulai
dari lahirnya nabi Yesus Kristus. Perhitungan tahun ini menurut jalannya
matahari. Umurnya 365 atau 366 hati. Tahun yang berumur 365 hari dinamakan
tahun : Wastu (tahun pendek). Bulan Februari umurnya hanya 28 hari. Tahun yang
berumur 366 hari dinamakan tahun : Wuntu (tahun kabisat). Bulan Februari
umurnya 29 hari.
Tahun Masehi itu
tiap-tiap 4 tahun ada tahunnya kabisat satu. Untuk mengetahui hal ini : jika
angka tahun ini ceples dibagi empat, umpamanya : tahun 1904, 1908, 1912, dsb.
Akan tetapi jika
angka satuan dan puluhan berwujud 0, umpamanya : tahun 1700, 1800, 1900, dsb.,
walaupun angka tahun itu ceples dibagi empat, bukan tahun kabisat, akan tetapi
tahun Wastu.
3. TAHUN ARAB
Tahun Arab (Hidjrah)
dimulai dari tahun Masehi 622 ialah hidjrahnya K.N. Muhammad s.a.w. dari Mekah
ke Madinah.
Perhitungan tahun
Arab itu menurut jalannya bulan. Tahun Wastu umurnya 354 hati. Tahun Kabisat
umurnya 355 hari.
Tahun Arab itu
berkelompok 30 tahun. Tiap-tiap 30 tahun ada tahunnya Kabisat 11, ialah tahun
ke 2, 5, 7, 10, 13, 16, 18, 21, 24, 26, dan 29.
Bagi hari yang perlu
dirayakan, umpamanya : hari mulai bulan puasa dan hari Idul Fitri, sering tidak
cocok dengan penanggalan, hal ini sering terjadi perbedaan rukjat.
PRANOTO MONGSO
( aturan waktu musim
)
Pranata Mangsa atau
aturan waktu musim biasanya digunakan oleh para petani pedesaan, yang
didasarkan pada naluri saja, dari leluhur yang sebetulnya belum tentu
dimengerti asal-usul dan bagaimana uraian satu-satu kejadian di dalam setahun.
Walau begitu bagi para petani tetap dipakai dan sebagai patokan untuk mengolah
pertanian. Uraian mengenai Pranata Mangsa ini diambil dari sejarah para raja di
Surakarta, yang tersimpan di musium Radya-Pustaka.
Menurut sejarah,
sebetulnya baru dimulai tahun 1856, saat kerajaan Surakarta diperintah oleh
Pakoeboewono VII, yang memberi
patokan bagi para
petani agar tidak rugi dalam bertani, tepatnya dimulai tanggal 22 Juni 1856,
dengan urut-urutan :
Kasa, mulai 22 Juni,
berusia 41 hari. Para petani membakar dami yang tertinggal di sawah dan di masa
ini dimulai menanam palawija, sejenis belalang masuk ke tanah, daun-daunan
berjatuhan. Penampakannya/ibaratnya : lir sotya (dedaunan) murca saka ngembanan
(kayu-kayuan).
Karo, mulai 2
Agustus, berusia 23 hari. Palawija mulai tumbuh, pohon randu dan mangga, tanah
mulai retak/berlubang. Penampakannya/ibaratnya : bantala (tanah) rengka
(retak).
Katiga, mulai 25
Agustus, berusia 24 hari. Musimnya/waktunya lahan tidak ditanami, sebab panas
sekali, yang mana Palawija mulai di panen, berbagai jenis bambu tumbuh.
Penampakannya/ibaratnya : suta (anak) manut ing Bapa (lanjaran).
Kapat, mulai 19
September, berusia 25 hari. Sawah tidak ada (jarang) tanaman, sebab musim
kemarau, para petani mulai menggarap sawah untuk ditanami padi gaga, pohon
kapuk mulai berbuah, burung-burung kecil mulai bertelur.
Penampakannya/ibaratnya : waspa kumembeng jroning kalbu (sumber).
>Kalima, mulai 14
Oktober, berusia 27 hari. Mulai ada hujan, selokan sawah diperbaiki dan membuat
tempat mengalir air di pinggir sawah, mulai menyebar padi gaga, pohon asem
mulai tumbuh daun muda, ulat-ulat mulai keluar. Penampakannya/ibaratnya :
pancuran (hujan) emas sumawur (hujannya)ing jagad.
Kanem, mulai 10
Nopember, berusia 43 hari. Para petani mulai menyebar bibit tanaman padi di
pembenihan, banyak buah-buahan (durian, rambutan, manggis dan lain-lainnya),
burung blibis mulai kelihatan di tempat-tempat berair. Penampakannya/ibaratnya
: rasa mulya kasucian (sedang banyak-banyaknya buah-buahan).
Kapitu, mulai 23
Desmber, usianya 43 hari. Benih padi mulai ditanam di sawah, banyak hujan,
banyak sungai yang banjir. Penampakannya/ibaratnya : wisa kentar ing ing maruta
(bisa larut dengan angin, itu masanya banyak penyakit).
Kawolu, mulai 4
Pebruari, usianya 26 hari, atau 4 tahun sekali 27 hari. Padi mulai hijau, uret
mulai banyak. Penampakannya/ibaratnya : anjrah jroning kayun (merata dalam
keinginan, musimnya kucing kawin).
Kasanga, mulai 1
Maret, usianya 25 hari. Padi mulai berkembang dan sebagian sudah berbuah,
jangkrik mulai muncul, kucing mulai kawin, cenggeret mulai bersuara.
Penampakannya/ibaratnya : wedaring wacara mulya ( binatang tanah dan pohon
mulai bersuara).
Kasepuluh, mulai 26
Maret, usianya 24 hari. Padi mulai menguning, mulai panen, banyak hewan hamil,
burung-burung kecil mulai menetas telurnya. Penampakannya/ibaratnya : gedong
minep jroning kalbu (masa hewan sedang hamil).
Desta, mulai 19
April, berusia 23 hari. Seluruhnya memane n padi. Penampakannya/ibaratnya:
sotya (anak burung) sinara wedi (disuapi makanan).
Saya, mulai 12 Mei,
berusia 41 hari. Para petani mulai menjemur padi dan memasukkan ke lumbung. Di
sawah hanya tersisa dami. Penampakannya/ibaratnya : tirta (keringat) sah saking
sasana (badan) (air pergi darisumbernya, masa ini musim dingin, jarang orang
berkeringat, sebab sangat dingin).
sumber di ambil dari: karatonsurakarta
sip, oke mantabbbb
BalasHapushttp://www.tandagenap.com|kejar paket c
matur nuwun sampun pinarak ....
Hapusumur padi jaman dulu lama juga ya kok sampai 6 mongso
BalasHapus